Part 3

Matahari yang sudah menyongsong tinggi di langit pun tidak berhasil membujuk Mawar yang masih menutup tubuh nya dengan selimut, Mawar masih merasa bersalah dan ketakutan karena apa yang ia lakukan dan ia saksikan.

Suara pintu kamar terbuka di iringi dengan suara Roy.

"Temui saya di halaman belakang!."

Mawar memejamkan matanya menguatkan hati dan tubuhnya untuk menemui Roy.

Mawar keluar kamar dan berjalan ke halaman belakang dimana Roy sudah berdiri dengan sebuah boneka besar yang di ikat di sebuah pohon. Roy menyodorkan sebuah pisau pada Mawar, Mawar memasang raut wajah ketakutan lalu mundur satu langkah dari posisinya.

"Kau harus melatih penggerakan pisau mu, kemarin kau tidak berhasil membunuhnya." Roy mengambil lengan Mawar yang bergetar dan menaruh pisau itu di tangan Mawar.

"Tusukkan pisau ini hingga air dalam boneka itu keluar." Titah Roy yang sudah menyiapkan air di dalam boneka berbentuk manusia.

Tangan Mawar masih bergetar, Roy menghadapkan tubuh mawar ke boneka dan berbisik di telinga Mawar.

"Kau tidak peru takut dengan pilihanmu sendiri." Roy menepuk pundak Mawar.

****

Sudah tiga hari Mawar tidak masuk sekolah, wali kelas memberitahukan kalau Mawar sedang sakit. Levin yang tidak tahu dimana rumah Mawar atau pun number telponnya hanya bisa menunggu kehadiran Mawar.

Seutas senyum tergambar di wajah tampan Levin ketika kembali melihat Mawar masuk ke dalam kelas setelah 3 hari ia tidak melihatnya, tapi seperti biasa Mawar tidak membalas senyuman dan hanya melewati Levin begitu saja.

Waktu istirahat pun tiba, levin sudah tau harus pergi kemana untuk bisa bertemu dengan Mawar. Levin tidak mengeluarkan sepatah katapun ketika melihat Mawar yang tertidur dengan memeluk lututnya, Levin mencoba melangkah lebih dekat namun tanpa di sengaja dia menginjak ranting kering yang ada membuat Mawar terbangun dari tidurnya dan langsung melihat ke arah Levin.

"Hai." Levin tersenyum canggung.

Mawar tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun, dan hanya memalingkan wajahnya dari Levin.

"Kau terlihat lebih murung dari biasanya." levin duduk di samping Mawar.

Mawar tidak menghiraukannya.

Levin menjulurkan tangannya ke kening Mawar.

"Tubuhmu dingin."

Mawar kembali melihat ke arah levin sembari menurunkan tangan Levin dari keningnya.

"Kau takut hantu bukan?! Kenapa kau sering datang kemari?." Suara Mawar terdengar begitu lelah.

"Aku tidak takut hantu kalau bersama mu." Levin membalikan telapak tangan mawar yang penuh dengan luka. "Ada apa dengan tanganmu?."

Mawar mencoba menjauhkan tangannya dari Levin, namun genggaman Levin terlalu kuat.

Levin menatap mata mawar dengan tatapan penuh ke khawatiran.

"Apa yang kau lakukan sehingga tanganmu seperti ini?." Levin membalikan tangan kiri Mawar yang tak jauh berbeda dengan tangan kanannya.

Mawar terus menatap Levin dengan sendu, Mawar merasa ingin memeluk Levin dan menangis dan mengeluarkan semua yang ia rasakan selama ini. Levin meniup setiap luka yang ada di tangan Mawar.

"kau tidak boleh sedekat ini denganku."

Levin mengangkat kepalanya untuk menatap Mawar, ia melihat air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata Mawar.

Tanpa persetujuan Mawar Levin memeluk tubuh Mawar dan menenggelamkan Mawar ke dalam tubuhnya. Mawar merasakan sesuatu yang mendesak dalam dirinya, pelukan hangat Levin membuat pertahanannya ambruk dan langsung menangis tersedu sedu mengeluarkan semua yang berkecamuk di dalam hatinya.

****

Matahari sudah berganti dengan bulan tanpa bintang malam ini. Mawar duduk di tepi kasur dan menatap kembali jaket pink yang masih tergantung di pintu lemari, untuk pertama kalinya ia merasa tubuhnya ringan dan udara yang ia hirup terasa tidak begitu menyesakkan.

Suara ketukan mengalihkan perhatian Mawar.

"Bersiap lah, saya tunggu di mobil." Suara Roy terdengar di balik pintu.

"Baik." Jawab Mawar.

Mawar berpikir sejenak sebelum mengambil jaket pink untuk menghangatkan tubuhnya.

Di dalam mobil Roy menatap aneh karena baru pertama kali Mawar menggunakan pakaian atau jaket berwarna cerah.

"Kapan kau membeli jaket itu?." Tanya Roy.

"Saat aku di ikuti." Jawab Mawar.

"Kau menggunakan itu untuk mengelabui mereka?." Roy terdengar meremehkan.

"hm." jawab singkat Mawar.

Setelah sampai di tempat tujuan, Mawar mengikuti Roy dari belakang melewati pasar yang sudah tutup dan masuk kedalam satu toko, Mawar melihat ke sekeliling toko yang hanya menjual ramuan ramuan herbal, Mawar melihat Roy berbisik pada penjaga toko, penjaga toko seorang pria paruh baya menatap ke arah Mawar yang membuat Mawar sedikit risih.

"Kau yakin dia bisa melakukanya?." Tanya penjaga toko sembari melihat ke arah Mawar.

"Jangan meremehkan penerusku." Ujar Roy sebelum memberi isyarat pada Mawar untuk mengikutinya lagi.

Mawar menilik tajam ke arah penjaga sebelum mengikuti Roy masuk ke bagian dalam toko yang memiliki pintu rahasia dan tangga menuju ke ruangan bawah tanah.

Mawar mengerutkan dahinya ketika melihat orang orang bertopeng duduk memandang mereka, dan Mawar melihat ada sebuah ring di tengah ruangan.

"Akhirnya penantang kita sudah datang." Ujar salah satu dari mereka.

"Maaf sudah membuat kalian menunggu lama." Sahut Roy.

Roy membalikan tubuhnya menghadap Mawar.

"Sekarang tunjukan hasil latihan mu selama ini." Mawar menatap Roy tak mengerti. "Bunuh lawanmu di atas ring."

"A..aku belum siap." Mawar mencoba lari dari tempat itu, namun lengan Roy lebih cepat menangkap lengan Mawar.

"Tidak ada kata itu di hidupmu," Bisik Roy di telinga Mawar. "Di hidupmu hanya ada kata bunuh atau di bunuh." Mawar menatap nanar ke arah Roy.

"Lepas tas dan jaket mu, lalu naik ke atas ring."

Mawar menarik nafas dalam lalu melepaskan jaket dan tas, menghembuskan nafas yang ia hirup sembari berjalan ke atas ring.

Mawar melihat lawannya seorang pria yang tidak terpaut umur jauh darinya, badanya tak sebesar pria tempo hari.

Terdengar suara pertanda pertandingan di mulai pria itu mulai menunjukan kemampuannya, tidak semua serangan dapat Mawar tangkis sehingga mengenai wajah dan meninggalkan luka di beberapa bagian tubuh lainnya. Mawar belum membalas serangan pria itu sampai Roy meminta waktu untuk berbicara dengan Mawar sebentar di atas ring.

Roy mendorong tubuh Mawar dengan kasar ke ujung ring.

"Kalau kau seperti ini terus kau akan mati!! Bunuh dia! Hancurkan musuhmu."

"Aku tidak ingin membunuh siapapun!." Jawab Mawar.

Roy menekan sikutnya di leher Mawar. "Kalau kau berpikir seperti itu, kau tidak akan pernah menemukan pembunuh orang tuamu."

Mawar menatap Roy penuh kebencian.

"Keluarkan hasrat pembunuh mu, tunjukan padaku kalau kau sudah bisa membunuh manusia." Roy menghempaskan tubuh Mawar dan mempersilahkan pertandingan untuk di lanjutkan.

Sorot mata mawar kini berubah, sorot matanya tampak dingin dan kejam. Mawar mulai memberikan perlawanan dan tidak membiarkan pria itu mendaratkan pukulan lagi di tubuhnya, Mawar mengeluarkan semua kemampuannya untuk menjatuhkan lawannya, hingga sampai dimana Mawar menduduki tubuh pria itu dan akan melayang kan tinjunya.

"Selamatkan saya." Rintih pria yang wajah nya sudah tertutup dengan darah.

Rintihan itu menyadarkan Mawar, Mawar menurunkan lengannya dan berdiri dari posisinya dan melihat keadaan pria itu tidak berdaya di bawah kakinya. Suara yang menandakan pertarungan berhenti terdengar, seseorang mendekati tubuh pria itu untuk mengecek apa dia sudah mati atau belum.

"Dia masih hidup." Mawar yang mendengar itu bernafas lega dan melangkah mundur dari posisinya.

Mobil melaju dengan sangat cepat, Roy terlihat sangat tidak puas dengan hasil pertandingan tadi.

"Kenapa kau tidak membunuhnya." Roy kesal.

Mawar hanya terdiam seraya menatap lampu lampu jalanan yang terlewati.

"Jangan pernah melupakan perjanjian kita." Roy mengingatkan. "Saya membiarkanmu hidup bukan untuk menjadikan mu manusia yang baik hati."

Mawar memejamkan matanya sembari meremas jaket pink yang ia kenakan.

****

Mawar menjadi bahan gunjingan di sekolah karena wajahnya penuh luka dan kedua tangannya di perban. Mawar bersama Roy baru saja keluar dari ruang guru dan langsung melihat Levin yang sudah menunggu mereka sedari tadi. Levin menyapa Roy dengan tersenyum sembari menundukkan kepalanya sedikit, Roy membalas sapaan Levin dengan tatapan dingin.

"Ayo masuk kelas." Karena tatapan itu Levin bersikap canggung pada Mawar.

Mawar pun melangkah terlebih dahulu tanpa berpamitan dengan Roy.

Roy berkutat dengan pikirannya ketika melihat Mawar dan Levin berjalan bersama menuju kelas mereka, Roy melihat senyuman tulus yang di berikan Levin pada Mawar dan interaksi Mawar pada Levin terlihat sangat berbeda dengan Mawar yang biasa ia lihat, Roy menyeringai sebelum memalingkan pandanganya.

Levin dan Mawar duduk bersama di tempat persembunyian mereka. Levin tidak bisa menghentikan senyumannya ketika Mawar mengunakan jaket pink yang mereka beli bersama.

"Berhentilah tersenyum." Ujar Mawar.

Levin hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Aku senang kau mulai menggunakan jaket ini." Ungkap Levin.

"Apa kau tidak takut padaku?." Mawar menatap Levin dengan sendu.

"Hm.. aku sudah melewati ketakutan ku padamu."

"Maksudmu?!." Mawar tidak mengerti.

"Pertama kali aku bertemu dengan mu aku takut kau memukulku, dan di hari pertama itu juga kau membuat hidung ku berdarah, jadi tidak ada lagi yang harus ku takutkan darimu."

Untuk pertama kalinya Levin melihat senyuman di wajah Mawar yang saat ini penuh dengan luka.

"Dan ketakutan kedua ku padamu baru saja terlewati." Levin memasang wajah seriusnya.

"Ketakutan apa itu?" Mawar masih tersenyum.

"Ketakutan kedua ku ialah jatuh cinta padamu, dan sekarang ketakutan itu hilang karena aku sudah jatuh cinta padamu." Senyuman yang tadi terlukis di wajah Mawar kini sirna setelah mendengar pengakuan Levin.

Raut wajah Mawar berubah drastis, tergambar jelas ke khawatiran dari sorot matanya.

"Jangan jatuh cinta padaku, kau akan menyesalinya." Titah Mawar.

"Aku tidak akan menyesalinya!". Pungkas Levin.

"Kau tidak mengenalku."

"Buatlah aku mengenalmu."

"Kau akan berlari dan membenci dirimu sendiri karena perasaan mu itu."

"Aku tidak akan berlari dan membenci perasaan ku padamu." Tekad Levin.

"Pembohong."

"Kalau begitu sadarkan aku, buatlah aku membenci perasaan ini dan berlari dari mu," Levin menggenggam tangan kanan Mawar. "Tunjukan siapa dirimu yang sebenarnya padaku."

Mawar ingin sekali memberitahu semuanya pada Levin, tapi mulutnya tidak bisa bersuara. dadanya terasa penuh dan sesak.

"Biarkan aku berada di sisimu, dengan begitu aku bisa mengenal siapa dirimu." Ucapan Levin begitu menenangkan bagi Mawar.

Mawar mencoba mempertahankan batasan yang sudah ia buat agar tidak memiliki perasaan pada siapapun.

"Aku jatuh cinta padamu Mawar."

Mawar tidak bisa lagi mempertahan kan batasannya ia mendekatkan tubuhnya pada Levin dan mencium bibir Levin, bibir mereka pun saling bertautan di iringi air mata yang jatuh dari pelupuk mata Mawar.

To Be Continued...

Jangan lupa kritik dak saranya ^^

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!