...(Comment tiap paragraf, ya...)...
...Harap hati" karena typo bertebaran...
...-HAPPY READING-...
Di dalam kamar yang bernuansa pink pastel, Freya menghempaskan tubuh mungilnya usai membersihkan diri dalam kamar mandi. Raganya yang terasa gerah kini menjadi segar, hingga tiba-tiba suara notifikasi pesan ponsel dari seseorang membuat pandangan mata gadis cantik itu teralihkan cepat.
Freya tersenyum manis dengan hati sumringah waktu mendapatkan notifikasi chat dari Angga melalui layar utama di ponselnya. Bersama semangat, ia membuka pola sandinya untuk lekas membalas.
...----------------...
...ANGGARA KAIVANDRA...
[Anggara Kaivandra]
Freya, kamu masih ingat ceritaku tadi gak pas di restoran KFC?
^^^Masih, kok. Kenapa emangnya?^^^
[Anggara Kaivandra]
Nah, besok kamu nebeng sama aku ya? Jangan tolak!
^^^Eh, hahaha! Kok mendadak banget, Ga?^^^
[Anggara Kaivandra]
Hhh, aku gak mau digoda sama setan genit kayak tadi pagi. Kalau ada kamu di belakangku besok, kan dia gak mungkin nyoba nyari kesempatan dalam kesempitan
^^^Ppfft^^^
[Anggara Kaivandra]
Aku punya kamu, masa gampang banget aku terima setan gak jelas itu buat jadi pacarku? Gak, deh!
^^^Hahahaha, haduh! Please deh. Kamu jangan tega" bikin aku ketawa di jam segini, mau larut tau!^^^
[Anggara Kaivandra]
Iya" aku minta maaf. Mau, kan besok pagi aku boncengin pake motor juga pulangnya?
^^^Hehe, aku mana bisa nolak? Sip! Berarti berangkat bareng, nih. Kita hampir jarang ke kampus sama"^^^
[Anggara Kaivandra]
Tuh, kan? Bodohnya aku kita tetangga tapi udah gak pernah berangkat bareng" padahal waktu masih SMA nggak kayak gitu, hahaha
^^^Bener, banget. Apalagi kita udah lebih dari sahabat, alias sebagai sepasang kekasih^^^
[Anggara Kaivandra]
Hahahaha! Yasudah, gih ini udah mau jam 9 malem, tidur jangan sampe begadang. Good night, Sayangku
^^^Good night too~^^^
...----------------...
Rasanya telah mengirim-membalas chat dari pujaan hati yang dicintainya, seakan membuat Freya melayang ke udara bersama semburat rona merah yang tertera di kedua pipi halus chubby-nya.
Mengingat peristiwa cerita random yang dijabarkan oleh antara Angga dan Reyhan, berhasil membuat Freya terkekeh dan terhibur hingga saat ini. Digoda oleh hantu genit? Yang benar saja. Dan tak heran pula jika sampai dirayu-rayu untuk menjadi miliknya seutuhnya, soalnya kedua manusia lelaki itu begitu tampan serta cocok buat menyejukkan mata kaum hawa.
“Hahaha, kasihan banget kalian.”
...‹‹---ℑ𝔫𝔡𝔦𝔤𝔬2---››...
Baru saja ingin pejam mata, Angga terusik pada suara notifikasi handphone-nya yang sialnya lupa ia nonaktifkan mode senyap di pengaturan atas layar. Dengan malas, lelaki tampan itu meraih benda pipihnya yang terletak di atas meja nakas sebelah tempat tidurnya.
“Bocah kunyuk ngapain chat gue malem-malem?”
Jelas banyak sekali rentetan chat pesan dari aplikasi WhatsApp yang belum Angga baca, hingga ia harus membaca setiap kalimat toxic yang telah diberikan oleh sang pengirim.
...----------------...
...REYHAN...
[Reyhan]
P
[Reyhan]
Titisan mbah Dukun Prik!!
[Reyhan]
Mana lo, Setan?! Bales cepetan!!
[Reyhan]
Gue mau ngamok kayak dinosaurus!!!
^^^Ngamuk, kok bilang"? Apaan, Anjir?! Orang juga mau tidur, malah diteror sama ocehan chat gak jelas elo!^^^
[Reyhan]
Hebat bener lo, ye! Seolah olah lo kayak gak punya dosa sama sahabatnya sendiri! Heh, bocah Cenayang! Nih, gara" lo tendang kaki gue pas di kantin kampus, bengkak jadinya!
^^^Lah? Bengkak? Anjay, ngakak gue!^^^
[Reyhan]
Vangke lo emang! Gue fotoin, biar lo harus ganti rugi sama bengkaknya kaki gue!
Foto ☢︎
^^^WAHAHAHAHAHA, ANJIR BIRU CAMPUR UNGU GITU! GUE SARANIN JANGAN DIILANGIN CETAKAN BENGKAKNYA, SOALNYA MAHAKARYA GUE HEBATNYA GAK TERHITUNG^^^
^^^Besok gue tambahin di mata" lo biar persis kayak panda yang sukanya ngemil bambu. Deal, penawaran tidak bisa digugat oleh penolakan^^^
[Reyhan]
Congor lo garing! Gue duluan yang bakal colok mata lo pake sumpit mie ayam kampus! Ini gimana gue besok berangkatnya, Brengsek?!
^^^Yaelah, bengkak doang gak sampe penyok. Bakal sembuh itu paginya. Gak usah lebay, lo itu cowok bukan cewek. Jadi jangan letoy" amat jadi orang^^^
[Reyhan]
Apanya yang letoy?
^^^Batang aset lo, noh! Masa gitu aja dikasih ngerti?^^^
[Reyhan]
Goblok, toxic bgt! Awas lo ya besok di kampus, gue aniaya lo sampe modar
^^^Yakin, Bro? Siap tangan nih buat ngebunuh sahabatnya sendiri? Bakal rela kalau endingnya gue mati? Gak nyesel?^^^
[Reyhan]
Sial, diem lo! Capek juga debat sama cowok yang urusannya sama setan gaje
^^^Apaan? Lo sekarang juga kayak gitu ya! Lagian yang mulai toxic juga, siapa? Kan elo! Jadi jangan salahin gue kalau ikut ikutan^^^
[Reyhan]
Oh, berarti kalo gue nyebur ke telaga lo bakalan ikut nyemplung kayak kodok? Udahlah, males banget gue sama lo! Bye!
^^^Dih, cowok kok baperan^^^
[Reyhan]
Biarin! Daripada lo
^^^Apa? Eh, tadi pas lo fotoin kaki lo yang bengkak itu, lo posisinya lagi telanjang di kamar ya?^^^
[Reyhan]
Edan! Mana ada gue telanjang di luar kamar mandi, heh?! Udah pake baju sama celana, ye!
^^^Ya barangkali. Takutnya kalau lo masih telanjang tanpa sehelai benang pun, diperkosa langsung sama setan cewek yang nginep di rumah lo^^^
[Reyhan]
STRES!!!
...----------------...
Angga meletakkan kembali ponselnya usai mematikan layar sambil mengusap rahang pipinya yang tulangnya ingin bergeser karena banyak tertawa akibat emosinya Reyhan. Sampai lelaki itu merotasi bola netranya ke arah satu pusat pada atensinya.
“Kenapa? Mau naik? Sini,” Angga melambaikan tangannya hanya sekali agar hewan peliharaan yang berbulu hitam lebatnya itu, melangkah cepat dan meloncat untuk menyinggahi atas badannya.
Angga dengan senyuman arti, membelai halus kepala Takeshi. “Makin gembrot aja, lo. Pasti gara-gara gue sogok mulut lo pake obat cacing untuk minum, ya? Pantesan.”
Kucing dengan jenis spesial tersebut, menguap panjang dengan mengeluarkan suara khasnya di depan muka sang tuan majikannya lalu mulai meletakkan kepalanya pelan di atas kedua tangan mungilnya untuk tidur seraya mendengkur keras.
Angga yang mengamati binatang kesayangannya, tersenyum kali ini menampakkan deretan gigi putih yang rapi di bagian atas. Mengelus-elus lembut bulu tubuh sehalus sutra punyanya Takeshi, hingga tanpa sadar kelopak matanya menutup begitupun mulutnya dan lelaki itu pada akhirnya tertidur dengan lelap.
...‹‹---𝔗ℜ𝔒---››...
Sinar mentari yang menyinari dunia telah tiba setelah bulan malam menghilang dan tergantikan menjadi matahari untuk menyambut pagi hari. Angga yang sudah lengkap pakaian kampus serta ranselnya, kini ia sedang menggiring kendaraan motornya ke luar gerbang rumah.
Bukan hanya panas teriknya saja yang melengkapi hari, tapi juga bersama hembusan semilir angin sejuk. Tidak sedikitpun saja orang menjalani aktivitas pagi dengan jiwa semangatnya. Tapi, saat tengah mendorong santai motor, mata Angga tak sengaja terbentur pada Freya yang sepertinya sedang asyik jongkok menghadap belakang sembari mengajak komunikasi ringan dengan Meiko—kucing Persia yang memiliki bulu putih lembut.
Angga yang melihat itu, tersenyum jahil lalu segera melepaskan helm dan ia taruh di atas jok motor. Pemuda itu, sesudahnya melangkah perlahan agar suara hentakan sepatunya tak terdengar oleh telinganya Freya.
Menyentuh kedua pundak kecil milik gadis cantik itu di sekaligus menyentakkan suara Baritonnya yang lumayan kencang. Dan...
“DOR!”
“E-eh dor!!!“ refleks Freya, lalu memutar tubuhnya dengan wajah kaget setengah matinya.
Begitu tahu siapa yang sudah mengagetkan dengan teganya, Freya langsung memukul dada bidang punya lelaki tersebut walau hanya menggunakan tenaga tipis. “Kamu?! Ih, nyebelin!”
Angga yang dipukul dadanya oleh sang kekasihnya, tertawa. “Ngapain? Pagi-pagi udah ngomong sendiri, lagi kesambet?”
“Sembarangan kalau jawab! Aku, tuh cuman lagi fokus ngobrol sama Meiko. Barangkali aku dapet tanggapannya, kamu tahu, kan? Udah semenjak umur tujuh belas tahun sampai sekarang, aku berusaha belajar memahami omongannya kucingku yang kadang pakai batin!”
Angga dengan senyuman lebarnya, mencolek pelan hidung mancung Freya. “Jujurnyaaaa! Suatu saat nanti, kamu pasti bisa ngerti bahasanya Meiko, kok. Sudah, yuk kita berangkat ke kampus? Mau sampai kapan kamu mau di teras rumah terus?”
Freya menghembuskan napasnya lalu mengambil simpul senyum dan mengangguk. Angga yang diberi respons itu, lekas mengulurkan tangannya lembut ke kasihnya kemudian menariknya lembut untuk berdiri.
Ekhem! Ada kasmaran, nih
Mata sepasang kekasih itu mengerjap lalu menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya, ada seorang pria paruh baya—Lucas yang mungkin sedari tadi memperhatikan dari sikap hangatnya Angga terhadap putri semata wayangnya.
“Eh? Selamat pagi, Om. Angga gak tahu kalau dari tadi Om Lucas berdiri di tengah pintu, ehe.”
Lucas yang posisinya menyandarkan bahu di samping pintu rumah, terkekeh geli. “Santai, mau ke kampus?”
Angga dengan senyum ramahnya, menjawab pertanyaannya Lucas, “Iya, Om. Hari ini Angga mau berangkat bersama Freya. Boleh, kan?”
“Alah, gak masalah! Sekalipun kamu mau nikahin Freya, Om sama tante Rani tetap restui sebagai mertua-mu.”
Freya maupun Angga melotot sampai tertinggal pipi mereka yang saling merah merona, tak menyangka pria itu justru berkata seperti ini tanpa berat hati. Mana mungkin mereka berdua tidak sampai malu? Pastinya iya.
“Ayah! Pagi-pagi udah ngomongin soal nikah aja, tuh mukanya Angga sampai jadi kayak gitu.” Rani yang telah muncul dari belakang pundak suaminya, memukul pelan lengan tangan Lucas.
Angga meneguk ludahnya lalu membasahi kesemua bibir dengan lidahnya bersama perasaan yang gusar. “Eeee, Angga mau fokus kuliah dulu, Om. Soal ajak menikah, pasti esoknya akan ada waktunya.”
“Cowok yang bijak! Tante suka banget dengan cara prinsip brilian kamu,” puji Rani, memberikan acungan jempol pada kekasih dari anaknya.
Angga yang diberikan pujian manis tersebut pada wanita paruh baya berusia 40-an tahun, tersenyum singkat lalu menghampirinya untuk menyalami tangan dari kedua orangtuanya Freya sebelum berangkat ke gedung Dhambaswa Aksara.
“Angga dan Freya berangkat ke kampus dulu, ya?” pamitnya sambil menatap wajah Lucas serta Rani secara bergiliran.
Ibunya Freya, tersenyum lembut dengan mengelus lengan tangan Angga yang terbalut kemeja biru awan. “Iya, hati-hati dijalan, ya? Mengendarai motornya jangan pakai kecepatan yang maksimal, bahaya. Apalagi di jalan raya banyak truk yang melaju, kan?”
“Iya, Tante. Angga pasti berhati-hati dijalan sampai ke kampus, tenang saja.“
Freya yang melipat tangannya di dada dengan bibir mengerucut begitupun kedua matanya yang menyipit, menatap sang ibu bersama agak sinis. “Anggara doang, nih yang diperhatiin? Anaknya sendiri, enggak?”
Angga tertawa geli pada kecemburuannya Freya terhadap Rani yang memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri, terlebih lagi wanita itu layaknya lebih memperhatikan keselamatannya dibanding gadis jelita tersebut, padahal saja tidak mungkin.
“Duh, anaknya yang Mama sayangi dan cintai! Hati-hati dijalan sana sama Angga, yaaaa? Ingat, jangan berbuat sesuatu yang bikin Mama dan ayah khawatir, oke?!” ucap Rani, lalu mengecup kedua pipi tembam dan keningnya Freya dengan penuh rasa kasih lembut sebagai ibu.
Freya yang disumbangkan kasih sayang nang telah Rani lakukan padanya, terkekeh. “Freya gak cemburu, ya?”
“Masa? Padahal dari mukanya kelihatan jelas banget, masa langsung ngelak gitu aja?” ujar Angga, tak percaya seraya tangannya menyisir bulu lebat Meiko yang sedang tidur nyaman di paving pekarangan rumah.
“Ih, malah gak percaya!”
Rani dan Lucas yang mendengar rengekan putrinya, lekas mengudarakan tawanya tanpa sengaja. Ditambah lagi Freya sampai kembali bersedekap di dada dengan menggembungkan pipinya hingga terciptalah kesan wajah yang imut tersebut.
...‹‹---𝔗ℜ𝔒---››...
Suara mesin beberapa kendaraan yang berlalu-lalang tentu meramaikan jalan raya di kota metropolitan ini. Embusan angin yang meniup tenang pepohonan nang berdiri tegak, semakin membuat Freya menyempurnakan senyuman bibir di wajah cantiknya apalagi ditambah ia berboncengan dengan kekasihnya yang diam dan fokus nyetir motor.
Tapi panggilan dari Angga yang tak menutup kaca helm, sukses membikin Freya mencondongkan badannya agar bisa mendekat sedikit di suara lelakinya. “Kenapa, Ga?”
“Itu, tadi ayahmu tiba-tiba ngomong soal aku nikahin kamu. Aku langsung gelagapan terus bingung mau jawab apa, mana mendadak gitu, kan?” oceh Angga.
Freya yang mendengar ujarannya sang pujaan hati, tertawa halus. “Aku tadi juga kaget pas ayah ngomong kayak gitu, tapi emangnya kamu mau nikahin aku?”
Pertanyaan Freya yang terdengar sensitif, berhasil membuat Angga menepikan motor Vario-nya di pinggir jalan dengan secara cepat dan mendadak, hingga gadis yang ia bonceng terperangah setengah mati sampai helmnya menubruk punggung lelaki tampan tersebut.
“K-kenapa sih, Ga?! Main asal serong ke pinggir aja!” pekik Freya, sambil menyentuh bagian helmnya.
Gadis jelita itu memperhatikan Angga yang malah mencabut pengait helm lalu melepaskannya dari kepala, ia taruh di atas speedometer motor hitamnya. Kemudian kekasihnya Freya mulai menatap dirinya yang masih perlu mengontrol kondisi detak jantungnya.
“Kan, tadi kamu nanya itu. Coba sekarang aku tanya balik ke dirimu. Memangnya, kamu mau jadi istriku?” Angga menginterogasi, dengan posisi kedua tangan bertengger di tepat atas helm.
DEG DUAR
Pertanyaan macam apa, ini? Apalagi di sela-sela perkataan yang bernada tanya itu, Angga sambil tersenyum tanpa berpaling wajah dari Freya yang justru bukan menjawabnya, melainkan netranya terbelalak cukup lebar, melongo, dan jangan tinggalkan suara detak jantungnya yang berdebarnya merajalela.
“H-ha ...?”
Angga yang masih setia memperkukuh tatapan teduhnya di aura wajah tampannya, sekarang menampakkan gigi bersihnya yang berderet rapi di bagian atas. Meninjau ekspresi tersentak gilanya Freya, bahkan pipi-pipinya balik muncul kemerahan karena tersipu malu.
Dengan hati ramah nan tulusnya, Angga menghela napas lirih lalu menggenggam lembut telapak tangan gadisnya. “Gak usah direspon jika kamu bingung jawabnya. Kita ke kampus sekarang, ya?”
Setelahnya, pemuda itu kembali memakai helm tak lupa mengunci pengaitnya. Tapi sebelum menyalakan mesin motor, ia meletakkan sepasang tangan Freya di tiap pinggangnya. “Jangan lupa pegangan, nanti bisa terbang kebawa kencang hembusan angin.”
Gadis lugu itu hanya mampu mengangguk dengan kaku, perasaan hati ini sangat begitu tersipu! Bagaimana bisa Angga memberikan segelintir pertanyaan yang sanggup membuat Freya tak bisa berkata-kata? Ia mulai meneguk salivanya bersama susah payah waktu kekasihnya hendak melajukan mesin motor matic untuk pergi meninggalkan kawasan.
Hingga di perjalanan menuju kampus, Freya masih diam dengan raut wajah gusar tak karuan. Kejadian tadi benar-benar membuat ia dimabuk cinta, apalagi kedua telapak tangannya yang masih menempel di pinggang Angga untuk tetap berpegangan selama belum tiba di gedung universitas tersebut, basah entah apa akibatnya.
Sementara Angga sendiri yang iris abunya fokus menatap jalan di depan dengan motor yang ia kendarai, relung kalbunya tertawa geli setelah mendapatkan timbulnya ekspresi bengong dari Freya. Rasanya ingin sekali pemuda Indigo itu mempermainkan kedua pipi tembam pujaan hatinya saking bikin gemasnya.
...‹‹---𝔗ℜ𝔒---››...
...Kan, tadi kamu nanya itu. Coba sekarang aku tanya balik ke dirimu. Memangnya, kamu mau jadi istriku?...
Pertanyaan itu yang menurutnya Freya frontal, membuat ia tak bisa berhenti berpikir. Apalagi bayangan suara tulusnya Angga tetap membekas dibenaknya, astaga ini detak jantungnya dari tadi tidak mau mengontrol dengan normal, tambah lagi gadis itu terus memainkan jari-jemari lentiknya di atas meja ruang kantin gedung kampus yang terbuka.
Menyeduh Pop Ice rasa cokelat melalui sedotan dengan penuh nikmat, tiba-tiba fokus Angga teralihkan dari lembaran buku materi tebalnya ke Freya yang pandangan matanya terlihat kosong di sebelahnya.
Pemuda tampan itu segera meletakkan cup mediumnya lalu menutup buku yang sedang ia baca. Angga jelas tahu apa yang sedang gadis tercintanya pikirkan saat ini, sebenarnya bukan hanya saat ini saja, tapi sedari tadi.
“Heeeei, jangan ngelamun.” Lamunan Freya tatkala auto membuyar kilat waktu kekasih hatinya membelai-belai puncak kepala gadis jelita itu dengan sekaligus suara nada Bariton yang dimiliki lelakinya.
Mata Freya mengerjap beberapa kali, menatap bola mata menawan kekasihnya. “A-aku gak ngelamun, kok!”
“Masa? Kalau emang enggak, itu di makan mie gorengnya. Nanti keburu gak enak karena kena angin, atau mau aku suapin aja?” tawar Angga dengan senyum jahil.
Freya dengan cepat, menggelengkan kepalanya untuk menolak dari tawaran lelaki tampannya. Ia segera meraih garpu yang ada di atas piring mienya. “Ngapain disuapin? Orang aku masih punya tangan yang utuh!”
“Santai, dong. Jangan ngambek kayak gitu,” ucap Angga sambil menarik gemas pipi kanan mulus yang dimiliki kasih hatinya.
Dengan buru-buru tanpa menghilangkan perasaan yang masih tersipu malu dan gusar akan perilakunya Angga, Freya melahap mie gorengnya. Sampai akhirnya...
“Uhuk-uhuk! Duh, uhuk!” Lelaki pemilik indera keenam itu, otomatis membelalakkan kedua matanya saat mendapati Freya terbatuk-batuk keras karena tersedak oleh makanannya sendiri.
“Ya ampun, pelan-pelan makanya!” timpal Angga, lalu segera mengambilkan es jeruk yang dipesan kekasihnya. “Nih, di minum dulu. Suruh siapa makan cepet-cepet? Emangnya lagi ada balapan, apa?”
Tanpa menjawab, Freya meraih gelas dinginnya yang disodorkan oleh Angga dan segera meneguknya gesit untuk menghilangkan serat di tenggorokan. Belum juga lenyap rasa sakit di bagian kerongkongannya akibat tersedak makanan hangat tadi, gadis itu justru protes pada kesalahannya sendiri.
“Uh, bumbu cabenya nyelekit banget di tenggorokan!” rengeknya dengan refleks mengibaskan bibir seraya memejamkan erat matanya.
Di lain sisi waktu Angga mengusap punggung mungilnya Freya, ingin sekali ia mengudarakan tawa karena melihat ekspresi panik nan kesalnya akibat kesalahan yang tak sengaja dilakukan kekasihnya. “Iya-iya, di minum dulu es jeruknya. Entar kalau sampai habis, aku pesankan lagi.”
“Uhuk, hmmm!” Freya kembali memungut gelas minuman dinginnya lalu lekas meneguknya yang kali ini perlahan-lahan. Hingga pada ujungnya, rasa serat dan sakit di tenggorokannya gadis itu menghilang.
Angga cengengesan. “Sudah lega?”
Dengan bibir polesan lip-balm yang ia kerut akibat malu pada tingkah konyolnya didekat Angga, Freya melirikkan manik netranya lalu menganggukkan kepala. “Makasih ...”
Lelaki itu tersenyum lalu bertanya, “Kamu kenapa, sih? Salting banget sama aku hari ini.”
Freya kembali melebarkan matanya lalu mendengus sebelum memalingkan mukanya ke sembarang arah. “Kamu, kan cowok Indigo. Pikir sendirilah!” Gadis itu sekarang bertambah kesal, karena bisa-bisanya Angga bertanya seperti barusan. ‘Sok bodoh, padahal dia pasti tahu alasan aku kenapa gini! Dasar, lelaki menyebalkan.’
“Tapi, kan meskipun aku nyebelin, aku juga bikin ngangenin? Ya, gak? Ya, gak?” omong Angga dengan penuh percaya diri, sambil menaik-turunkan satu buah alis tebal hitamnya.
Freya yang menggembungkan pipi, semakin membuang pandangan dari kekasihnya. “Hih, ngangenin gimana? Biasa aja, tuh!”
Angga membuka mulutnya tipis lalu berubah menyeringai ke arah Freya yang masih tetap alihkan wajah, ia menyenggol pelan lengan tangan gadisnya. “Masa?” Dengan suara cengengesan andalannya, pemuda itu lekas menyongsong total badannya dihadapan Freya. “Kalau misalnya aku tinggal kamu pergi jauh, pokoknya jauh banget sampai kamu susah gapai buat temuin aku! Kamu bakal rindu, gak?”
“Kamu ngomong apa, sih?! Jangan ngada-ngada, deh! Ini maksud dari cara pertanyaanmu, aku ditinggal mati?” Bersama raut gelisah-gegana, Freya ikut menyerong badan dan menatap tajam Angga.
Lelaki Indigo itu yang tadi tersenyum berseri, dipudarkan oleh kekasihnya sendiri akibat dari pertanyaan yang nyolok tersebut, bola matanya membelalak kaget. “Alamak! Siapa yang mau ninggalin kamu mati?! Negatif, nih pikirannya.”
“Terus apa? Kamu aja kuliah di negara Indonesia, bukan di negara lain! Berarti, pas kamu udah resmi jadi dokter? Menjalankan tugas penting yang sibuk untuk mengurusi pasien sebagai dokter di rumah sakit luar negeri? Yang benar ajalah!”
Angga yang tak bisa menahan tawanya, akhirnya mengudara sampai membuat Freya terjengit kaget. Padahal gadis itu sudah bertanya dengan serius, ia malah puas menertawakannya. “Maksud kamu apa, Cantikku? Aku belum tentu besok berprofesi jadi dokter seperti apa yang dirimu pikirkan. Mentang-mentang aku mengikuti fakultas kedokteran di kampus ini, ya?”
Mata gadis itu mengerjap pelan lalu menipiskan bibir dan kedua bahu kecilnya merosot untuk memilih diam, namun setelahnya si Freya menolehkan kepalanya dengan wajah setengah melas serta setengah sebal. “Jangan diulangi lagi!”
Angga memiringkan kepalanya, bingung. “Jangan diulangi yang apa? Aku lagi males gunain kekuatan Indigo-ku, jadi silahkan jawab, hehehe.”
“Dipake, dong! Aku sungkan jawab, mana tadi pagi mendadak banget, lagi. Untung belum sampe jantungan!” sewot Freya, lalu kembali ngambek seperti semula.
Kerutan halus di kening Angga terukir di sana walau terhalangi oleh rambut hitamnya, hingga tak berselang menit kemudian lelaki itu paham apa yang dimaksud. “Oh! Itu, toh? Hahahaha, pantesan mukanya kenceng amat.”
“Jahat, ih! Mendadak itu, kan gak baik. Syukur organ jantungku masih sehat, coba aja kalau enggak? Udah pasti langsung amblas!” rutuk Freya.
Angga tertawa dengan tangan melumas ujung kepala pujaan hatinya. “Oke-oke. Jadi, Sayang? Kamu itu marah sama aku karena mendadak berhenti dipinggir jalan, atau karena aku ngasih pertanyaan ambigu itu ke kamu?”
“Dua-duanya, puas?!”
“Loh, tambah galak? Udah dong, entar wajahnya tambah cantik.”
Freya mendengus. “Kamu-nya juga yang bakal suka!”
Kekasihnya dari gadis Nirmala tersebut, menekuk mulut lalu menempelkan batang sedotan plastik di tepat bibir manisnya Freya. Ia pun segera mengetahuinya jika Angga tengah menyodorkan cup minumannya. “Aku pernah cari pengetahuan di Google, kalau cewek posisinya sedang marah, pasti lagi butuhin coklat buat ngembaliin goodmood yang di surutkan sama moodbooster.”
“Idih, itu punyamu. Lagian aku udah pesan es jeruk, buat kamu saja biar jalan pikiranmu tetap lurus, enggak belok!”
Bukannya redup akan hatinya Angga karena disentak mulu oleh Freya, ia malah membesarkan cahaya kalbunya terutama senyuman di bibirnya. “Nggak apa-apa. Di minum aja punyaku sampai habis, biar nanti aku pesan lagi di stan. Tenang, gak ada bakterinya, kok.”
“Bisa aja,” Pada akhirnya dengan nada yang berubah standar, Freya menerima cup medium transparan itu dan meneguk cokelat dingin yang dimiliki kekasihnya.
Angga kemudian meletakkan kedua tangannya di atas meja, walau salah satu dari tangan itu menopang dagu. Bola netra yang mengamati pana Freya, ia rotasi ke atas dinding ruang kantin. “Berarti bener, ya? Tuhan gak salah menciptakan hamba wanitanya yang pemarah.”
Freya yang asyik menyeduh minuman cokelat nikmat itu, mengerutkan jidat pada ucapannya Angga. Terdengar lirih, namun masih mampu ia dengar, hingga gadis jelita ini membelokkan lirikan matanya ke atensinya.
“Coba saja kalau Tuhan nggak nyiptain kaum hawa yang pemarah, emosian. Pasti kaum adam bakal suka bersikap nyeleneh sama mereka, kan gitu biar cowok kapok dan takluk dengan cewek. Apalagi, cowok selalu salah di mata indah cewek,” ulas Angga.
Freya menyipitkan rongga matanya. “Kamu nyindir aku?”
“Ha?” Angga melepaskan topangan tangan dari dagu, lalu kepalanya balik menoleh ke arah Freya dengan gelengan mantap. “Siapa yang lagi main sindir? Perasaan kamu aja kali, aku ngomong gitu, kan emang sesuai nyata.”
“Sudah jelas-jelas nyindir, masih aja bohong! Emangnya kenapa kalau aku pemarah sama emosian? Ih, nyebelin!” Hati Freya yang belum sepenuhnya lunak, makin tersulut sampai gadis itu merengek sambil memukul-mukul bahu Angga pakai kedua tangannya sekaligus.
“Aduh! Aduh! Jangan dipukul! Sakit, loh!” protes Angga, kendatipun ia tertawa pada kekesalan wajahnya Freya.
Freya semakin menambah kecepatan pada pukulannya dengan merengek jengkel. Kekasihnya itu sekarang di tahun ini memang sangatlah tengil sekaligus menyebalkan, beda dari tahun-tahun yang sebelumnya. Lagipula Freya tak akan naik pitam bila bukan Angga yang memulai rondenya.
Di sisi lain, koridor kampus. Reyhan nampak kebingungan pada kesemua mahasiswi junior yang heboh menunggu giliran. Ya, mereka terlihat antri kepada lelaki Friendly itu yang ingin meminta nomor telepon darinya.
“Iya, satu-satu dulu! Entar pasti semuanya kebagian nomer WhatsApp Abang, kok! Nah, sini kamu dulu, Dek.”
Sudah seperti selebriti yang dikepung oleh penggemar beratnya, kan? Reyhan saja sampai berisik mendengar riuh gembira dari para mahasiswi bawahannya itu. Hingga pada akhirnya ia selesai juga memberikan nomor kontak teleponnya ke mereka semua, begitu melelahkan.
Tapi bagi Reyhan hal itu tak ada masalah, karena artinya ia adalah salah satu mahasiswa yang penuh dengan famous dan kebanggaan di dalam gedung Dhambaswa Akshara. Bukannya sombong, ia hanya bersyukur saja karena di sini Reyhan tak menemukan musuh baru yang mengganggu kehidupannya selama mengikuti fakultas di kampus.
Sementara lagi, Angga yang sedang pasrah dipukul keras oleh tenaga kecilnya Freya, pandangan matanya tertuju pada sosok sahabat lelakinya yang tak letih melemparkan senyuman ramahnya kepada para mahasiswi junior. Sementara sang kekasih, tak ada henti-hentinya memukul untuk melampiaskan sebalnya.
“Eh, stop-stop!” interupsi Angga, sambil menahan kedua lengan tangan mungilnya Freya.
“Apa, stop-stop? Udah kapok sama yang tadi?!” Inilah, Freya masih saja belum membuang hati kesalnya dan tatapan tajamnya dari Angga.
Lelaki itu segera menghadapkan tubuh Freya ke depan lalu menunjuk posisi Reyhan yang tengah banyak dipuji-puji. Gadis itupun langsung meletakkan pandangannya di sesuai arah tudingan Angga, menatap sahabat humorisnya. Namun, di situ juga terdapat Jova yang melangkah santai dengan kedua tangan ia masukkan di dalam sepasang kantong saku celana jumpsuit-nya.
“Oh my gosh, bentuk pemandangan meresahkan apa ini?” Gadis Tomboy itu menghentikan jalan tenangnya saat kontak matanya tersita oleh suatu visi yang ramai di depan bagian sebelah kirinya.
Akhirnya gue bisa berhubungan chat nanti sama kak Reyhan, asyiiiiik !
Makasih banyak, Kakak Reyhan Ivander Elvano yang gantengnya kayak orang Inggris! Hehehehe
Miss you, deh pokoknya sama Kak Reyhan! Andaikan aja belum punya pacar, pasti aku gambang banget masuk ke hatinya Kakak
Mendengar pujian yang membuat hati Jova terbakar walau itu hanya cuma para gadis juniornya nang memuji besar-besaran ke Reyhan, refleks meremukkan permen loli bulat rasa anggurnya yang ada di dalam mulut lalu menghempaskan tusuk manisan makanan kecilnya hingga jatuh di lantai koridor, sebelum Jova menghampiri segerombolan tersebut.
“Ayang cintanya aku!”
Mata Freya dan Angga yang di sana melotot terkejut nan mulutnya terbuka lebar saking tak menduganya bahwa Jova memanggil Reyhan dengan sebutan romantis seraya melompat kencang ke punggung kokoh pemuda itu. Sebenarnya bukan hanya sepasang pacar itu saja yang tercengang, tetapi juga Reyhan.
Beruntung saja Reyhan sigap dengan pertahanannya pada Jova yang mendadak meloncat ke punggung kokohnya, lalu setelah itu ia menoleh ke gadisnya. “Kamu ngapain?”
Perempuan berambut cokelat jenis carob yang modelnya digulung rapi itu, memanyunkan bibir dengan melempar tatapan mata di wajah manjanya. “Kamu ngapain juga di sini, Ay? Aku nyariin kamu, loh. Eh .. kok malah sama fans-fans cewek Fanatik-mu? Kenapa, udah gak sayang?”
“Enggak, dong. Aku tetep sayang banget sama kamu, malahan bukan hanya sayang ...” Reyhan menghentikan kalimatnya lalu bibirnya mengecup singkat serta manis di pipi mulus kekasihnya. “Tapi, juga cinta.”
Bukannya merasa geli pada tingkah lancangnya Reyhan, Jova malah tersenyum bahagia lalu kedua tangannya bergelayut manja di leher lelaki humorisnya. “Aaaaa, co cwit. Makin loving you, deh samamu!” Usai itu, ia membalas lembut kekasihnya dengan memberikan sebuah ciuman mesra di pipi kanan Reyhan.
Para mahasiswi junior yang melihat adegan romantis itu, langsung menciptakan karya ekspresi masam di mukanya masing-masing, bagaimana tahan mereka menonton kemanisan yang dilakukan sejoli tersebut? Sedangkan seperti Angga dan Freya, saling mematung kaget waktu pandangan matanya fokus ke semua sahabatnya, bahkan insan bertetangga itu sampai melongo tak percaya.
“Dosa, gak ya mataku lihat kayak gitu?”
“Anjir, buset! Main nyosor-nyosor aja di tempat umum. Gak sadar apa, ya kalau ini masih di kampus?” imbuhnya Angga setelah Freya.
...Yes! Peka juga nyatanya lo, Rey. Emang the best banget, sih kalau gini, ahahahahaha...
Angga yang menangkap suara hatinya Jova, tertawa pelan waktu hendak ingin memasukkan gorengan hangat ke dalam mulutnya. Meskipun jarak itu begitu jauh, tapi ia dengan luar biasanya masih sanggup menerima ungkapan relung batin sahabat perempuannya.
“Oh, itu toh maksudnya? Pantesan aja!”
Freya mengedipkan matanya beberapa kali usai menengok ke arah kekasihnya. “Kenapa?”
Lelaki itu berbalik pandang ke pujaan hatinya lalu tersenyum lebar seraya menyipitkan kedua netra. “Kamu gak tau maksud Jova kayak gitu, ya ke Reyhan? Itu si para fans-fans sahabat cowok kita cuman mau dipanas-panasi doang sama Jova. Kocak gak, tuh?”
“Lah, iya?! Pft, hahahaha!” Akhirnya Freya sekarang tertawa kembali setelah kalbu kecil punyanya dibuat kesal oleh sang Anggara Veincent Kaivandra.
“Ya, kan? Jadi cewek posesif amat, untung gak lagi kedatangan bulan sebagai tamu pribadinya. Coba aja kalau hadir, udah pasti diamuk-amuk, tuh semua fans Reyhan sama Jova. Bahaya lagi kalau sampe dibanting.”
Freya menepuk ringan bahu kokoh Angga tanpa menghentikan tawa halusnya. “Gak mungkin, lah kalau sampai dibanting. Nanti bisa-bisanya Jova kena kasus Kriminal.”
“Hahahaha! Iya juga, sih.”
Jova yang masih belum turun dari punggung Reyhan, menatap tajam kesemua mahasiswi junior itu. Wajah yang suram membuat gadis itu tersenyum kemenangan, memanasi hati personel itulah ahlinya Jova.
“Dengerin, ya kalian. Reyhan Ivander Elvano itu sudah mempunyai pasangan hidup, tahu? THIS IS MINE !! Jadi, lo semua jangan nyoba berani ngerebut hati pacar gue, dari gue. You understand?! Udah puas, kan minta nomer pacar tampan gue? Sekarang, go. Oke?”
Salah satu dari mahasiswi itu, mengerucutkan bibir. “Kak Jova, ih! Ngusir kami udah kayak pak kyai yang lagi nge-ruqyah pasiennya yang dirasuki jin.”
“Tapi dapet nomer WA-nya kak Reyhan udah bersyukur banget, sih. Galak banget, Kak Jovata! Padahal siapa yang mau jadi pelakor?!” protes lainnya.
Pandangan bola mata Reyhan maupun pula Jova yang sebelumnya terkontak pada kesemua mahasiswi di hadapannya, sekarang tertuju kepada Freya dan Angga yang sibuk menertawakannya. “Damn, malah diketawain!”
Sepasang kekasih itu yang menetap diri di dalam kantin dengan duduk di kursi secara bersebelahan, menyetop tawa gelinya seketika waktu mereka dilemparkan tatapan bombastic side eye dari Jova-Reyhan. Menusuk, sampai membuat mereka berdua langsung menyibukkan diri yang mana Freya menyedot minuman es jeruknya, dan Angga yang gesit membuka lembaran buku teori tebal untuk membacanya.
Reyhan kembali menoleh ke arah para mahasiswi junior itu dengan senyum ramah, walau terdengar suara cengengesan. “Ehehehe! Abang sama Jova pergi dulu, ya? See you, semuaaaa.”
“Dadah, Kak Reyhan!”
Di pertengahan itu, Jova sedikit demi sedikit menjulurkan lidah dari samping sudut bibir dengan kedua bola ia naikkan ke atas untuk mengejek junior bawahannya. Hal tersebut membuat mereka mendengus sebelum Reyhan melangkah sambil membawa gadisnya pergi dari sana.
Angga yang melihat kedua sahabatnya datang ke kantin dan menghampiri mejanya, menutup buku tebalnya lalu mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Jova di mana gadis Tomboy itu masih menempel di punggung Reyhan.
“Rey, sejak kapan lo piara monyet betina? Mana gede, lagi yang lo pelihara. Tuh, juga! Rambutnya digulung kayak mawar, spesies langka pasti. Harganya berapa?”
Freya tersenyum getir sambil menatap muka jahil Angga, lelaki itu ingin membuat perkara baru ke Jova? “Eh, Ga! Diamuk sama Jova, aku gak mau nanggung, loh ...”
“Lah, emangnya apa hubungannya monyet betina sama Jova?” Reyhan yang tak paham maksud ucapannya Angga nang seolah menyindir, melongok kepalanya ke belakang hingga ia mengerti. “Oh, my ...”
Jova yang yakin jika Angga sedang menyindir dirinya, lekas menyingkir dari punggung kekasihnya lalu turun. Ia merasa amat tak terima pada ledekan dari sahabatnya, hingga membuat gadis itu tidak segan-segan melayangkan garpu aluminium yang ada di khusus tempat alat makan ke arah muka Angga.
“Eak, kagak kena!” serunya, saat berhasil mengelak dari serangannya Jova dengan cara memiringkan badan.
Gadis Tomboy itu yang semakin berang, mengangkat satu tangannya setinggi muka dengan menatap garang Angga. “Cowok Baji-” Belum selesai mengumpat bersama ucapan mutiaranya, mulut Jova telah duluan disumpal oleh sahabat Indigo-nya menggunakan risol mayo.
“Enak?” tanya Angga, dibalas anggukan oleh gadis cantik miliknya Reyhan.
“Yaudah, sini duduk,” lanjutnya dengan menyuruh Jova untuk duduk di kursi tepat depannya Freya.
Sementara Freya sendiri posisinya, cekikikan bersama kedua telapak tangan menutup mulut. Reyhan juga ikut ambil duduk di kursi terakhir di hadapannya Angga, bersesuaian bangku kantin tersebut tersedia ada empat. Cukup untuk sekelompok remaja beranjak dewasa itu duduki dengan lengkapnya.
“By the way, lo kayak artis, ye. Banyak dari kalangan mahasiswi di sini minta nomer telepon lo. Padahal juga, wataknya barbar kayak kucing oren yang gak dikasih makan-minum sama majikan, hahahaha!” ledek Angga.
Reyhan yang akan menikmati rasa lezat dari sate telur puyuh bacemnya, mengurungnya tatkala lalu menggebrak meja dengan kepalan tangannya. “Heh, napa emangnya kalau banyak yang minta no WhatsApp gue? Syirik, lo?!”
“Dih! Uwek-uwek, gue sampe syirik sama orang gerangan kayak lo! Padahal nanya doang, situ malah ngegas. Lagi PMS, kah?”
“Cowok gak ada yang namanya PMS, Goblok! Gue colok juga, nih mata lo lama-lama pake tusuk sate, biar picek sekalian kalau perlu!” ancam sahabatnya Angga, dengan sengaja menyembulkan nada oktaf tingginya.
Freya yang mendengar ancaman ngeri dari Reyhan, mendesis takut dengan menampilkan raut selit. “Ih, kamu serem banget ...”
“Dibilang juga apa? Tuh, dia terlalu kebanyakan main PS soal game Thriller psikopat gitu,” ujar Angga, memiringkan kepalanya untuk dekat ke Freya.
Kemudian, lelaki tampan itu mengembalikan posisi badan lalu menatap mata Reyhan yang bola netranya juga meninjau dirinya. “Rumor gue baca di internet, Tuhan pasti menciptakan kemarahan kepada hamba wanitanya. Nah, gue sekarang jadi curiga sama lo, Rey.”
“Curiga kenapa?” tanya Reyhan, bingung sembari mengunyah telur puyuh bacemnya.
Angga membuang napasnya dengan panjang. “Dulu waktu tante Jihan ngelahirin lo ke dunia, tubuh lo yang masih bayi merah kena samber bledek petir dari langit. Secara, saat perut nyokap lo di USG sama dokter, diketahui langsung jenis kelaminnya, cowok. Nah, karena pas brojol terus kena sabet petir itu tadi, makanya sifat lo jadi persis kayak cewek, tukang ngamuk dan pemarah!”
Reyhan yang saking terkejutnya pada penjelasan oceh panjang-lebar dari Angga, sampai refleks menjatuhkan biting tusukan sate makanannya dari mulut. Sedangkan seperti kedua gadis yang duduk bersama para lelaki tampan itu, tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawabannya Angga yang sama sekali tak masuk logika.
Cukup sudah, Reyhan dibuat emosional pada Angga waktu di online kemarin malam. Kini di offline, pun tidak ada bedanya, sungguh membuatnya naik darah maksimal. “Demit alas Serangga bau kentut! Gue tendang juga pala lo, ya!?”
“Elo kira, gue samsak tinju?!”
Freya mengusap sudut air matanya akibat terlalu banyak ketawa, ulah konyolnya antara mereka berdua membuat ia terhibur sangat meskipun diluar nalar. “Duh, Anggaaaa. Kamu ada masalah apa, sih? Tadi Jova yang kamu ledek, sekarang gantian Reyhan?”
“Anggara gitu, lho,” ucapnya, membusungkan dada seraya menepuk-nepuk pakai tangan dengan percaya dirinya.
Jova yang melihat tingkah songong sahabat lelakinya, auto mencibir. “Dih, perebut gaya! Sombong, hu!”
Angga mengernyitkan kening lalu menegakkan badan dan menatap sahabat Tomboy-nya dengan sinis. “Masih mending cuma perebut gaya, lah kamu? Pencopet jajanannya Novaro sampe perang tempur, padahal udah resmi jadi mahasiswi tapi kelakuannya masih kayak anak kanak-kanak. TK, Anjay!”
“Cowok Makhluk Sakral Maut! Nih, makan!” Dengan hati dongkol setengah hidup, Jova melayangkan gigitan risol mayo-nya ke arah tepat wajahnya Angga.
Tapi, lagi-lagi sasarannya gadis itu meleset saat Angga dengan gerakan kilatnya melindungi muka dari makanan hangat tersebut bersama bukunya. Pemuda tampan itu, kemudian menurunkan buku materi kedokterannya sambil memperlihatkan wujud ejekannya ke Jova di mana ia menjulingkan bola mata sekaligus menjulurkan lidah.
Bagaimana tidak mengerang murka? Jova dengan tampang sengitnya, langsung beranjak dari tempat duduk sambil menuding kencang sahabatnya. “Gue tuntut, lo!”
“Eh, mampus ikan megalodon beraksi!”
Usai mengucapkan itu, Angga langsung cepat pergi dari kursi lalu berlari sekencangnya meninggalkan kantin tanpa buku ia bawa. Jova yang tak mungkin membiarkan lelaki tengil itu kabur dari hadapannya, segera mengejarnya dengan langkah besar. Dirinya harus cepat menangkap sang sahabat untuk diberikan pelajaran.
“Hahahaha! Dasar Pendek, lambat kayak siput, Galak kayak kak Ros-nya Upin-Ipin, seperti itulah seorang karakter SABLENG JELEK!!!” caci Angga, sembari tetap berlari sekencang halilintar di depannya Jova.
“Anggaraaaaaaaa!!! Awas aja kalau nanti ketangkep, gue masukin lo ke dalem lubang buaya! BERHENTI GAK LO, HAH??!!”
“Bodo amat, tangkap aja kalau bisa!”
“OKE!!!” seru Jova, semakin mempercepat langkahnya ke jarak jenjangnya Angga.
Reyhan dan Freya yang melihat adegan lari-larian maraton itu, hanya melongo memperhatikan mereka berdua. Tak terduga juga usia membawa kehidupan yang baru, Angga. Perbedaaan antara tahun lalu dan sekarang sangatlah berbanding jauh, kemungkinan besar ia telah terbebas dari kekangan masa lalu gelapnya.
“Dunia serasa terbalik gak sih, Rey? Dulu waktu masih SMP dan SMA, kamu yang selalu buat biang kerok ke Jova sampai berakhir debat gak jelas. Lah, sekarang gantian Angga pas kuliah, ya ampun ...” ungkap Freya.
Reyhan menjatuhkan pantatnya di kursi setelah berdiri secara refleks tanpa menoleh ke arah sahabat perempuan polosnya yang duduk di belakang tubuhnya. “Bagus, dong! Akhirnya aku bisa pensiun.”
“Hahahaha! Bisa gitu, ya?”
Lelaki Friendly itu mengangguk lalu menolehkan kepalanya ke Freya yang berwajah sumringah. “Jika aku suruh kamu pilih, nih. Kamu suka Angga yang dulu, atau sekarang?”
Freya sedikit berpikir dengan mengulum senyum. “Aku lebih cenderung suka ke Angga yang tahun sekarang, sih. Daripada yang dulu? Banyak ngelamun, cuek, dingin, datar dan segalanya yang bikin kita sedih.” Gadis itu mengubah ekspresi wajahnya menjadi setengah lara. “Semuanya sudah berakhir.”
“Kamu benar, aku bahagia banget dan bersyukur karena Angga telah menggapai apa yang dia inginkan. Meskipun jangka itu begitu lama, tapi ada kita semua yang selalu mendamping, memberikan selipan-selipan motivasi untuk menyumbang warna sekaligus melengkapi hidupnya Angga selama di dunia.”
Freya menganggukkan kepala lirih dengan tanpa lupa mengukirkan pahatan senyuman manis di bibir. Sedangkan Reyhan, lelaki itu menghempaskan napasnya lega bersama bibir yang melengkung ke atas dengan bentuk sempurnanya.
Ibaratkan saja seperti sekelompok keluarga inti di dalam bangunan rumah yang nyaman, mereka saling melengkapi satu sama lain. Jika ada salah satu di antaranya terluka akan hati, mereka pasti juga merasakan hal yang sepadan.
Layak kondisinya Angga, jika lelaki itu bahagia sudah tentunya ketiga insan terbaiknya akan ikut merasakan kebahagiaan yang didapatkan olehnya. Namun jika sebaliknya, mereka akan ikut terpuruk walau pada akhirnya kekompakan menyatu untuk mengembalikan kebugaran kalbu nan jiwanya pemuda Indigo tersebut.
TRO–To Be Continued »
•••
Jalan ceritanya ngaco gak, sih? Belum ke konflik soalnya, wkwkwk! Alias masih lama
Coba deh kalian bandingkan Angga S1 dan S2, jauh banget ya sikapnya? Absurd dan receh gini, sampe Reyhan sohibnya tersaingi cepet
Makasih yang udah read tanpa skip
{Lope You All } 🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
wah, langsung ditabrak keberuntungan ngak tuh
2023-12-06
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
uh! kukira chatnya bakal tenang, akhirnya terbukti. dimana2 mereka berdua pasti adanya pertengkaran yang memicu pertumpahan kata2 ya thor
2023-12-06
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
hayo ngga, hahaha campur biru ngak tuh. reyhan, izin ketawa ya!
HAHAHAHAHAHAHAHA
2023-12-06
1