...(Comment tiap paragraf, ya...)...
...Harap hati“ karena typo bertebaran...
...-HAPPY READING-...
♫ Mari berlari meraih mimpi
Menggapai langit yang tinggi
Jalani hari dengan berani
Tegaskan suara hati ♫
♫ Kuatkan diri dan janganlah kau ragu
Tak kan ada yang hentikan langkahmu ♫
Suara dua lelaki yang terbilang famous di gedung kampus Dhambaswa Aksara, begitu mengundang sorakan pujian meriah dibawah panggung konser. Para mahasiswi di sana banyak berteriak dan kegirangan mendengar nada konvensional yang dimilikinya.
“MARI BERNYANYI, SEMUANYAAAAAA!!!” teriak salah satu lelaki yang menjadi vokalis di atas panggung sambil mengarahkan mic-nya ke para penonton yang menikmati suara dari nadanya.
♫ Kita 'kan terus berlari
(Ya ya) Takkan berhenti di sini
(Ya ya) Marilah meraih mimpi
(Ya ya) Hingga nafas tlah berhenti ♫
Musik Rock yang dipadukan suara para lelaki tampan tersebut begitu memenuhi sekitar gedung kampus, bahkan tak ada sedikitpun dari mereka yang bosan mendengarkan kedua mahasiswa itu bernyanyi. Jika setiap saat ada event seperti sekarang, mereka pasti akan meminta kedua vokalis tersebut membawakan lagu jenis POP.
Di sisi lain, yaitu kantin. Seorang kedua gadis yang mempunyai paras cantik di wajah putih nan mulusnya, tengah duduk di kursi dengan menikmati lagu tersebut di mana yang menyanyikan itu adalah pujaan hatinya mereka tersendiri.
“Angga sama Reyhan kelihatan bahagia banget bawakan lagu itu, jadi enak dipandang,” ujar Freya.
Jova yang mengenakan baju kodok dan rambut cokelat yang digulung menawan ke belakang kepala, menurunkan es krimnya yang telah dibeli. “Emang, sih. Tapi aku gak suka!”
Freya yang rambutnya selalu digerai, mengernyitkan dahi karena tak paham. “Loh, kenapa gak suka? Suaranya mereka berdua, kan konvensional banget.”
Gadis Tomboy itu mendengus lalu menoleh ke arah sahabatnya yang duduk di depannya, ia juga memasang muka masamnya. “Bukan masalah itu, tau! Gara-gara Reyhan populer di kampus, jadi banyak banget fans-nya! Mana penggemarnya itu cewek Fanatik, lagi! Cowok itu, kan pacarku. Entar kalau direbut hatinya, gimana?! Gak terima, dong!”
Freya membelalakkan matanya kaget lalu tertawa lumayan kencang, betapa posesifnya seorang Jovata Zea Felincia terhadap Reyhan. “Ya ampun, emangnya kenapa, sih kalau dia populer? Lagian itu juga untuk motivasi pacar kamu. Bukannya waktu SMA, si Reyhan udah terkenal duluan? Ya, gak?”
“Hm, iya!” ketus Jova.
“Hehehe, mendingan di makan, gih es krimnya. Keburu mencair.”
♫ Kita 'kan bertahan
Hadapi rintangan
Perlahan-lahan dan menang
Jalani hari dengan berani
Tegaskan suara hati ♫
Kedua gadis itu yang masih stay di tempat, kembali menoleh ke arah Angga dan Reyhan yang balik menyanyi dengan suara kompaknya. Mereka juga sesekali melemparkan tatapan hangatnya kepada para kaum perempuan yang dari tadi memujinya sambil berjingkrak-jingkrak, apalagi memegang selembar kertas karton yang bercantumkan nama antara mereka berdua.
Hahahaha, sudah seperti selebriti saja kedua lelaki itu.
“Haish, awas aja cinta. Gue geprek-geprek otak lo!” sungut Jova, memandang benci.
“Jiwa psikopatnya udah muncul, nih? Orang aku biasa saja, kenapa kamu yang posesif kayak gitu? Ingat, jangan terlalu posesif. Nanti kalau Reyhan minta putus darimu, gimana hayo?”
Iris hazel Jova langsung mencuat dengan tubuh tersentak kala mendengar suara lembutnya Freya. “Ih, jangan! Lagian, siapa juga yang bersikap posesif? Aku, tuh cuman gak suka!” ucap Jova, membela diri.
“Masaaaaa? Aku gak percaya,” respons sahabat lugunya dengan ekspresi tengil.
“Yasudah kalau gak percaya! Aku juga enggak nuntut kamu buat percaya sama aku, kok!”
“Buset, lagi kedatangan bulan, Yang? Perasaan ngamuk-ngamuk mulu, perlu sandal jepit buat nyabet?” Suara lelaki yang familier di pendengaran kedua gadis cantik itu, membuat mereka terjengit kaget atas kehadirannya yang mendadak.
“Lho?! Udah selesai nyanyinya, Rey?!” kejut Freya yang matanya masih melotot.
“Kalian terlalu sibuk ngobrol, kami udah kelar menghibur anak-anak kampus. Capek juga teriak-teriak karena pake jenis Rock.” Bukan Reyhan yang menjawab, melainkan Angga.
“Hm'em, buat nyabet mukamu yang suka ganteng di mata cewek kampus! Bisa gak, sih jangan keseringan famous di sini?! Menuh-menuhin kontak aja di WhatsApp! Lihat, noh! Fans-fans Fanatik kamu banyak yang pengen dapetin nomermu!”
Reyhan nyengir. “Tapi, Yang ... sebagian dari mereka, kan udah punya nomer WA-ku, hehehehe!”
“Bego, sih! Ngapain segala dikasih nomernya, kan pacarnya gak terima. Entar kalau ujung-ujungnya minta jadi doi, gimana?! Koprol seribu kali, aku!” cerca Jova dengan menghantamkan punggungnya di sandaran kursi lipat.
Freya menutup mulutnya pakai tangan kanan untuk menyembunyikan tawanya, sementara Angga mengusap tengkuknya dengan raut konyol bersama wajah yang ia sengaja palingkan ke kanan. “Cemburu, mah bilang ...”
“Ngomong yang keras, Ga!” bentak sahabat galaknya sambil menggebrak meja.
“E-eh, ampun!” Dengan gerakan cepatnya, Angga bangkit dari kursi. “Gue, pesan makanan dulu, ya?” Setelah itu, ia segera memutar tubuhnya ke belakang dan melangkah ke salah satu stan.
'Hih, tatapan maut !' batinnya Angga ngeri bila membayangkan kegarangannya Jova, sambil terus berjalan menuju ke tempat yang ia mau.
“Bang, ikut!”
Dengan wajah yang begitu semarak usai mengatakan hal itu, Reyhan turut beranjak dari duduknya lalu berlari menghampiri sahabat jangkungnya tak lupa merangkul kencang hingga sukses membuat Angga berdecak sebal pada kelakuannya.
“Astaga, ada-ada aja sikapnya, hihi!” ucap Freya dengan menggelengkan kepala.
Sampai tiba-tiba gadis Nirmala itu kembali tersentak kejut pada suara Jova yang bersendawa keras sebelum mengucapkan yang biasa ia uraikan untuk menyebut nama Tuhan. “Astaghfirullah, sopan dikit!”
“Udah kelepasan, masa diulang?” Pertanyaan konyol sahabat Tomboy-nya itu membuat Freya menghela napas panjang dengan memijit keningnya.
Tak lama menit menunggu, kedua lelaki tampan itu kembali dengan membawa isi di atas tangannya masing-masing, entah makanan apa yang mereka beli.
“Kalian udah makan sore?” tanya Angga dengan tersenyum ramah, seraya meletakkan piring berisi batagor yang komplit.
“Udah, kok—”
“Indigo ngapain sok nanya kayak Dora Explora? Gak jelas!” potong Jova untuk memutuskan jawaban halusnya Freya.
“Heh, st! Kamu, kok keras-keras ngomongnya? Bagaimana nanti yang lainnya tahu kalau aku cowok Indigo, bakal berabe masalahnya!” tegas Angga dengan menekan nadanya, berusaha tak ikut mengeraskan volume suara meskipun matanya telah mencuat duluan.
“Biarin, apa urusannya sama aku?” jutek Jova, lalu memainkan ponsel.
“Gue salah apa, ya?” gumam lelaki pemilik indera keenam itu dengan menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
“Pikir aja sendiri, gitu minta diajarin! Situ udah kuliah apa masih PAUD, hah?!”
Lagi-lagi Angga terperanjat kaget pada emosinya Jova yang merajalela. “Allahuakbar, iya-iya aku minta maaf kalau emang salah!” Pemuda itu dengan membuang napas, duduk di kursi yang berhadapan dengan kekasihnya.
“Ayang! Jangan marah-marah lagi, dong? Nih, aku udah beliin kamu cupcake rasa coklat. Kamu tahu, gak apa yang istimewa? Bentuknya love, loh! Cute banget, kan?!” Reyhan yang duduk di depan pujaan hati tercintanya, mendorong lembut kue berukuran kecil dengan bungkus plastik di bawahnya ke arah Jova.
Sementara kedua sahabatnya Reyhan menatap aksi adegan manis itu dengan tatapan mata yang fokus di satu pandang, lelaki berperawakan tinggi serta pemilik jiwa Friendly tersebut, menopang dagunya dengan tersenyum hangat pada Jova.
“Anggap aja cupcake coklat lezat itu seolah hatiku untuk cintamu saat kamu kunyah, aku yakin pasti mood-mu kembali membaik, ehe.”
Sahabat lelakinya Reyhan yang akan menyuapi mulut dengan adonan bakso ikan tenggiri pakai garpu, menurunkan cepat garpunya. “Pft, hahahaha! Jir, Bucinnya bukan main-main sih, ini. Gak ketolong!”
“Heleh, sok berlagak nguburin syirik, lo. Gak usah kayak gitu kalau elo sendiri juga bucin banget sama Freya!” calak Reyhan.
Angga yang mendengarkan itu langsung menghentikan tawanya lalu memasang wajah datarnya. “Enak aja! Gue bucin tapi nggak kayak lo yang udah stadium akhir!”
Tatapan tajam Reyhan seketika menghunus ke mata sahabat Indigo-nya. “Stres! Emangnya gue ditakdirkan punya kanker, apa stadium akhir? Dasar Sarap!”
“Elo kali, yang sarap!”
“Eh, aduh. Udah-udah, jangan berantem. Mendingan kalian makan saja, deh itu makanannya. Kayaknya masih mengepul, daripada jadi dingin, kan? Nanti malah gak enak.”
“Iya, Sayang.” Lembutnya Angga menjawab untuk pujaan hatinya dengan tersenyum romantis kepada Freya.
“Halah, Bucin!” cibir Reyhan, mendorong kencang kepalanya Angga.
Sahabatnya yang diperlakukan seperti itu mana ingin terima? Sudah pasti mengomel. “Apaan, sih?! Gue amputasi itu tangan lo, kalau perlu sebelahnya juga!”
“Sobat Semprul, lo jangan aniaya gue, Anjir!” sarkas Reyhan, sambil melindungi tangannya di belakang punggung kokoh.
'Udah gak waras, gue aniaya sahabatnya sendiri. Definisi balas dendam?'
Jova dengan tampang cueknya, menggigit setengah lebar kue berbau aroma cokelat itu. Begitu sudah menyapa lembut lidah, ada rasa lumer di dalamnya, membuat mata gadis itu mengerjap. “Beneran lezat, Yang! Ih, moodboster-ku jadi ilang terus tergantikan jadi goodmood, woaaaaah!”
“Nah, kan. Apa ku bilang? Udah dijamin bener kamu bakal suka cupcake yang aku beli untukmu. Kalau habis terus mau lagi, entar aku beliin, mumpung aku dikasih uang banyak sama papa, hehehehe.”
Angga memandang miris Jova yang nampak bahagia dengan makanan pencuci mulut tersebut, bahkan sisa kue cokelat itu menempel di bagian luar bibirnya. Makan, apa doyan?
“Itu, toh satu cara biar hatinya luluh? Disogok sama makanan baru kayak singa betina yang dijinakkan sama majikan. Wow, unik.”
“Anggara Veincent Kaivandra! Sekali lagi aku denger kamu ngatain aku singa betina, awas aja. Aku remek-remek organ jantungmu!” ultimatum Jova.
“Jangan, dong. Nanti kalau aku mati, kamu-nya yang bakal nyesel seumur hidup.” Inilah mengapa Angga masih bisa berani cengengesan di depan sahabatnya yang emosinya hampir tersulut karena ulah tengilnya.
Freya yang tidak suka pada kekasihnya yang berkata seperti itu, langsung mencubit lengan tangan Angga dengan perasaan gemas bercampur jengkel.
“Dududuh! Iya-iya, maaf!”
...‹‹---𝔗ℜ𝔒---››...
Usai memarkirkan motornya di depan teras rumah besar, Angga merapikan sedikit rambutnya yang agak berantakan lalu menggantungkan helm Honda-nya di atas salah satu kaca spion motor Vario.
Lelaki itu menyempatkan diri untuk menghirup udara sore hari yang tampak berangin hingga meniup dedaunan para pepohonan yang tertanam subur itu, setelahnya ia baru melangkah mendekati pintu hitam rumahnya.
Namun saat hendak meraih gagang pintu dengan tangan kiri menenteng tas ransel warna naturalnya, Angga mengerutkan kening seolah merasakan ada yang ganjal di dalam rumahnya. ‘Kayaknya ada yang gak beres, nih.’
Sampai akhirnya, terukir sempurna senyuman diagonal yang ada di bibirnya Angga. Ia akan mendahuluinya agar kejadian itu tak menimpa kepadanya, dengan cepat pemuda tersebut menarik tasnya yang bergelantungan di bawah pundaknya lalu mengeluarkan sesuatu tanpa memudarkan senyuman iblisnya.
Cklek...
Angga membuka perlahan pintu itu usai memantapkan rencana sambil memperhatikan situasi rumahnya yang terlihat sepi dirasa. Atensi lelaki itu langsung beralih ketika kedua kaki panjangnya telah menginjak lantai ruang utama, hingga selanjutnya...
“DEBUM!”
“Innalillahi, Ya Allah !” Agra tersungkur ke belakang waktu putranya mengagetkannya dari depan salah satu pintu yang telah dibuka dengan muka yang terpasang topeng menyeramkan.
“Hahahahaha!” Kali ini Angga benar-benar terhibur dan puas apa yang ia lakukan, dirinya melepaskan topeng lalu mengacungkan kedua jari tangan kepada Agra dengan ekspresi menyebalkan.
“Anak kurang ajar! Ayahnya sendiri dikagetin kayak gitu, siap punya ayah tiri?!” kesal Agra yang harusnya berhasil mengejutkan putranya, ini malah ia yang dikagetkan anak semata wayangnya.
“Enak, Yah dikerjain sama Angga? Suruh siapa mau berniat buruk ke anaknya,” kekeh lelaki itu dengan masih menonton kondisi Agra yang meringis kesakitan.
Ngeyel, sih dibilangin. Kan, sekarang jadi kena batunya
Terdengar tawa halus dari Andrana di ruang dapur sesudah melontarkan suara untuk suaminya yang gagal dan justru mendapatkan apesnya. Sedangkan Angga, mulai berjalan menghampiri sang ayah dan membantunya bangkit.
“Kamu, kok bisa-bisanya tahu kalau Ayah pengen ngagetin kamu dari balik pintu utama?” tanya Agra, sinis.
“Kasihan, jiwanya masih muda tapi otaknya udah tua. Angga gak akan mungkin tahu siasatnya Ayah kalau tidak dianugerahi kelebihan ini sama Tuhan,” jawabnya sambil menggiring Agra pelan ke dapur.
“Seketika ayahmu lupa kalau kamu anak Indigo, Nak. Ada-ada saja kelakuannya,” imbuh Andrana yang selesai menyiapkan masakannya di atas meja makan.
“Sudah, yuk kita makan. Mama juga udah masakin banyak untuk kamu,” ulas wanita itu yang masih awet muda dengan bola mata berotasi ke arah Angga, tak lupa menambahkan senyuman hangat.
“Makasih, Ma. Ini semua yang tersaji di meja, kesukaannya Angga,” ucap putra kesayangannya Andrana dengan menatap selera seluruh makanan hangat mulai dari yang goreng serta berkuah.
Pria paruh baya yang sebenarnya telah berkepala empat itu tapi wajah tampannya masih nampak terlihat seperti anak ABG; Anak Baru Gede, menepis tangan Angga dari tubuhnya. “Udah-udah, gak usah banyak drama! Cepet makan, Ayah udah laper banget! Nungguin kamu pulang, keburu dateng uban di rambutnya Ayah!”
Melihat tingkah Agra yang nampak begitu lapar apalagi nyaris ngiler melihat masakan lezat dari istrinya, membuat Andrana maupun Angga tertawa mendengar protes dari pria berahang tegas tersebut. Pada akhirnya mereka yang merupakan keluarga kecil di rumah besar nan luas itu, mulai menjalankan rutinitas sorenya dengan sesekali bercanda untuk menampik rasa kesunyian yang tercipta.
...‹‹---𝔗ℜ𝔒---››...
Malam itu, pukul 20.00 lelaki tampan yang berperawakan tinggi dengan kulit putih bersih, tengah sibuk mencatat segala poin-poin penting yang berkaitan dengan materi saat masih ada jam kuliahnya.
Kardiovaskular, itulah yang Angga pelajari serta pahami tentang materi tersebut yang pernah dijabarkan dan dijelaskan oleh sang dosen. Bola mata ia sesekali berotasi ke arah layar laptop yang di situ banyak sekali penjelasan-penjelasan detail, tepat sesuai pada jurusan kedokteran yang ia kuasai sampai semester ini.
Bukan hanya sekadar copy dari laptopnya, tapi juga buku tebal yang semuanya tentang segala macam kesehatan yang harus dimengerti. Meskipun tangannya sibuk bekerja, namun otaknya tenang dalam mencatat semua materi itu.
Dengan senyuman tipis yang merekah di wajah tampannya, Angga terhenti gerak saat mendengar notifikasi pesan grup dari ponselnya yang letaknya tak jauh darinya. Dengan menghela napas, lelaki itu menunda tugasnya lalu membuka layar kunci utama pada benda pipihnya.
...___________...
...BEST FOUR FOREVER...
[Jova]
Cara gunain make upnya susah!
[Reyhan]
Wkwkwk! Kamu cewek apa cowok, sih Yank? Masa dandan aja kagak bisa?
[Freya]
Lagian, kamu ngapain make up malem"? Jam segini tuh buat orang tidur, bukan malah uji dandan
^^^Mau cosplay jadi setan Valak, kali^^^
[Reyhan]
HAHAHAHAHA, anjir lo bisa aja, Bang! Ya kali pacar gue mau cosplay jadi setan Valak? Malem Halloween apa ini?
[Freya]
Hihi, kamu bisa aja, Ga. Awas, loh nanti kamu kena amuknya Jova lagi, aku gak mau nolongin, hehehehe
[Jova]
SERANGGA KUTUB UTARA!!! Mau aku kutuk jadi anaknya raja Iblis di kastilnya Cameron sama kak Monora??!!
[Freya]
Lah, bukannya udah jadi istana kayak semula ya, Va? Aku masih inget banget sama kejadian itu, loh meskipun udah 4 tahun yang lalu
[Reyhan]
Jangan bahas itu, ah! Rasa bersalahku makin besar ke Angga!
^^^Udah" gak usah membahas yang berlalu. Kamu tadi beli alat make upnya udah pasti belum pas di mal sama Freya? @Jova^^^
[Jova]
Udah, dong! Apalagi kan waktu tadi sore di mal, yang milihin alat make up itu si Freya. Perfect" semua kok, juga ori. Tapi percuma kalau pembelinya aja gak bisa pake
[Reyhan]
Hahahaha, perutku sakit banget ngerasain konyolnya kamu! Lagian kamu ngapain pake acara beli" berbagai alat itu segala? Kamu tuh, Tomboy parah, makanya dandan aja gak bisa
^^^Menghina dengan secara gak langsung, nih^^^
[Jova]
Kampret, udah ah! Salahku juga pake ikut jalurnya mamaku. Ambil jurusan Tata Busana aja aku udah bersyukur, meski terpaksa
[Freya]
Tapi pada akhirnya kamu menikmati kelas jurusan itu, kan? Apalagi juga prakteknya, barangkali dewasa nanti kamu jadi cewek feminim dan kalem, hayo
[Reyhan]
Nah bener, tuh! Entar aku ajarin Jova gimana spesifik jadi wanita kalem. Oh iya, Ga? Lo habis ngapain, sih?
^^^Tadinya belajar, tp krn ada notifikasi masuk gue langsung melipir ke ruang grup^^^
[Jova]
Belajar mulu, ini bocah! Padahal besok masih bebas karna ada event. Gak pengap itu otak?
^^^Enggak, kok biasa aja^^^
[Freya]
Belajar materi apa, Ga?
^^^Hmm, Kardiovaskular dari jurusan kedokteran yang pernah dijelasin sama pak Hamka dosen sebelum kampus kita mengadakan event. Ini baru habis 5 lembar aku catat seluruh keterangan dan beberapa contoh yang ada di dalam materi^^^
[Reyhan]
BJIR, 5 lembar?! Eh, gila itu tangan gak pegel nulis sebanyak itu?! Perasaan tangan lo bukan terbuat dari tulang dan daging, dah tapi eletronik robot! Gue mana kuat nyatet segitu
[Jova]
Kamu udah terlalu pinter sama rajin loh, Ga. Tapi bisa berhenti, nggak nulisnya? Mending bobok di kasur sono! Besok, tuh kampus kita masih bebas, jadi buat apaan nugas terus apalagi gak disuruh sama dosen?
[Freya]
Betul, Ga. Padahal nggak usah belajar, kamu udah ngerti. Kamu di materi itu bukan cuman memahami pengertiannya, tapi juga kesehatanmu, dan itu lebih penting! Ya kan, Guys?
[Jova]
Yaps
[Reyhan]
Yoi, apa yang diomongin Freya bener, Ga. Lo itu terlalu genius, cerdas. Gak usah belajar sampe sedetail itu! Gue nggak mau ya lo jadi sakit gara" kebanyakan memperdalam ilmu yang dari materi jurusan kedokteran itu!
^^^Hahaha, dasar kalian. Iya" ini gue stop^^^
[Reyhan]
Nah, itu baru sahabat gue!
[Jova]
Sobat penurut, nih. Sip, Bro!
[Freya]
Makachi, gih tidur. Jangan sampai aku denger kamu mainin gitar, ya!
^^^Hehe, siap laksanakan!^^^
...__________...
Angga mengakhiri tulisan itu melalui chat grup lalu mematikan layar ponsel dan meletakkannya di atas meja hitamnya. Dengan senyuman yang tetap terpajang tampan di wajah putihnya, ia kemudian merapikan tempat belajarnya mulai dari menutup laptop hingga buku tebal yang menjadi penambah wawasannya untuk menelaah ilmu kedokteran.
Membayangkan rentetan pesan yang telah mereka kirimkan di ruang grup tadi, membuat Angga menggelengkan kepala seraya terkekeh kecil. Tanda perintah itu, sukses tak habis ia pikir betapa posesifnya antara dua sahabatnya dan kekasihnya terhadap diri Angga, saking cemas bila ia kembali sakit seperti dulu.
Bug !
“Meong!”
Angga yang sibuk merapikan lembaran-lembaran note kertasnya dan akan melesakkan ke dalam laci, menoleh cepat ke arah kucing mistiknya yang tampak kesakitan usai salah satu buku tebal majikannya menimpa kepala Takeshi.
“Hm, sukurin. Suruh siapa lo tadi sore nyolong ikan pindang gue? Sekarang kena karma, kan? Emangnya cuman manusia doang yang sanggup ngerasain karma, hewan juga bisa.”
Usai menjilati bulu hitamnya yang lebat nan panjang itu, Takeshi dengan lekas melengos pergi meninggalkan sang tuan majikan yang seolah sedang ngambek.
“Eh, mau ke mana? Gak jadi makan whiskas, nih? Yaudah, malah beneran. Gue tinggal ke alam mimpi!” Walaupun Angga sebenarnya sedang tak mengancam kucing kesayangannya, tapi pada puncaknya si Takeshi balik tubuh dan berlari ke arah lelaki itu yang membungkuk untuk mengambil buku berukuran besar yang jatuh karena tak sengaja tersenggol binatang menggemaskan itu yang tadi hendak turun dari meja belajar.
“Hehe, eman juga lo sama gue. Sini dulu baru gue kasih makan malem!” ucap antusiasnya Angga usai menaruh buku tebalnya di tumbukan benda baca yang ada di pojok meja hitam, lalu memboyong Takeshi ke pangkuannya.
Sudah terlihat jelas raut muka jengahnya Takeshi terhadap majikannya yang suka hiperbola, semenjak pasca Koma 365 hari, binatang peliharaannya Angga menjadi bahan mainan guling untuk lelaki itu sendiri. Mungkin jika boleh menentukan, Takeshi akan memilih sikap tuannya yang dingin dan juga cuek, daripada ini.
Sementara Angga yang sekarang mengelus bulu sutra tubuh kucingnya, menjatuhkan kepalanya di atas sandaran kursi lalu netranya mulai menatap teduh pada langit-langit dinding kamarnya.
Ia di dunia ini tak mungkin lupa mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan, diberikan beberapa insan yang sangat peduli terhadapnya, itu sudah membuat Angga sangat bahagia. Maklum saja mereka seringkali posesif ke dirinya, karena Angga sendiri suka keras kepala dan kadang susah diperintah.
Ya, keras kepalanya tersebut mampu melukai dirinya jika tak segera dikurangi.
Senyuman pemuda Indigo itu kini memperlihatkan deretan gigi putih yang tersusun rapi di bagian atas dalam mulut. Ia akui memang keras kepala, tapi rasa perhatian mereka tak akan ia acuhkan begitu saja, mana mungkin Angga segampang itu untuk menyepelekan?
Benar, akibat berjaya menghempaskan masa lalu yang menggelapkan hatinya dengan dibantu oleh para sahabat dan seorang gadis yang amat ia cintai hingga sampai kapanpun, Angga dapat menggapai kebahagiaan dan kehidupan barunya yang lebih berwarna.
TRO–To Be Continued »
•••
Baru juga masih chap 1, udah habis 3000 an kata aja. Hadeh...
Tapi, kalian suka gak sama alur cerita yang masih awal ini? Gak terlalu menarik, ya? Maklum, masih pertama. Nggak tau kalau selanjutnya
Oh iya, aku tanya dong. Kalian tuh sebenernya jika jujur tim Angga atau Reyhan, nih? Komen, ya! Soalnya mereka berdua tokoh utama di novel ini, cuman aja yang lebih menguasai plot, si Angga
Makasih yang udah baca tanpa skip
{Lope You All } 🖤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
Kasiannnn😁😁😁
2023-11-17
2
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
milih yg mana yak, Mmm... dua2, tak boleh protes😌
2023-10-30
1
𝕴𝖓𝖓𝖊𝖗 𝕭𝖑𝖚𝖊 𝕾𝖙𝖔𝖗𝖞
iya dong hihi
2023-10-30
1