###malam harinya...
Rory baru saja mengunci pintu apartemen setelah semua temannya pulang. Ia menghela nafas panjang setelah pembicaraan yang terasa berat baginya hari ini telah berakhir meski hatinya justru menjadi gelisah karenanya.
Membahas tentang hadir dalam acara, juga tentang tour yang akan dia berserta teman-temannya jalani, dan itu memakan waktu beberapa bulan.
Rory menghempaskan tubuhnya di sofa, duduk menengadah dengan tangan menutupi sebagian wajahnya.
"Hahh,,," desah Rory.
"Memikirkan semua kemungkinan yang bisa saja terjadi membuat kepalaku terasa mau meledak," sambungnya.
"Aku tidak mungkin tidak ikut, tapi bagaimana dengan_,,,"
Rory tersentak, tidak menyelesaikan kalimatnya dan segera mengangkat tangan dari wajahnya, lalu bergegas masuk kedalam kamar.
Saat ia masuk kedalam, Nayla sudah berbaring dengan posisi membelakangi tempat dimana biasanya ia tidur disebelahnya.
"Ma Chérie, kamu sudah tidur?" tanya Rory.
Nayla bergeming, membuat Rory menghampirinya untuk memeriksa Nayla apakah sudah tidur atau belum.
Rory naik keatas tempat tidur dengan sedikit merangkak, lalu melihat Nayla sudah memejamkan matanya.
Menghela nafas lega, Rory mundur dengan perlahan dan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur.
Setelah beberapa menit kemudian, Rory keluar dari kamar mandi hanya dengan celana pendek yang menempel di tubuhnya. Satu tangannya mengosok rambutnya yang basah dengan handuk.
Rory kembali masuk kedalam kamar mandi dengan pengering rambut ditangannya, memilih mengeringkan rambutnya di kamar mandi karena tidak ingin menganggu tidur istrinya.
Setelah selesai, ia naik ke tempat tidur dan masuk kedalam selimut yang sama dengan Nayla.
"Fais de beaux rêves, Ma Chérie, [[Mimpi indah, sayang]]," ucap Rory lembut seraya mengecup pipi istrinya.
Rory berbaring sembari memeluk Nayla yang masih membelakangi dirinya, lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidur. Namun, Nayla justru membuka matanya tanpa melakukan pergerakan. Sejak awal, Nayla memang belum tidur, dan berpura-pura sudah tidur dengan alasan tidak ingin membuat suaminya terbebani dengan apa yang ia pikirkan.
Nayla hanya diam, ia merasakan tangan Rory yang melingkar dipinggannya. Karena dirinya memang terbiasa tidur didalam dekapan suaminya, namun malam ini Nayla merasa berbagai macam pikiran bergelut dalam benaknya, dan memberontak untuk ditenangkan, memikirkan semua itu membuat ia tersenyum lesu.
'Aku tau itu penting untuknya, tapi rasanya sulit sekali membiarkan dia pergi,' batin Nayla.
"Sepertinya dugaanku benar, kamu belum tidur,"
Nayla sedikit tersentak saat Rory berbisik pelan didekat telinganya. Namun segera membalikkan badannya dan menghadap Rory yang kini menatapnya.
Rory tidak melepaskan dekapannya dari sang istri, sedangkan Nayla menatap Rory yang bertelanjang dada dan beringsut kedalam pelukannya, membenamkan wajahnya didada Rory.
"Apa yang membuatmu gelisah, hemm?" tanya Rory lembut, tangannya mengusap kepala Nayla.
"Aku tidak tau," jawab Nayla lirih.
"Apakah itu tentang tour?" tanya Rory lagi.
Nayla tidak menjawab, namun mengangguk pelan.
"Kamu tau jelas bahwa aku tidak memiliki tempat lain untuk kembali selain kembali padamu, bukan?"
Nayla hanya diam, namun tangannya melingkar dipinggang Rory. Seolah tidak ingin melepaskannya meskipun seseorang memaksanya, memberikan sebuah pesan bahwa tidak ingin Rory pergi.
"Sejauh apapun aku pergi, selama apapun itu, aku akan tetap kembali padamu. Karena kamu adalah rumah bagiku," ucap Rory.
"Aku tau, kamu selalu melakukan apa yang kamu katakan, hanya saja tidak tau kenapa aku merasa seperti ini," ucap Nayla pelan.
"Aku juga tau ini penting untukmu, untuk mereka, tapi tetap saja, aku merasa sangat berat untuk melepaskanmu kali ini," terang Nayla.
"Aku janji akan segera pulang setelah semuanya selesai, untuk bisa kembali bersamamu, bersama junior kita," sambut Rory tersenyum.
"Kamu berkata seperti itu seolah sudah tau bahwa dia laki-laki, padahal kita belum memeriksanya," jawab Nayla terkekeh pelan, mulai merasa tenang.
"Itu bisa dikatakan sebagai insting seorang ayah," sambut Rory tertawa kecil.
"Dan hanya instingmu yang berlaku, sedangkan aku tidak?" sambut Nayla.
"Hemm,, entah kenapa aku merasakan kamu akan mengatakan hal yang sama denganku," jawab Rory percaya diri.
"Dan kamu sudah menyiapkan nama untuknya?" tanya Nayla.
Nayla berbicara dengan tetap membenamkan wajahnya didada Rory, mendengarkan detak jantung Rory yang terasa menjadi melodi indah di telinganya. Sementara Rory menempelkan dagunya di kepala Nayla, sesekali membelai rambutnya.
Mereka saling berbicara dan menimpali tiap perkataan mereka dengan memejamkan mata.
"Ada satu nama yang terlintas dikepalaku jika memang dia laki-laki," ucap Rory.
"Dan apa itu?" tanya Nayla.
"Noel," jawab Rory.
"Bukankah itu nama yang akan sangat pas ketika lahir di hari natal?" tanya Nayla.
"Benar, tapi bukan berarti kita tidak bisa memberikan nama itu, anggaplah kehadirannya nanti akan memberikan kebahagiaan layaknya di hari natal, dan itu terjadi setiap hari," terang Rory. "Dan mungkin saja, dia akan lahir di hari natal nanti," imbuhnya.
Nayla sedikit menjauhkan wajahnya dari dada Rory lalu mendongak, menatap wajah suaminya yang senantiasa bersikap lembut padanya dengan tatapan sayu.
"Haiss,,, " desah Rory.
"Jangan menatapku seperti itu," keluh Rory. "Aku selalu berusaha menahan diri ketika berada didekatmu meskipun itu sangat sulit bagiku. Jika kamu menatapku seperti itu, sama saja kamu mencoba untuk membunuhku," tambahnya.
"Jika bukan karena peringatan dari dokter, aku sangat ingin menyerangmu," ucap Rory mengeratkan dekapannya.
Nayla hanya mengulum senyum, tangannya bergerak keatas dengan perlahan dan menelusuri garis rahang Rory dengan jarinya.
Tangannya berhenti tepat di tengkuk Rory, lalu menarik wajah Rory mendekat kearahnya. Menyapukan bibirnya di bibir Rory, lalu tersenyum.
"Pernahkah aku mengatakanya padamu bahwa kamu adalah sosok suami yang sempurna dalam hidupku? Dan betapa beruntungnya aku kamu menjadi suamiku?" tanya Nayla.
Mendapatkan serangan halus dari Nayla, Rory segera membalikkan badan Nayla, lalu mengurung Nayla dalam kungkungannya.
"Andai ada kata yang lebih baik dari sempurna, aku akan menggunakan kata itu untukmu, Ma Chérie. Aku juga berharap bisa mendengar kata-kata itu dari bibirmu selama sisa hidupku," terang Rory.
Rory mengecup lembut kening Nayla, lalu turun ke kedua mata Nayla, beralih ke hidungnya, dan akhirnya Rory menemukan bibir Nayla. Mengulum, menghisap dan mengigit lembut bibir bawah Nayla, membuat Nayla membuka bibirnya. Membiarkan Rory menjelajahi apa yang ada didalammnya.
Rory menarik wajahnya, memandagi wajah Nayla yang berada didalam kungkungannya.
"Aku akan kesulitan untuk berhenti jika kita tidak berhenti sekarang," ucap Rory.
"Banarkah?" goda Nayla.
Nayla mengulurkan kedua tangannya, dan melingkarkan tangannya di leher Rory.
"Apakah kau berpikir aku tidak tau apa alasanmu menemui kak Chris tempo hari?" ucap Nayla dengan seringai kecil diwajahnya.
"Itu_,,,,"
Rory tidak bisa lagi mengelak. Dirinya memang menemui Chris untuk bertanya tentang hal ITU. Dan bagaimana cara melakukannya dengan aman tanpa mempengaruhi janin dalam kandungan Nayla.
Nayla terkekeh pelan menyadari Rory seolah tersudut dengan pertanyaan yang ia ajukan. Tangannya menarik Rory mendekat, dan mendekatkan telinga Rory di bibirnya.
"Aku menginginkanmu, Mon Chérie," bisik Nayla dengan suara menggoda.
Rory menggeram, lalu menghembuskan nafas dengan kasar. Menatap dalam mata Nayla yang juga tengah menatapnya.
Rory kembali membungkuk, kembali mencium Nayla dengan lembut. Ciuman yang semula lembut berubah menjadi lebih mendesak dan menuntut. Tangan Rory bahkan menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh mereka.
Tanpa melepaskan pagutan bibirnya, tangannya mulai menelisik kedalam baju Nayla, dan perlahan mulai melepaskan pakaian yang menempel dibadan Nayla, termasuk satu-satunya kain yang menempel di badannya sendiri.
Rory melakuakan semuanya dengan hati-hati. Tidak ingin menyakiti Nayla ataupun membuat Nayla tidak nyaman. Hingga ketika Rory telah mencapai tujuannya, ia terbaring disamping Nayla dengan nafas terengah-engah.
Tangannya meraih selimut dan kembali menutupi tubuh polos Nayla, menariknya dalam dekapannya, lalu mencium keningnya.
Nayla tersenyum dan kembali membenamkan kepalanya didada Rory. Menjadikan suara detak jantung Rory sebagai lagu pengantar tidur baginya.
"Terima kasih, Ma Chérie, Aku sangat mencintaimu. Istirahatlah," ucap Rory dengan suara lembut dan kembali mencium kening Nayla sebelum akhirnya mereka sama-sama terlelap dalam tidur mereka.
...@@@@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Rahma AR
like
2024-02-08
0
Syhr Syhr
Mesra buangett/CoolGuy/
2024-02-06
0
Teteh Lia
aq kalo baca yg begini suka malu 🙈
2024-01-08
1