"Mommy, apa boleh aku ikut denganmu?" Bisik Lucy, tiba-tiba saja Lucy menghampiri Hanna. Hanna langsung menoleh ke arah Shasya yang kini juga sedang menatapnya.
"Sepertinya ada yang ingin Lucy sampaikan padamu." Shasya mengerti, Lucy tak akan berbicara didepannya. "Lucy, kau ingin cemilan?" Tawar Shasya.
Lucy mengangguk, "Ma, boleh aku minta dua cemilan?"
"Tentu.. Tunggu sebentar." Shasya bangkit dari duduknya, lalu berjalan menjauh dari Hanna dan Lucy, ia sengaja ingin memberi ruang untuk mereka berdua berbicara. Tak langsung pergi untuk mengambil cemilan, Shasya memperhatikan Lucy dari jauh. Lucy langsung duduk disamping Hanna, lalu mulai berbicara. Entah apa yang sedang ia bicarakan kini, Lucy tampak bersemangat bercerita, ia kerap kali tertawa lepas. Perlahan, air mata Shasya menetes. Perasaannya sedang tak baik-baik saja setelah mendengar penjelasan Hanna tentang apa yang kini sedang dialami Lucy.
"Mommy, apa Mama tak suka jika aku bermain dengan Deon?" Tanya Lucy akhirnya.
Pertanyaan itu membuat Hanna bingung untuk menjawabnya, pasalnya Shasya tak mengatakan apapun tentang itu.
"Kenapa kamu bisa bertanya seperti itu sayang?" Diiringi dengan usapan lembut di pipi mulus Lucy.
"Deon yang mengatakannya." Sambil menujuk ke arah samping. Hanna juga mengalihkan pandangannya.
"Apa Deon sedang disini sekarang?" Mata Hanna langsung berbinar.
"Iya, dia selalu mengikutimu."
Hanna benar-benar terharu mendengar itu, rasanya ia ingin sekali melihat dan mendekap putranya.
"Lucy, katakan pada Mamaku, aku sangat menyayanginya." Ujar Deon sambil tertawa layaknya bocah seusianya.
"Mommy.. Kata Deon, dia sangat menyayangimu." Lucy menyampaikan apa yang dikatakan Deon.
Seketika, air mata Hanna tumpah. Ia menggigit bibir bawahnya agar tak menangis histeris.
"Katakan pada Deon, Mommy juga sangat menyayanginya." Dengan suara bergetarnya, Hanna tak dapat menggambarkan betapa bahagianya ia kini.
Lucy menyeka air mata Hanna. "Berbicaralah kapanpun yang Mommy inginkan dengan Deon, dia selalu berada didekatmu dan mendengar semua yang kau katakan." Kalimat dari gadis kecil itu membuat Hanna semakin tak bisa menahan air matanya. Ia benar - benar terisak kini. Hanna mengangguk cepat, ia mengerti dan akan melakukannya.
"Andai saja, Mommy bisa melihat dan berbicara dengan Deon, sepertimu. Alangkah baiknya." Hanna mengusap kepala Lucy, lalu menoleh ke arah yang tadinya di tunjuk oleh Lucy, sayangnya Hanna tak dapat melihat apapun disana.
"Cemilannya datang..." Shasya kembali menghampiri dengan dua cemilan dan dua minuman di tangannya, lalu meletakkannya di atas meja yang berada didepan mereka.
"Terimakasih Ma," Lucy meraih cemilan dan minuman tersebut dan berlari ke arah tengah taman, lalu duduk lesehan di atas rumput. Meletakkan cemilan dan minuman satunya di hadapannya, selayaknya memberikan itu pada Deon yang padahal tak dapat memakannya.
Hanna menyeka air matanya, walaupun sesekali masih terisak, namun ia mencoba mengontrol perasaannya kini.
Shasya hanya bisa menghela nafas dalam, melihat Hanna seperti itu membuat ia sulit untuk mengungkapkan perasaannya, padahal ada hal yang ingin ia bicarakan dengan Hanna. Akhirnya, Shasya memilih untuk mengurungkannya, tampaknya kini bukan waktu yang tepat.
*
Sedangkan diperusahaan, Rey sedang disibukkan dengan banyaknya pekerjaan yang menumpuk. Pun dengan Raffael yang kini juga sedang ikut memeriksa setumpuk laporan perusahaan bersama Rey.
Akhir-akhir ini, Rey begitu disibukkan dengan urusan pribadi, hingga membuat beberapa pekerjaannya terbengkalai. Dia hampir tak pernah memeriksa perusahaan cabang di London, ia memberi kepercayaan penuh pada wakil Direktur untuk menghandle pekerjaannya.
"Pak, ini beberapa pilihan project baru yang akan dikerjakan tahun ini." Wakil Direktur menyerahkan dokumen yang baru saja diminta Rey.
Rey meraih dokumen tersebut, dan langsung memeriksanya.
"Adakan rapat." Titah Rey kemudian.
"Baik, Pak." Pria paruh baya tersebut langsung bergegas keluar.
"Tak ada masalah, semua laporannya balance." Raffael duduk bersandar sambil melonggarkan dasinya. Sepertinya, ia sedikit kelelahan.
"Emp.." Jawab Rey singkat, sedangkan fokusnya masih tertuju ke arah dokumen yang kini sedang berada ditangannya. Ia membaca halaman per halaman dari dokumen tersebut.
Lima belas menit kemudian, Rey diberitahu kalau rapatnya sudah siap di adakan, dan akan segera di mulai.
Rey dan Raffael beranjak menuju ruang rapat. Kedua pria tampan itu, berjalan bak model. Cukup menarik perhatian para karyawan, tak hanya wanita, para laki - laki pun ikut terpana dengan pesona yang dimiliki kedua pria itu.
"Mereka lebih tampan dari pada di foto yang terdapat dimajalah." Imbuh salah seorang gadis yang tampak terpana menatap Rey dan Raffael.
"Betapa beruntungnya istri - istri mereka." Sahut yang lainya.
Rey memasuki ruang rapat, pun demikian dengan Raffael. Keduanya langsung menempati kursi masing - masing, dan rapat pun dimulai.
Rey melempar dokumen yang tadi diberikan oleh wakil direktur ke atas meja rapat.
Seketika, ruang rapat itu langsung menjadi hening dan menegangkan.
"Apa ini, yang kalian sebut project?" Rey menyeringai dengan sudut bibirnya. "Ini tak lebih dari sampah!" Sarkas Rey kemudian, semua orang - orang langsung menunduk dalam.
Sedangkan Raffael, terus memperhatikan satu per satu dari setiap karyawan yang berada diruangan tersebut.
Tak seorangpun berani bersuara.
"Jika begini, perusahan rugi membayar mahal - mahal untuk tim perancang." Sambung Raffael, lalu ia bangkit dari duduknya dan menghidupkan layar projector.
Disana, ditampilkan project tahun lalu.
"Coba bandingkan, project tahun lalu dan project yang akan dilakukan tahun ini." Imbuh Raffael, membuat para karyawan perlahan kembali mendongakkan wajahnya, lalu menatap layar projector.
"Ada beberapa project yang bahkan sama persis seperti tahun lalu." Raffael meraih dokumen yang tergeletak di atas meja, lalu membuka halaman dimana project yang terdapat disana sama dengan project yang tertera dilayar projector.
Tim perancang langsung gigit - gigit jari, mereka kedapatan basah ingin menyabotase pekerjaan mereka. Sepertinya, mereka sengaja ingin memanfaatkan kelengahan sang wakil direktur. Mereka tidak menyangka, kalau Rey akan datang dan memeriksa kinerja mereka.
Sedangkan sang wakil direktur hanya bisa menganga melihat apa yang terjadi, ia sangat menyesal dan merasa bersalah pada Rey karena kurang teliti dalam bekerja.
"Susun ulang projectnya, aku beri waktu kalian satu minggu." Pungkas Rey, setelahnya beranjak dari duduknya. Meninggalkan ruang rapat dengan wajah penuh amarah.
Melihat Rey pergi, wakil direktur langsung menyusulnya.
Tinggallah Raffael dan karyawan lainnya didalam ruang rapat. Raffael kembali duduk ketempatnya diiringi dengan helaan nafas beratnya.
"Tolong bekerja dengan sepenuh hati, jika merasa berat, kalian bisa mengundurkan diri kapanpun yang kalian inginkan. Karena diluar sana, banyak orang - orang yang berpotensi yang membutuhkan pekerjaan." Ujar Raffael memberi arahan.
"Baik, pak." Jawab serempak para karyawan.
"Aku percaya kalian mampu, jadi tolong tunjukkan potensi kalian, berikan project terbaik di rapat selanjutnya." Lanjut Raffael, setelahnya bangkit dari duduknya.
To Be Continued ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Mutia
Deooonnnnn 🫂
2023-11-13
3
peluk hangat dari sini deon
smngat hanna,,💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻
2023-11-09
11
Alin Norshalsabilla Alkhatir
Lanjut Ka.... n ttp semangat 💪
2023-11-09
5