Setelah seharian bekerja keras di rumah sakit, dr. Andi akhirnya pulang ke rumah. Begitu memasuki rumah, ia disambut oleh mertuanya, Tina, yang tampak menunggunya dengan ekspresi tidak senang. Dr. Andi merasa lelah dan mencoba untuk mengabaikan sikap mertuanya, berharap bisa langsung menuju kamar untuk beristirahat.
Namun, Tina tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia mulai menghujani Andi dengan hinaan dan celaan.
"Lihat siapa yang baru pulang! Kamu pikir kamu hebat hanya karena kamu dokter, ya? Tapi di mataku, kamu tidak lebih dari menantu yang tidak berguna!" pekik Tina.
Andi mencoba tetap tenang dan tidak terpancing oleh hinaan Tina. Ia berusaha untuk melangkah melewati mertuanya, tapi Tina semakin murka melihat sikap Andi yang mengabaikannya.
"Oh, jadi kamu mengabaikan aku sekarang? Kamu merasa terlalu penting untuk mendengarkan apa yang harus kukatakan, ya? Ingat, Andi, aku tidak pernah minta kamu menjadi menantuku. Kamu tidak pantas untuk keluargaku!"
Andi merasa perasaannya terluka, tetapi ia tahu bahwa bereaksi terhadap hinaan Tina hanya akan memperburuk situasi. Ia mengambil napas dalam-dalam dan memutuskan untuk tetap tenang.
"Maaf, Tina. Saya sangat lelah setelah bekerja seharian. Saya hanya ingin beristirahat sebentar. Kita bisa bicara nanti jika kamu mau." ucap Andi dengan nada yang rendah.
Mendengar jawaban dr. Andi, Tina tampak tidak puas, tetapi ia akhirnya membiarkan dr. Andi pergi ke kamarnya. Meskipun situasi di rumah terasa tidak menyenangkan, dr. Andi tetap berusaha untuk menjaga ketenangan dan fokus pada tanggung jawabnya sebagai dokter dan menantu.
Setelah Andi berhasil melewati Tina dan masuk ke kamarnya, ia duduk di tepi tempat tidur, merasa lelah dan sedih. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka perlahan dan Sia, istrinya, masuk dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Andi, aku mendengar apa yang ibu katakan tadi. Aku minta maaf atas perlakuannya. Kamu tidak pantas diperlakukan seperti itu."
Andi, yang biasanya ramah dan hangat, kali ini merasa begitu lelah dan kecewa sehingga ia menanggapi Sia dengan dingin, "Tidak perlu minta maaf, Sia. Aku sudah terbiasa dengan perlakuan ibumu. Aku hanya ingin sendiri sekarang."
Sia merasa sedih melihat suaminya begitu tertekan, tetapi ia mengerti bahwa Andi memerlukan waktu untuk meresapi perasaannya.
"Baiklah, Andi. Aku akan memberimu waktu untuk sendiri. Jika kamu ingin bicara atau membutuhkan sesuatu, aku ada di ruang keluarga, ya." ucap Sia.
Andi mengangguk lemah, dan Sia perlahan keluar dari kamar, menutup pintu di belakangnya. Meskipun Andi menolak penghiburan dari istrinya, Sia tetap berusaha untuk mendukung suaminya dan berharap situasi di rumah akan membaik seiring waktu.
Andi sedang tidur pulas di kamarnya setelah menghadapi hari yang melelahkan di rumah sakit begitu juga di rumah. Tiba-tiba, ia merasa terbangun oleh suara gemuruh yang jauh. Langit tampak berkilauan dengan cahaya aneh yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Andi merasa ada kehadiran tak kasat mata yang menariknya keluar rumah. Ia mengikuti dorongan itu dan berjalan ke taman di belakang rumahnya. Di sana, ia melihat cahaya misterius yang menyinari pohon tua, dan di bawah pohon itu, ia melihat sosok yang samar-samar mirip Dr. Surya.
Sosok itu mengulurkan tangannya ke arah Andi dan berkata, "Andi, pengetahuan dan keterampilan medis yang telah aku perjuangkan seumur hidupku untuk diteruskan kepada seseorang yang layak. Sebenarnya aku tidak ingin jika ilmu ini menghilang begitu saja maka dari itu, aku memilih kamu untuk mewarisi warisan ini dan menggunakan kekuatan ini untuk kebaikan."
Sebelum Andi bisa meresapi apa yang terjadi, cahaya misterius itu menyelimuti tubuhnya, membuat seluruh tubuhnya terasa hangat dan penuh energi. Ia merasa seolah-olah arus listrik mengalir melalui urat nadinya, menghubungkan pikirannya dengan pengetahuan dan pengalaman Dr. Surya.
Ketika cahaya itu mereda, sosok Dr. Surya menghilang, dan Andi merasa seolah-olah ia baru saja mengalami mimpi yang sangat nyata.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Pagi itu, matahari baru saja menyingsing di langit ketika Dr. Andi tiba di UGD sebuah rumah sakit di kota. Tidak lama setelah ia tiba, sebuah ambulans melaju kencang memasuki halaman rumah sakit. Pasien yang dibawa tampak sangat kritis dan memerlukan perawatan segera.
Melihat itu, dr. Andi segera berlari ke arah ambulan tersebut. Dan dengan cepat membentuk tim dengan beberapa residen yang bertugas di UGD.
Pasien tersebut adalah seorang wanita muda yang baru saja mengalami kecelakaan motor yang parah. Ia mengalami pendarahan internal dan kerusakan organ yang luas. Dr. Andi dan timnya dengan sigap mengevaluasi kondisi pasien, dan mereka segera menyadari bahwa pasien tersebut mengalami ruptur aorta, yaitu robeknya pembuluh darah utama yang mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh.
Menyadari betapa kritisnya situasi ini, Dr. Andi langsung mengambil alih kendali. Dengan tegas dan lugas, ia memerintahkan timnya untuk segera menyiapkan peralatan yang diperlukan. "Saya butuh alat laparoskopi, gunting bedah, dan alat penjepit pembuluh darah sekarang!" ujar Dr. Andi dengan suara yang keras namun tenang, menunjukkan otoritasnya sebagai dokter yang berpengalaman.
Tim UGD dengan cepat menyiapkan peralatan yang diminta Dr. Andi dan mengatur ruangan agar sesuai dengan standar operasi. Mereka semua tahu betapa pentingnya kecepatan dalam situasi seperti ini, dan mereka bekerja sama untuk memastikan segalanya siap tepat waktu.
Dr. Andi memulai operasi darurat di UGD dengan fokus dan tenang. Ia mengenakan sarung tangan steril dan masker, lalu memeriksa kondisi pasien sekali lagi sebelum memulai prosedur. Tim UGD telah menyiapkan peralatan yang diperlukan di sekitar meja operasi, sesuai dengan permintaan Dr. Andi sebelumnya.
Dalam langkah pertama, Dr. Andi membuat sayatan kecil di perut pasien untuk memasukkan laparoskop, alat yang dilengkapi dengan kamera kecil untuk melihat bagian dalam tubuh pasien. Ia kemudian memeriksa aorta yang rusak dan merencanakan strategi terbaik untuk memperbaikinya.
Sambil tetap fokus pada tugasnya, Dr. Andi dengan keren meminta peralatan tambahan yang diperlukan. "Saya butuh forceps dan elektrokauter sekarang," ujarnya dengan percaya diri. Seorang perawat segera memberikan peralatan yang diminta, dan Dr. Andi melanjutkan prosedur dengan lancar.
Dr. Andi menggunakan forceps untuk mengangkat dan memisahkan jaringan di sekitar aorta yang rusak, sementara elektrokauter digunakan untuk menghentikan pendarahan di area tersebut. Setelah mencapai aorta yang robek, Dr. Andi meminta graft prostetik, yang akan digunakan untuk menggantikan bagian aorta yang rusak.
"Saya memerlukan graft prostetik ukuran 28mm, cepat!" kata Dr. Andi dengan keren, tanpa mengalihkan perhatiannya dari area operasi. Tim UGD segera menyediakan graft yang diminta, dan Dr. Andi melanjutkan untuk menjahit graft ke aorta yang robek, memastikan bahwa tidak ada kebocoran darah lagi.
Setelah graft berhasil dipasang, Dr. Andi memeriksa kembali area tersebut untuk memastikan tidak ada komplikasi. "Saya butuh alat penjepit pembuluh darah untuk memeriksa kebocoran," ujarnya dengan tenang. Tim UGD menyerahkan alat yang diminta, dan Dr. Andi memeriksa seluruh area operasi untuk memastikan hasilnya sempurna.
Dengan operasi yang berhasil, Dr. Andi memberi isyarat kepada timnya untuk menutup sayatan dan merapikan area operasi. Seluruh proses berjalan lancar berkat kepemimpinan Dr. Andi yang keren dan tegas, serta kerja sama tim yang solid. Pasien tersebut berada dalam kondisi yang jauh lebih baik berkat keahlian dan dedikasi Dr. Andi dan tim UGD.
Setelah beberapa saat yang menegangkan, operasi berhasil diselesaikan, dan kondisi pasien mulai membaik. Dr. Andi dan timnya merasa lega melihat pasien tersebut berhasil ditangani dengan baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Sri Supeni
cerita yg bagus
2023-09-24
1
hohoh, 😌
Lanjut Thor...seru kali loh. tapi kok sepi ya? cuman aku aja yang berisik
2023-09-22
3
hohoh, 😌
Apa ini?
2023-09-22
2