"Dimana Amanda? Aku akan membawanya jalan jalan."
"Dia ada di rumah ibuku sekarang." Jawab Catherine.
"Dia tidak mendapatkan acara makan malam yang pantas yang seharusnya dia dapatkan, jadi aku menyuruhnya merayakannya bersama nenek dan sepupunya di sana."
Marcell mengerutkan kening. "Kenapa kamu berlebihan sekali? Kita selalu makan malam bersama Amanda. Aku hanya melewatkan satu hari!"
"Satu hari?" Catherine memelototinya.
"Marcell Sebastian. Apa kamu tidak sadar bahwa kamu telah pergi berminggu minggu? Aku bisa menghitung dengan jariku berapa kali kamu pulang ke rumah dalam satu bulan terakhir!"
"Jika kamu ingin menghabiskan waktumu dengan sekretaris murahan itu silahkan pergi saja!" Tegas Catherine.
"Oh, diam, Catherine. Aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini. Terus kenapa? Ayolah! Jangan abaikan fakta jika aku bisa bosan dan merasa lelah dengan pekerjaanku di kantor." Jawab Marcell membela diri.
"Sesekali bermain dengan wanita seharusnya bukanlah suatu masalah. Sebagai gantinya, sampai matipun aku bisa bemberikan kehidupan mewah untukmu. Persetan! Berdebat denganmu tidak akan menyelesaikan masalah."
Marcell kesal sekarang. Dia pulang hari ini untuk menebus kesalahannya tadi malam yang melupakan janjinya pada Amanda. Tapi dia malah harus mendengarkan Catherine
berteriak tentang hal yang sama berulang kali.
"Jangan membuatku lebih pusing dengan ocehanmu."
"Pusing?" Catherine menggigit bibir bawahnya. Tangannya sudah terkepal sepanjang waktu dan dia hampir saja meninju suaminya yang tidak tahu rasa bersalah itu.
Tapi Catherine siap untuk pukulan yang lebih besar dari hanya sekedar pukulan. Dia siap untuk semuanya yang akan dia tanggung setelah menangis sepanjang malam. Menangisi tentang hal ini, tentang keluarga yang susah payah coba ia pertahankan akan hancur setelah ia menandatangani kertas itu.
Dia tidak tidur semalaman. Tidak peduli berapa kali dia mencoba menutup mata, matanya akan terbuka setiap kali dia mendengar suara mobil di luar. Berharap itu mobil Marcell.
Tapi ternyata itu bukan Marcell. Karena laki laki bajingan itu menghabiskan waktunya dengan memuaskan sekretarisnya di kamar hotel dan melupakan keluarga aslinya.
Catherine mengambil surat cerai itu dari atas meja dan mendorongnya ke dada Marcell.
"Ambillah! Aku membuatmu pusing? Mungkin surat itu akan menyembuhkan pusingmu."
Marcell yang terkejut mengerutkan kening. Dia masih bingung dan hampir tidak bisa membaca kata kata di surat itu.
"Apa apaan ini?" Dia bertanya.
"Itu surat perceraian. Aku sudah mengisi bagianku menandatanganinya, kamu hanya perlu melakukan hal yang sama. Atau haruskah aku memanggil sekretarismu untuk membantumu?"
"Perceraian?"
Di samping penglihatan dan pendengarannya, pikiran Marcell semakin menajam. Dia menyipitkan mata dan menatap Catherine.
"Ya. Kau bisa melihatnya sendiri. Aku tidak akan mengulanginya lagi setelah ini." Catherine menegaskan. Berbicara dengan api di mulutnya. Dia berusa keras agar tetap terlihat kuat. Dia tidak ingin terlihat putus asa di depan suaminya yang telah berselingkuh sejak dia masih hamil satu satunya buah hati mereka.
Tapi siapapun tahu betapa hatinya berdarah saat dia menyerahkan surat cerai itu kepada Marcell.
Perceraian
Kata itu membakar Marcell. Dia berkedip beberapa kali untuk membaca sepintas kertas itu. Dan itu semua sah. Catherine tidak berbohong dan benar benar sedang serius saat membahas tentang perceraian. Padahal ide soal perceraian tidak pernah sama sekali ada di dalam pikiran Marcell.
Dia tidak akan pernah menceraikan wanita yang ada di hadapannya ini.
Marcell selalu berpikir bahwa dia memiliki kehidupan yang stabil bersamanya, meskipun dia berslingkuh dia memberikan kehidupan yang nyaman, kehidupan yang hampir diingankan oleh setiap wanita.
Dalam kehidupan yang kaya, Catherine bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan. Dia bisa mendapatkan seluruh kota jika dia mau.
Tapi, Marcell juga mengakui bahwa Catherine tidak semewah yang dia harapkan. Dia berharap Catherine bisa lebih boros dalam membelanjakan uang, jadi dia bisa memiliki alasan untuk bermain di luar.
Tapi memang hanya itu yang ia bisa dapatkan sebagai seorang laki laki, uang.
"Kau gila!" Kata Marcell yang hilang kendali. Ini semua di luar rencananya.
"Ya, benar. Aku bisa gila jika terus tinggal denganmu." Jawab Catherine.
"Cih! Apa ini semua gara gara uang?"
"Jika memang kau marah padaku hanya karena aku tidur dengan wanita lain, beli saja barang bagus untuk dirimu. Borong tas, perhiasan atau mobil jika kamu mau. Kau tahu uang bukan masalah bagiku, Catherine Sebastian."
"Aku bukan CATHERINE SEBASTIAN lagi brengsek!"
Catherine mengambil surat cerai dan melambaikannya ke depan wajah Marcell. Menunjuk dengan jari telunjuknya yang panjang ke tempat yang sudah ia tanda tangani.
"Lihatlah! Aku menggunakan nama
gadisku di surat cerai! Aku sudah tidak tahan hidup lagi denganmu. Aku ingin kita berpisah!"
Marcell melihat nama yang ditunjuk Catherine. Itu benar Catherine Anderson. Dia sangat yakin tentang perceraian dan Marcell masih tidak mengerti mengapa.
"Terserah! Berhentilah berbicara tentang perceraian. Aku sedang dalam kondisi yang buruk sekarang. Ingatlah, aku tidak akan tertawa jika kau mengatakan ini hanya lelucon."
"Sayangnya ini bukan lelucon."
"Aku memberimu uang dan kehidupan yang mewah. Apa lagi yang kau inginkan?"
Catherine terdiam tidak habis fikir. Dia menutup mulutnya yang menganga. Marcell tidak mengerti betapa seriusnya ini. Dia tidak sadar betapa sakitnya hati Catherine akibat ulahnya.
8 tahun menikah dan 7 tahun hanya pengkhianatan. Dimana Marcell memaksanya menjadi istri dan ibu rumah tangga yang baik merawat anak mereka di rumah, sedangkan dia bercinta dengan setiap wanita yang ditemuinya di luaran sana.
"Aku memberimu status menantu keluarga Sebastian, rumah tangga yang stabil dan seorang putri yang pintar." Dia membuang nafas.
"Segalanya sudah aku berikan. Berhenti berbicara yang aneh aneh dan katakan saja padaku apa yang kau butuhkan!" Lanjutnya.
"Aku ingin bercerai, SIALAN! Aku ingin bercerai!"
Catherine mulai memukul dada Marcell sekuat tenaga sambil berteriak. Namun dia hanyalah seorang wanita biasa, tidak ada apa apanya jika dibandingkan dengan tenaga pria yang ada di depannya.
Marcell yang kesal akhirnya mencengkram pergelangan tangan Catherine dengan erat.
"Akh!"
Marcell mencondongkan tubuh hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Catherine. Dia mengulangi pertanyaannya seolah-olah dia masih tidak mengerti apa yang salah.
"Apa aku perlu mengingatkanmu darimana kamu berasal, Catherine?"
"Aku menolongmu dari kemiskinan. Membayar hutang keluargamu dan membantumu membayar biaya pendidikan."
"Apa menurutmu kau masih bisa hidup seperti ini jika bukan karena bantuanku?"
"Catherine, gunakan otak kecilmu sebentar. Aku tahu kamu hanya seorang ibu rumah tangga yang bodoh, tapi aku memilihmu," kata Marcell, berpikir bahwa itu akan cukup untuk mengintimidasi dan menghalangi Catherine dari perceraian.
"Tentu, aku tidur dengan wanita lain, tapi apakah aku pernah melakukannya di dalam rumah kita? Apakah aku pernah membiarkan Amanda melihat perselingkuhanku? Apakah aku berhenti memberikan uang kepadamu dan Amanda?"
"Jadi, katakan. Apa yang harus kulakukan agar kau berhenti berfikir tentang perceraian ini? Kau tidak akan punya apa apa tanpa aku jika kamu memutuskan untuk melanjutkan perceraian ini."
Catherine menatap Marcell, pria yang dicintainya selama 12 tahun itu, pria yang berbagi tempat tidur dengannya, pria yang memberikannya seorang putri yang cantik dan berjanji bahwa dialah satu satunya. Air matanya mulai menggenang dan jatuh ke pipinya.
"Aku ingin kamu yang seperti dulu." Ucap Catherine.
"Hah?"
"Aku butuh cinta, Marcell Sebastian."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments