Sepanjang perjalanan pulang, 𝘎𝘢𝘣𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘢 𝘈𝘯𝘢𝘴𝘵𝘢𝘴𝘩𝘢 hanya melamun, sesekali membenarkan letak kacamatanya, menatap kosong pada kaca jendela taksi.Ia lelah, sungguh.
"Sudah sampai 𝘯𝘰𝘯." Ucap pemilik taksi memecah lamunan Gaby.
"O-oh iya Pak." Gaby hendak menyerahkan selembar uang berwarna merah.
"Udah di bayar 𝘯𝘰𝘯, sama teman 𝘯𝘰𝘯 yang tadi."
Gaby keluar setelah mengucapkan terimakasih sekali lagi, menatap bangunan bergaya klasik dihadapan nya. Gaby menghela nafas pelan. Gadis itu tersenyum miris mendapati kenyataan bahwa ia tidak merasakan bahwa bangunan dihadapan nya ini bisa ia sebut sebagai "𝘳𝘶𝘮𝘢𝘩".
Membawa langkahnya memasuki bangunan itu, seperti biasa ada tiga pekerja yang menyambut nya. Tidak tampak terkejut mendapati dirinya yang pulang lebih awal, seolah sudah mengerti.
"Non Gaby sakit?" Salah satu pekerja itu menghampiri Gaby, tampak khawatir.
Gaby menggeleng dengan memberikan senyum tipis. Seolah mengatakan 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢.
"Gaby naik dulu ya bi."
Gaby menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Sebelum memasukinya, ia menatap pintu ruangan di sebelah kamarnya yang tidak tertutup sempurna. Ia tersenyum lebar ketika seorang pemuda keluar dari ruangan tersebut, tampak tergesa-gesa dan melewatinya begitu saja. Perlahan senyuman nya luntur, berganti tatapan sendu dengan mata yang tidak lepas menatap punggung 𝘎𝘢𝘷𝘪𝘯. Setelah kakaknya tak terlihat barulah ia memasuki kamarnya.
Tidak berniat berganti pakaian, ia menghempaskan tubuhnya ke atas kasur membiarkan kakinya menggantung. Menatap langit-langit kamarnya.
Perlahan air matanya mengalir dari sudut mata gadis itu. Ia tidak mengerti kesalahan apa yang di perbuatnya hingga dunia sebegitu kejamnya atas dirinya. Tangannya meraih foto di atas nakas disamping tempat tidurnya. Terlihat seorang wanita cantik yang tersenyum kearah kamera, memperlihatkan lesung pipi yang semakin membuatnya terlihat manis. Tangannya mengusap foto tersebut.
"Ma.., Gaby salah apa? Kenapa semua orang benci Gaby..?" Ia membawa pigura itu kedalam peluknya, seolah benar-benar memeluk wanita hebat yang melahirkan nya itu.
Terlalu lelah membuat Gaby tertidur dengan posisi yang tidak berubah,cukup lama ia tertidur. Hingga ketukan di pintu membuat nya terbangun.
"Non, non Gaby belum makan malam." Panggil 𝘉𝘪 𝘐𝘯𝘢𝘩 sambil terus mengetuk pintu kamar Gaby.
"Iya Bi, sebentar." Ucap Gaby sedikit kencang.
Gadis itu menatap kearah luar, ternyata langit sudah gelap. Sepertinya ia terlalu lama tidur, perutnya kini terasa lapar, karena sedari pagi ia belum makan apapun.
* * * * * *
Setelah membersihkan diri, ia turun. Tiba diruang makan, ternyata disana ada Bi Inah yang seperti menunggunya. Gaby mengedarkan pandangannya.
"Tuan belum pulang." Kata Bi Inah seolah mengerti apa yang di cari gadis itu.
Gaby hanya bergumam dan mengangguk. Bi Inah disana, masih menunggunya.
Bi Inah menatap Gaby, merasa kasihan pada nona kecilnya. Tidak seharusnya dunia berlaku sejahat ini pada gadis lugu seperti Gaby. Tidak seharusnya gadis itu disalahkan atas takdir yang tidak bisa ia pilih.
Gadis itu berdiri dan tersenyum ketika merdengar suara klakson. Tak lama terlihat seorang pria dewasa dengan tas kerja di tangan kanannya memasuki rumah.
"Malam pah.." Sapa Gaby dengan semangat. "Ayok pah makan malam sama Gaby." Lanjut gadis itu yang kini menghampiri 𝘈𝘯𝘥𝘳𝘪𝘰, papanya. "Ayo pah.." Gadis itu kini memegang tangan papanya.
"Menyingkir.!!" Kata pria itu datar. Gaby masih bergeming
"MENYINGKIR SAYA BILANG!!!"
Gaby terkejut ditempatnya, meskipun ini bukan pertama kalinya Andrio membentak nya, ia tetap tidak terbiasa dengan itu.
Gadis itu menunduk menyembunyikan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Buru-buru ia menghapusnya, kembali menatap papanya yang kini sudah menutup pintu ruangan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Atha Diyuta
kasian /Sob/
2024-01-02
1
虞书欣 Vííҽ🦂
deeh dskul ditindas, smpe rmah dimarah bapak kumplit pake telor hr ini geb ya, tidur geb hari esok akan indah😌👍🥰
2023-12-09
0
Elisabeth Ratna Susanti
waduh galak banget nih
2023-11-23
0