' KRINCINGG,,,,!'
Suara lonceng di atas pintu cafe terdengar ketika seorang wanita dengan pakaian santai mendorong pintu dan melangkah masuk kedalam, berjalan menuju meja dimana seorang pria telah duduk disana.
"Kevin,," desisnya.
"Vania? Apa yang kau lakukan di sini?" pria bernama kevin balas bertanya.
"Nayrela memintaku untuk kemari menemuinya dengan alasan ada yang ingin dia bicarakan mengenai buku," jelasnya.
"Dan, kau?" Vania menatap Kevin dengan alis terangkat.
"Nayla memintaku menemaninya membeli sesuatu, tapi ingin makan di cafe ini sebelum berangkat," jelas Kevin.
"Dia sengaja mempertemukan kita lagi?" geram Vania seraya duduk.
"Kurasa sudah saatnya kita mengatakan padanya bahwa semua rencananya gagal," ucap Kevin.
"Aku setuju," sambut Vania.
Sejujurnya Vania menyukai Kevin sejak lama, dan Nayla menyadarinya. Awalnya, Kevin juga tertarik padanya, namun entah kenapa sikap Kevin berangsur-angsur berubah, seolah perasaan yang semula ada dihati Kevin lenyap tanpa bekas
Kevin menjadi bersikap datar pada Vania, apalagi setelah tau bahwa Nayla beberapa kali dengan sengaja membuat mereka berdua bersama.
Hingga pada akhirnya Vania berusaha menghilangkan perasaannya terhadap Kevin. Dan tentu saja itu berhasil karena Vania memilih membuka hatinya untuk seseorang yang mencintainya, dan masih berusaha membalas cinta orang itu.
"Haruskah aku tanyakan padanya dimana dia sekarang?" tanya Vania.
"Biar aku saja," sambut Kevin seraya mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
Namun gerakan Kevin terhenti, dan beralih menatap Vania.
"Kita temui langsung saja dia. Aku yakin dia ada di apartemen sekarang," ucap Kevin.
"Kau yakin?" tanya Vania.
"Rory mengatakan padaku bahwa buku yang ada di apartemen akan di pindahkan ke perpustakaan, dan kau tau bagaimana Nayla bukan?" ujar Kevin menaikkan alisnya.
"Ah,,, aku mengerti. Dia tidak mungkin tidak mengawasi mereka yang memindahkan buku miliknya," sambut Vania.
Mereka duduk sebentar setelah memesan minuman, menikmatinya sedikit dan pergi meninggalkan cafe. Vania duduk satu mobil bersama Kevin dalam keheningan panjang. Hingga saat mereka sampai diapartemen Nayla, mereka justru mendapati Martin, Thomas dan si kembar Ethan, Nathan juga berada disana termasuk Adrian.
Nayla duduk di sofa dengan tangan terlipat, dan menatap Martin. Lagi-lagi memasang wajah cemberut. Satu hal yang kurang bagi Kevin adalah, Rory tidak terlihat.
"Ada apa ini?" tanya Kevin mengejutkan mereka.
"Dia merusak gitarku," papar Nayla menunjuk Martin seolah tengah mengadu.
"Aaa_,,,?" kening Kevin berkerut menatap Martin yang tampak terpojok.
Bahkan tiga teman disampingnya tampak tidak bisa menolongnya. Seolah mengatakan Martin memang melakukan kesalahan. Dan yang menjadi masalah adalah saat ini Nayla sedang dalam mode sensitif, dimana ia tidak bisa tersentuh dengan satu kesalahan kecil.
"Aku sudah bilang padanya untuk memainkan gitar putih saja, jangan yang coklat, tapi dia tidak mendengarkanku," adu Nayla.
"Dan sekarang, senarnya benar-benar putus," imbuhnya.
"Aku benar-benar tidak sengaja, Nay," sesal Martin.
"Itu karena kamu keras kepala," sambut Nayla kesal.
"Hey,,, sudahlah,, aku akan mencarikan senar gantinya," bujuk Kevin.
"Senar yang ini sulit untuk mendapatkannya, aku bahkan mencarinya selama beberapa bulan dan tetap tidak mendapatkannya," jawab Nayla.
Nayla semakin memajukan bibirnya, membuat Martin mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Merasa lucu namun juga merasa bersalah.
Hal baru bagi Martin saat ini adalah melihat sikap manja Nayla yang pertama kalinya, seperti menghadapi anak kecil yang es krimnya di rebut olehnya.
"Kalau begitu, aku belikan gitar yang baru, kamu bisa memilih gitar mana saja yang kamu mau," bujuk kevin lagi.
"Ini bukan tentang gitarnya, tapi kenangannya," tukas Nayla.
Kevin mulai mengaruk kepalanya, bingung bagaimana membujuk Nayla yang menyalakan mode merajuknya.
"Ma Chérie, Aku membawakanmu sesuatu,"
Suara Rory muncul diambang pintu, membuat mereka serentak menoleh kearahnya.
Rory sedikit terengah-engah dengan keringat membasahi wajahnya. Satu tangannya membawa sebuah paper bag coklat yang ia pamerkan kepada Nayla.
"Kapan kau datang?" tanya Rory pada Kevin.
"Baru saja, dan ada drama disini," jawab Kevin kembali beralih pada Nayla.
"Apa itu?" sela Nayla menyambut Rory.
"Puding Toffee," jawab Rory.
Nayla segera menerimanya dengan mata berbinar, dan mengeluarkan isinya.
"Tidak dingin," komentar Nayla.
"Masukan dulu saja ke lemari pendingin sebentar," saran Rory.
Nayla mengangguk, lalu beranjak dari duduknya. Ingin meletakkan puding ditangannya ke lemari pendingin. Memunculkan tatapan bingung diwajah mereka yang berada disana.
"Kok bisa?" celetuk Nathan dengan wajah bingung.
"Dia menginginkan puding itu sejak kemarin, tapi aku gagal mendapatkannya," terang Rory.
Nathan mengangguk mengerti.
"Dia masih marah?" tanya Rory beralih menatap Martin.
"Yah,,, karena aku juga bersalah, wajar saja dia marah," desah Martin.
"Semenjak dia hamil, dia benar-benar sensitif," celetuk Ethan.
"Itu karena pengaruh hormonnya," sela Thomas.
"Dan Martin yang selalu menjadi korban," timpal Nathan menahan tawa.
Serentak mereka melakukan hal yang sama, menahan tawa mereka, ketika kembali mendengar suara Nayla.
"Lalu, bagaimana dengan gitarku,"
Nayla kembali mengingat tentang gitarnya, menatap Martin meminta jawaban.
"Heii,, ayolah,,, lepaskan saja untuk kali ini," bujuk Rory menghampiri Nayla.
"Tapi kan_,,,"
"Lihat wajahnya, dia bahkan seperti orang yang akan melahirkan, kenapa kamu terus mendesaknya?" ucap Rory tanpa beban.
"Hei,,, apa maksudnya itu?" sembur Martin tidak terima dengan perkataan Rory.
"Lihat kan? Dia sekarang marah, dia juga menjadi lebih sensitif dibandingkan denganmu," ujar Rory lagi.
Rory merangkul Nayla, dan menariknya mendekat kearahnya. Sementara mereka yang mendengarkan ucapan Rory gagal menyembunyikan tawa mereka.
"Aku akan mencarikan senar gantinya, hanya saja perlu waktu jika ingin medapatkan yang sama persis, jadi, lepaskan saja Martin untuk kali ini," bujuk Rory.
"Lagi pula dia tidak sengaja, dan dia juga sudah meminta maaf padamu," imbuhnya.
Nayla menurut meski wajahnya masih cemberut.
"Permisi Nyonya, maaf menganggu,"
Suara ramah pria menyela mereka membuat mereka serentak menoleh.
Seorang pria dengan topi di kepalanya membungkukkan sedikit badannya dan tersenyum ramah pada mereka. Pakaian mereka yang khas dengan tulisan jasa kirim di punggungnya.
"Ya?" sambut Nayla.
"Semua buku sudah bisa di pindahkan, anda bisa memeriksanya lebih dulu untuk memastikannya," ucapnya sopan.
"Tidak perlu, aku percaya pada kalian, kalian bisa membawanya," jawab Nayla.
"Baik," jawabnya.
Pria itu pun pergi, tak lama berselang muncul lagi dengan kotak besar ditangannya. Dua temannya mengikutinya dari belakang dengan kotak ukuran sama dan meletakkannya di depan pintu apartemen.
Mereka kembali masuk untuk mengambil kotak lain, sementara salah satu dari mereka pergi keluar untuk mengambil troli barang.
"Aku akan ikut bersama mereka untuk memantau semua bukumu. Alvis akan kesulitan jika melakukannya sendiri," ucap Adrian memecah keheningan.
"Tapi itu di luar pekerjaanmu," sanggah Nayla.
"Apa maksudmu di luar pekerjaanku? Aku bahkan selalu melakukannya disini," sambut Adrian tertawa.
Yah,, selama ini yang merapikan ruang kerja Nayla memang Adrian, akan tetapi setelah Nayla menikah ia memindahkan semua buku-bukunya ke gedung yang dibelikan Rory untuknya dan menjadikannya perpustakaan.
Semua buku karyanya pun berada di sana dan disusun di ruangan yang berbeda, dimana orang-orang bisa meminjam buku itu hanya dengan di baca di sana, dan mereka yang meminjam untuk dibawa pulang, memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi dan memiliki batas waktu lebih sedikit dibandingkan dengan buku lain.
Mereka yang melanggar diharuskan untuk membayar denda, dimana uang denda yang terkumpul akan didonasikan ke sekolah terdekat.
Sekolah itu juga diperbolehkan untuk meminjam buku di perpustakaan Nayla. Hingga akhirnya Nayla memperkerjakan orang untuk mengelola perpustakaan.
Seseorang yang telah di pilih Nayla secara pribadi setelah Rory merekrut tiga puluh orang, dan hanya empat yang di pilih Nayla, salah satunya yang terbaik adalah Alvis.
"Kalau begitu, aku ikut," sela Vania.
"Itu lebih baik, akan lebih cepat selama kamu ikut," sambut Adrian senang.
"Kamu juga pergi, Vani?" tanya Nayla dengan wajah memelas.
"Jangan beri aku tatapan seperti itu, lagi pula kamu tidak sendirian disini," sungut Vania.
Selesai mengatakan itu, Vania melangkah keluar bersama Adrian.
"Kita dapat undangan lagi," ucap Martin setelah Vania tidak lagi terlihat.
"Undangan?" ulang Kevin.
"Ya, tapi kali ini mereka berharap Nayla ikut," jelasnya.
"Kenapa?" sambut Nayla.
"Acara yang sekarang sama seperti siaran langsung saat itu (Saat dimana Nayla mengungkapkan identitas aslinya)," terang Martin.
"Dan sepertinya kita juga akan melakukan tour selama empat bulan," jelas Martin mengecilkan suaranya lalu menatap Nayla.
"Kenapa menatapku? Aku tidak ikut jika itu tour kalian," tukas Nayla.
"Maksudku, itu artinya, Rory harus ikut juga," jelas Martin.
"Ehhh,, kenapa dia harus ikut?" protes Nayla.
Martin kembali mengaruk kepalanya dengan putus asa, bingung dengan bagaimana cara menjelaskannya.
"Karena dia leader, Nay. Tentu saja dia harus ikut," sela Kevin menjelaskan.
"Semua lagu, dia memiliki andil terbanyak, bagaimana jadinya kalau dia tidak ikut?" imbuhnya.
Nayla terdiam, baru saja menyadari sesuatu yang tidak ia tangkap sebelumnya.
"Kamu bisa saja ikut, tapi kami juga khawatir kalau kamu tidak sanggup dalam perjalanan dengan keadaan kamu sekarang," jelas Kevin hati-hati.
"Kapan?" tanya Nayla.
"Bulan depan," jawab Martin.
Nayla hanya mengangguk lesu, tersenyum beberapa saat lalu pergi ke ruang kerjanya tanpa mengatakan apa-apa.
Meski Nayla tidak tidak mengatakan apapun, mereka tau, terasa sulit bagi Nayla harus kembali terpisah dari Rory.
...@@@@@@@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Rahma AR
like dan iklan
2024-02-08
1
Syhr Syhr
Hahaha, kasihan Marthin
2024-01-27
0
💞Amie🍂🍃
bikin kepo wehhh
2023-12-24
1