"Aiden! Cepatlah!?" teriak Aulia dari ruang keluarga. Mereka berencana untuk menonton film Harry Potter yang sedang populer.
"Ya, sabarlah sedikit" balas Aiden dengan menuruni tangga sambil menggerutu.
Dari arah dapur datang Kanaya yang di ikuti oleh beberapa pelayan yang sedang membawakan cemilan untuk mereka.
"Kalian ingin menonton film apa?" Kanaya bertanya sambil mendudukkan dirinya di sofa sebelah Aiden. Para pelayan pun segera meletakkan camilan itu ke atas meja, lalu membungkukkan badan dan pergi ke dapur.
"Harry Potter, Mom. Kata Justin film-nya bagus" ucap Aqila yang di setujui kembarannya. Justin adalah anak dari sahabat Kanaya dan Nikolas, dia beberapa bulan lebih tua dari triplets.
Beberapa menit mereka hanya mengganti ganti channel televisi, tapi tak kunjung mendapatkan channel yang menayangkan film Harry Potter itu.
"Channel tadi loh!" seru Aqila yang kesal dengan Aulia.
"Yang tadi gak ada. Kata Justin channel ini bukan yang itu" Aulia membalas ucapan kembarannya itu.
"Huh, bukan ini, tadi itu masih iklan. Sini aku aja!" Aqila pun merebut remote televisi dari tangan Aulia.
"Tuh kan, apa ku bilang, gak ada" ujar Aulia saat Aqila mengganti channel yang menurutnya menayangkan film Harry Potter.
Akhirnya Aqila mengganti ke channel yang menurut Aulia benar, tapi di channel itu juga tidak menayangkan film Harry Potter.
"Channel mu juga gak ada tuh" ucap Aqila saat mengganti channel sebelumnya. Aqila dan Aulia pun bertatapan dengan mata yang memancarkan permusuhan, lalu membuang muka dengan mendengus dan melipat kedua tangan di depan dada.
Aiden yang melihat pertengkaran mereka pun memutar matanya malas. Sedangkan Kanaya hanya tersenyum tipis melihatnya. Menggemaskan sekali anak anaknya ini.
"Kalian salah semua, siniin remote-nya!" Aqila segera memberikan remote itu kepada Aiden. Dia pun mencari aplikasi Netflix untuk menonton film Harry Potter Dia tidak mau mencari channel seperti kembarannya itu. Kalau ada yang mudah kenapa cari yang sulit pikirnya. Walaupun nonton di Netflix berbayar, tapi tenang saja uang Daddy-nya tidak akan habis hanya karena itu.
Mereka menonton film itu dengan sesekali mengomentari adegan yang tidak mereka sukai. Posisi duduk mereka pun sudah berantakan Aulia yang sudah tiduran di karpet, Aqila yang tiduran di sofa dengan kaki di atas sandaran sofa, dan Aiden yang masih duduk tegak dengan camilan yang ada di pangkuannya. Sedangkan Kanaya sedang berada di dapur menyiapkan makan siang dibantu koki yang dipekerjakan Nikolas.
Walaupun ada koki, Kanaya ingin memasak sendiri untuk keluarganya. Kadang kalau dia sedang sakit, koki itu yang akan memasak untuk mereka.
Tak lama ada adegan ciuman membuat Aiden melonjak dari duduknya dan segera berlari ke depan untuk menghalangi pandangan kembarannya itu saat mereka berdua tidak memperhatikannya.
"Huh?! Kenapa kamu menghalanginya? Minggir!, gak kelihatan." perintah Aulia supaya Aiden menyingkirkan dari depan televisi itu. Tapi Aiden tak mengindahkannya. Membuat Aqila dan Aulia duduk dengan pandangan penasaran ke arah televisi.
"Gak." balas Aiden. Aulia dan Aqila pun cemberut mendengar jawabannya. Jadi posisi Aiden menghadap televisi dengan punggung yang menghadap dua saudaranya.
"Kenapa sih?" Aqila yang ingin tau pun mendekat ke arah televisi di ikuti Aulia. Aiden pun segera membalikkan badannya menghadap mereka, sekaligus membalikkan badan keduanya. Tapi kepala Aiden masih menengok kebelakang melihat adegan itu.
"Ini tuh gak baik untuk anak kecil" balasan Aiden membuat mereka kesal.
"Kamu kan juga masih anak kecil!" seru Aulia menjawab dengan nada kesal. Mereka pun ingin menengok kebelakang, tapi adegannya sudah berganti. Membiarkan kembarannya itu melihat.
"Tapi kan aku kakaknya" Aiden segera berjalan ke sofa tempatnya duduk tadi. Lia dan Qila yang sedang menonton dengan berdiri pun segera membalikkan badannya secara bersamaan setelah mendengar balasan Aiden.
"Kakak apanya?! Orang kita kembar" Aqila membalas dengan mengikuti Aulia yang sudah berjalan terlebih dahulu ke arah sofa.
Aiden diam sejenak, menelan makanan di mulutnya, lalu berkata "Walaupun kita kembar, aku lahir lebih dulu dari kalian" Aiden tersenyum dengan lebar dan mengarahkannya tatapannya pada Lia dan Qila yang sudah duduk di sampingnya.
Lia dan Qila mendengus mendengar itu. "Kamu hanya lahir lima menit lebih dulu dariku dan sepuluh menit lebih awal dari Qila" balas Lia dengan menatap Aiden tak suka.
Meletakkan camilannya. Aiden membalas Lia dengan kaki kanan yang bertumpu di kaki kiri. "Itu artinya aku menghirup oksigen lebih banyak dari kalian, jadi menurutlah padaku, kakakmu" ucap Aiden dengan tersenyum di sudut bibirnya.
Aqila hanya melihat perdebatan kembarannya itu dengan sepiring camilan di tangannya yang hanya tersisa setengah.
"Iya iya yang tua" ucap Aulia dengan tangan yang mengambil camilan dari pangkuan Aqila. Melihat itu Aqila segera menepuk tangan Lia, menolak untuk membagi camilan itu. Aulia hanya acuh dan tetap mengambilnya.
"Apa?! Kamu!?" Aiden kesal mendengar kata tua dari adiknya itu, melihat itu Aulia hanya menjulurkan lidahnya, mengejek Aiden.
"Ada apa, nih?" ucap Kanaya yang baru datang, ingin mengajak anaknya makan siang bersama. Aiden dan Aulia terlihat bertatapan marah saat dia menghampiri mereka.
"Gak papa, Mom. Tadi Lia sama Aiden hanya berdebat sedikit" Aqila menjawab ketika melihat keduanya memalingkan muka dan tidak berniat menjawab Mommy-nya.
"Udah. Ayo makan siang dulu" ucap Kanaya untuk mengalihkan perhatian mereka ketika melihat keduanya membuka mulut ingin berbicara. Agar tidak ada perdebatan yang lain antara ke duanya.
Mendengar itu mereka segera berdiri dari duduknya menuju ruang makan. Kanaya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak - anaknya itu. Mematikan televisi sebelum menyusul anaknya ke ruang makan.
Paris, Île-de-France, Prancis 10.45 AM.
Terlihat banyaknya bangunan bertingkat di ibu kota Perancis ini. Di salah satu ruangan, di bangunan yang terlihat megah dan mewah. Seorang pria sedang menatap banyaknya orang yang berlalu lalang di bawahnya dari kaca ruangannya itu dengan pandangan datar, acuh tak acuh.
Terdengar ketukan pintu dari luar ruangan.
"Masuk" ucapnya mengizinkan orang yang ada di luar untuk memasuki ruangan kantornya itu.
Seorang pria masuk dengan membawa berkas - berkas yang akan di tanda tangani bos-nya itu, dia adalah tangan kanannya. Berdiri di belakang pria itu yang belum juga mengalihkan pandangannya.
"Tuan, ada berkas yang harus segera anda tanda tangani" pria itu hanya melirik dari sudut matanya dan berkata dengan intonasi datar, "Taruh di mejaku!" Berkas itu pun langsung ditumpuk, di berkas berkas lainnya yang membutuhkan tanda tangan pria itu.
"Bagaimana keadaan mereka?" tanya pria itu. Asisten itu diam sejenak, lalu berkata "Mereka baik - baik saja, seperti keluarga pada umumnya".
"Huh! Segera kirim dia, aku ingin rencananya segera berjalan" ucap pria itu dengan membalikkan badannya menghadap sang asisten.
"Baik tuan, akan segera saya laksanakan" mendengar balasan asisten membuat pria itu mengangguk. "Kalau tidak ada yang lain, kau boleh pergi!" perintahnya dengan berjalan menuju meja kerjanya. Sang asisten membungkukkan badannya, lalu segera pergi dari ruang kantor bos-nya untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya tadi.
"Tidak akan lama lagi, tunggu saja kehancuran kalian!" ucap pria itu yang telah duduk di kursinya dengan seringai yang terukir di bibir tipisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments