Happy Reading!
Pria yang terbilang tak muda lagi itu berusaha sebaik mungkin dan selembut mungkin untuk berbicara dengan istrinya itu. Bahkan ia memberikan pelukan dari belakang sang istri. Posisi yang sangat disukai oleh keduanya. Mungkin juga pasangan suami istri di luaran sana.
"Ma, biarlah Langit menikah dengan Senja. Mama tau kan putri kita itu mempunyai kekurangan? Gimana kalau kelak tak ada yang mau menerima dia karena pinggulnya yang tempang? Apa mama tega kelak dia dihina dan disakiti?" tanya papa Darren. Pelan-pelan ia berkata pada sang istri. Agar istrinya mempertimbangkannya kembali.
Tepat sekali. Jurus papa Darren sepertinya berhasil.
"Dimana kita bisa bertemu dengan besan sebaik mereka coba? Apalagi saat mereka tau kekurangan Senja, mereka tetap menyayanginya. Menganggapnya sebagai putri di keluarga mereka. Apa ada orang lain sebaik mereka? Apa kita nggak kan rugi melepaskan besan sebaik mereka?"
Mama Leoni masih terdiam Kotak LV tadi ia abaikan. Hanya teronggok diatas meja.
"Lagian, apa mama tidak menghargai pengorbanan papa? Karena dialah yang meminta perjodohan ini. Mereka yang bersahabat awalnya membuat perjanjian perjodohan ini. Kalau diatas sana papa bersedih gimana, ma?"
Terkoyak rasanya hati mama Leoni mendengar penuturan suaminya itu. Memang, apa yang dikatakan Darren itu nyata. Sekarang Leoni malah tidak berdaya. Tak tau lagi harus bagaimana mengehentikan perjodohan ini.
Tak mau Leoni pengorbanan ayah mertuanya sia-sia. Benar, Senja memiliki kekurangan. Pinggulnya tempang. Dan semua keluarga Langit sudah tau itu. Langit juga. Lelaki mana yang mau menikahinya kelak jika tau kekurangannya seperti itu?
Bila Senja mengenakan celana atau rok yang ngepas, maka kekurangan itu akan terlihat mencolok.
Luluh juga akhirnya hati mama Leoni.
"Papa nggak usah menyogok ku dengan LV. Perkataan papa tadi membuat aku tak bisa lagi menyangkal. Semua itu nyata. Aku nggak mau putriku kelak terluka oleh lelaki yang menghinanya," tutur mama Leoni sendu. Pasrah ia.
Sebagai ibu, tiada pernah rela jika darah dagingnya disakiti oleh siapa pun. Pun sama dengan Leoni, mamanya Senja dan Biru tersebut - adik Senja yang laki-laki.
Ya, Leoni tak berdaya jika menyangkut kekurangan putrinya itu. Sedih ia bila mengingat akan hal itu.
Sementara di tempat lain, Senja kni ia sedang berada di sebuah taman. Duduk di ayunan, tempat ia semasa kecil bermain dengan Langit. Langit dulunya sering mengejek Senja, apalagi tentang pinggulnya yang tempang. Tetapi Langit tidak akan diam saja jika Senja dihina atau disakiti oleh laki-laki lain.
Langit merasa bahwa hanya dia seorang lah yang boleh mengejek Senja. Yang lain tidak berhak sama sekali. Langit sudah menganggap Senja layaknya adik perempuan baginya.
"Menikah muda? Nggak? Aku nggak mau. Aku menyukai dia. Pokoknya aku nggak mau menikah dengan kak Langit. Dia itu playboy, mata keranjang, genit. Muka mesum . Sukanya lihat pa*tat bohay. Body seksi. Mana mungkin dia level dengan aku yang banyak kekurangan," tutur Senja kesal.
"Lagian aku kan masih sekolah. Nanti kalau aku menikah, sekolah ku gimana? Nggak. Pokoknya aku nggak mau menikah."
Gadis itu bersungut-sungut, sendirian di taman itu. Sampai akhirnya, senja datang di ujung langit. Jingga yang cemerlang telah hadir, mengganti Cahya mentari yang menyengat di hari itu. Saatnya ia untuk kembali ke rumah dan mengutarakan isi hatinya. Penolakannya akan perjodohan ini.
Kalau Senja menghabiskan hari dengan sendiri, lain hal dengan Langit. Ia menelpon dua krucuknya untuk datang ke sebuah club.
Hingga saat ini, mereka akhirnya nongkrong di sebuah club sesuai yang disebutkan oleh Langit tadi.
"Hay, bro. Sudah pulang kau? Wah, makin tampan aja kau ini," tutur Ringgo.
Langit sudah meneguk minumannya hampir habis segelas.
"Gimana di luar negeri, bro? Sukses? Terus ada pacar?" tanya Natan.
Mereka bertiga adalah trio krucuk. Sahabatan mulai dari mereka SMA hingga sekarang. Hanya Langit yang meninggalkan mereka karena melanjutkan studi di luar negeri. Tetapi persahabatan mereka tidaklah putus hingga saat ini.
Ketiga krucuk ini sekarang sedang kuliah sesuai jurusan yang mereka minati. Dan hanya Langit pula yang memilih jurusan pendidikan.
"Aku lagi stres," ucap Langit lagi sambil meneguk minuman di dalam gelasnya hingga tandas.
"Aku diminta untuk menikahi bocah ingusan," tambah Langit lagi. Nampak ia tidak suka.
"Menikah? Kayaknya enak tuh," celetuk Ringgo.
"Bocah? Siapa? Kenal kau sama bocah itu?" tanya Natan penasaran.
"Dia masih SMA kelas tiga. Teman kecilku," sahut Langit. Ia mengisi lagi gelas kosongnya hingga penuh.
Tinggal di luar negeri, membuat Langit terbiasa minum minuman keras itu. Bahkan sudah empat gelas ia minum, tapi tak mabuk juga. Sementara kedua krucuk itu, belum habis dua gelas sudah teler.
"Aku harus gimana?" tanya Langit kepada kedua krucuk yang sudah mabuk itu.
"Elah, terima aja. Nggak usah pusing. Enaklah nikah, bro. Kamu bebas melakukan apa saja sama dia. Kan udah sah," tutur Natan. Matanya menatap sayu ke arah gerombolan cewek-cewek yang sedang menari mengikuti alunan musik DJ di club itu.
"Ada cewek, bro. Ke sana yok!" ajak Ringgo. Ia menarik tangan Natan yang juga melihat ke arah perempuan-perempuan dengan baju kurang bahan itu menari sesuai irama musik DJ.
"Langit, kau nggak ikutan?" tanya Natan.
Langit tak peduli. Ia tetap diam di kursinya dan menghabiskan minumannya sampai tandas.
Kedua temannya sudah sempoyongan sementara Langit masih biasa saja. Bingung ia sekarang, akan kah ia menerima perjodohan ini?
...\=ooo000ooo\=...
"Sudah waktunya sekarang. Pernikahan ini harus terjadi," gumam kakek Damar. Ia meminta tolong kepada perawat yang ada di sana untuk mengambil ponselnya. Lalu ia menghubungi anak kandungnya, papa Arian. Juga dokter keluarga mereka.
Tak berapa lama, Arian sudah masuk ke dalam kamar sang papa.
"Ada apa, pa? Papa baik-baik saja kan?" tanya Arian panik.
"Aku baik-baik saja. Aku mau minta tolong sama kamu Arian. Kita harus mengatur strategi supaya pernikahan ini terjadi. Kamu mau kan membantu papa?" tanya kakek Damar kepada anaknya.
"Mau lah, pa. Tapi papa harus janji, papa akan baik-baik saja," jawab Arian.
Mereka berdua terlibat obrolan serius. Hingga sampai dokter keluarga tiba. Lalu, Arian membisikkan sesuatu kepada dokter tersebut.
Malam pun tiba.
Langit dan Senja sudah sampai di depan rumahnya. Entah mengapa mereka bisa tiba bersamaan. Terdengar suara orang menjerit dan meraung dari kediaman kakek Damar.
Keduanya terkejut. Belum sempat mereka untuk saling berbasa-basi, keduanya reflek mengambil langkah seribu. Ingin tau apa yang terjadi di sana. Pikiran keduanya tertuju kepada kakek Damar.
"Kakek!" seru keduanya bersamaan.
Papa Arian, mama Anggie, paman kecil Andra, papa Darren dan mama Leoni sudah berdiri di dalam kamar kakek Damar. Berbaris dengan wajah sedih, bahkan ada yang meneteskan air mata.
Membuat Langit dan Senja semakin panik.
"Kakek? Kakek kenapa, ma?" tanya Langit kepada mama Anggie.
"Kakek.... kakek kamu...."
Belum selesai mama Anggie menyelesaikan kalimatnya, sudah terdengar bunyi di monitor.
"Sebelum kalian datang, kakek ingin sekali kalian menikah. Katanya itu permintaan terakhirnya. Jadi...."
Papa Arian mencoba mendramatisir keadaan.
"Kakek, bangun, kek! Senja mohon. Senja nggak mau kehilangan kakek," ucap Senja. Ia berjalan perlahan mendekati ranjang kakek Damar. Air matanya sudah berlinang.
Mama Leoni merasa bersalah atas hal ini. Ingin rasanya ia membocorkan semuanya. Akting kakek Damar sungguh patut diacungi jempol. Tetapi ia tak berdaya.
"Kakek, bangun. Aku akan mengabulkan permintaan kakek. Aku akan menikah dengan kak Langit. Tapi kakek harus bangun! Bangun, kek!" ucap Senja lantang. Ari mata dari pelupuk matanya sudah mengalir deras sedari tadi.
"Iya, kek. Bangun! Aku juga akan menikah dengan Senja. Tapi kakek harus bangun!" tutur Langit juga.
Keduanya reflek berucap tanpa memikirkan hal apapun.
Papa Arian, mama Anggie dan papa Darren tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya, jawaban yang mereka tunggu-tunggu terkabul sudah. Keduanya dengan sendirinya berjanji akan menikah. Wah, ini harus dirayakan!
Pun sama, kakek Damar pun senang. Tersenyum bahagia ia di hati. Tetapi matanya masih ia pejam. Tak mau ia sandiwara ini terbongkar jika semuanya belum jelas.
Setelah Senja dan Langit berjanji akan menikah, terdengar suara batuk-batuk, yang berasal dari kakek Damar. Sontak, Senja dan Langit segera menoleh.
"Kakek! Kakek baik-baik saja?" tanya Senja. Senang ia karena kakek Damar sudah menunjukkan reaksi.
"Iya, kek. Ada yang sakit, kek? Mana yang sakit, kek?" tanya Langit. Ia juga senang, akhirnya sang kakek sudah bisa merespon.
"Tadi, kalian bilang apa?" tanya kakek Damar, pura-pura tak ia dengar apa yang Senja dan Langit sampaikan.
"Ta-tadi Senja bilang kalau Se-senja bersedia menikah dengan kak Langit," ucap Senja lesu. Suaranya nyaris tak terdengar. Terlalu pelan.
Apa yang baru saja ia ucapkan tak bisa dipungkiri, tak bisa dielakkan. Tak bisa dibalikkan. Semuanya sudah terlanjur terucap. Ia sudah berjanji dan janji harus ditepati.
"Benarkah itu? Lalu kamu Langit?" tanya kakek Damar kepada Langit yang tertunduk.
"Iya, kek. Kita akan menikah demi kakek."
Pun sama, Langit berucap dengan pelan, serta kepala yang tertunduk ke bawah. Seperti bukan langit yang kakek Damar kenal. Yang gentleman, yang tegas dan kuat.
To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
Kakek.. pinter benar beraktingnya.. hehehe.
2024-02-27
0
Endang
saya suka cerita nya
2023-10-18
2