# jodogh dari langhit
"Saya terima nikah dan kawinnya Nazira jarrih Natasha binti Hendri Waluyo Permana dengan mahar 1 kg emas dibayar tunai!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!!!"
"Alhamdulillah..."
Ucap syukur menggema di pelataran resepsi itu. Mereka bersorak bahagia selepas saksi mengatakan "sah" untuk akad nikah yang diucapkan Dery. Laki-laki itu mengucapkannya dengan lantang dalam satu tarikan napas dan tanpa pengulangan. la membuat keluarganya kagum karena spontanitasnya, sebab ia menghafal kalimat ijab kabul itu lima belas menit sebelumnya.
Dery menoleh ke samping, menatap wajah Tasha yang kini telah sah menjadi istrinya. Perempuan itu menunduk, Dery tahu Tasha tengah menangis.
Semua yang melihatnya menganggap tangis Tasha adalah tangis haru. Dery tau istrinya tengah bersedih sekarang. Lucu memang tapi ini kenyataan.
"Silakan dicium kening istrinya," ucap Pak RT yang duduk sebagai saksi di sana. la gemas melihat Dery yang khusyuk memandangi istri yang baru saja di akadnya.
cuma sedikit dari orang orang yang hadir tahu perubahan rencana itu, sebab asisten pribadi Waluyo sudah mengatakan pada pihak KUA yang mengurus pernikahan Natasha untuk menyembunyikan identitas Husain dan berjanji untuk segera mengirimkan berkas-berkas Dery. Saking tertutupnya hubungan Husain dan Tasha, bahkan teman-teman dekat mereka pun sama sekali tidak sadar dan percaya saja jika nama Husain hanya salah cetak di undangan itu.
Dengan gerakan ragu, Dery mulai mengangkat tangan memegang ubun ubun istri untuk mendo'akan nya.
"Alaahumma inni as-aluka khoirohaa, wakhoiro maa jabaltahaa 'alaihi, wa-a'uuzubika min syarrihaa, wasyarrimaa jabaltahaa 'alaihi."
Perlahan pria itu mendekatkan wajah dan mendaratkan satu kecupan di kening Tasha.
Sebagai gantinya, Tasha mencium telapak tangan Dery. Tanda bakti seorang istri, meski ia menjalani pernikahan itu dengan seperempat hati. Tasha sulit menerima bahwa laki-laki yang seharusnya menjadi adik iparnya, justru menjadi suaminya.
Setelahnya mereka saling bertukar cincin. Cincin yang di beli mendadak oleh asisten pribadi Dery.
Karena lelaki itu sedang berusaha untuk tidak menyakiti hati istrinya dengan memakaikan cincin dengan inisial nama Husain di jarinya.
"Mbak sha ayo." ajak Kaba sambil sesekali menarik gaun kakak iparnya. Yang baru saja memakaikan Abang tengahnya itu cincin.
"Kita cari batagor yuk" ajak Kaba dengan wajah yang dibuat seimut mungkin. Orang yang menyaksikan tertawa gemas melihat tingkah anak manja itu.
Entah bagaimana dia bisa lari dari asuhan susternya.
Tak terkecuali Dery dan Tasha mereka cukup terhibur dengan tingkah konyol Kaba.
Asiah datang menghampiri menjemput putra bungsunya yang kelewat aktif itu.
Kaba tampak murung karena sedari tadi tidak menemukan Abang sulungnya. Husain pernah berjanji pada Kaba kalau dia akan membawakan seorang kakak ke rumah mereka setelah dia masuk SD.
Tapi dengan syarat Tasha yang harus menjadi kakaknya.
Meski pada akhirnya Tasha tetap menjadi kakak ipar seperti keinginannya, rasa kecewanya terhadap Husain nyatanya lebih besar.
Karena kenakalan Husain kakak perempuan yang sangat sangat dia impikan harus bersedih. Kaba tau karena tadi saat Ezwar memberikan surat pada Tasha bocah lelaki itu sedang mengintip. Dia bermaksud untuk menemui Tasha guna menunjukkan penampilannya setelah memakai baju batik. Begitulah yang kepala kecilnya pikirkan.
***
Pesta pernikahan akhirnya selesai setelah ribuan tamu pulang. Dengan tenaga yang hampir habis, Tasha memutuskan untuk pergi ke kamar dan di buntuti Dery.
Suasana hatinya sedang kacau. Tak pernah terpikir di benaknya kalau penantian itu akan sia-sia dan berakhir menyakitkan seperti ini.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, membuat Tasha tidak mau menoleh ke arah sumber suara. Ternyata suaminya itu sungguh sangat lancang masuk kamar mandi pribadinya tanpa izin.
Tak lama setelahnya, Dery keluar dengan tubuh yang nampak segar dengan rambut yang basah hingga airnya menetes ke dahi.
Tasha hanya menatap suaminya itu dari pantulan cermin, sementara dirinya sendiri tidak melakukan apapun. Bahkan sekedar membuka lilitan kerudungnya.
"Kenapa?" tanya Dery.
Natasha menggeleng. "Enggak."
"Kamu nyaman tidur pakai baju kaya gitu?" tanya Dery sambil melirik baju pengantin istrinya
"Enggak. Ini mau ganti."
Tasha cepat-cepat mengambil asal baju dari dalam lemarinya dan berjalan gontai menuju kamar mandi. Tasha berusaha menetralkan detak di jantungnya.
Dia takut setengah mati kalau Dery menagih hak batinnya sebagai seorang suami malam ini juga.
"Kamu tidur pakai kerudung?" Dery mengerutkan dahi. la bingung, bagaimana bisa ada perempuan yang sanggup tidur dengan kerudung? Padahal Umi kalau di rumah tidak ada orang saja kadang membuka kerudungnya.
"l-iya..." jawab Tasha gugup.
Dery tersenyum nakal "tapi kok keluar nggak pake kerudung" tambahnya sambil menaik turunkan alisnya menggoda sang istri.
Tasha kelimpungan gugup akan pertanyaan yang dilontarkan suami.
"hmm aku resmi pakai kerudung kemarin" jawab perempuan itu dengan suara sedikit gemetar.
Tasha masih saja berdiri mematung, bingung harus duduk di mana sebab kasur miliknya sudah diduduki oleh Dery Sangat canggung bila ia harus berada terlalu dekat dengan suaminya itu. Meski demikian, ia tetap setuju saat Waluyo meminta agar mereka tidur satu kamar.
"Udah mau tidur?" Lagi-lagi Dery bertanya kali ini dengan nada yang lembut.
"Emm..."
Laki-laki pemilik netra cokelat itu mengulum senyum geli, la tahu apa yang ada di pikiran Tasha.
"Aku nggak akan nyentuh kamu, sha. Jangan takut gitu. Kita juga bisa tidur terpisah, aku di sofa kamu di sini," ucapnya sambil menepuk kasur yang didudukinya.
Tasha menghembuskan napas lega. Sebetulnya ia sudah sedikit menebak bahwa Dery bukan laki-laki brengsek hanya berbekal nafsu, sekalipun Tasha sudah halal baginya.
"Ya udah. Aku mau tidur."
Dery mengangguk, kemudian mengambil satu bantal dan berjalan menuju sofa yang persis terletak di dekat meja rias tasha. Ia membiarkan istrinya tidur sendirian di ranjang agar keduanya merasa nyaman. Dery juga sudah mengerti alasan mengapa Tasha tidak mau melepas kerudungnya.
Tasha menenggelamkan tubuhnya di balik selimut menghindari tatapan Dery yang seolah menghunus nya. Mati-matian ia memejamkan mata tapi nihil dia tetap tidak bisa, entah kenapa tiba-tiba suhu ruangnya meningkat padahal AC sudah di atur 17°celcius.
Dery juga yang notabenenya tidak pernah menyentuh perempuan asing selama hidupnya. Sekarang, ketika memiliki istri, ia cukup kesulitan menyesuaikan diri.
Tasha telah halal baginya. Tapi untuk melakukan kontak fisik kecil saja, Dery tidak berani. Selain karena memang ia tidak terbiasa, lelaki itu juga takut Tasha merasa tidak nyaman dan kemudian protes. Dery cukup menghargai Tasha yang setuju dinikahinya karena terpaksa.
"Sha bangun yuk? Salat subuh dulu," ucap Dery pelan. Tangannya mengguncang bahu wanita itu untuk membangunkannya.
"Eunggg.... Lima menit! " Alih-alih membuka mata, Tasha malah kembali melanjutkan tidur dan memeluk gulingnya dengan sangat erat.
"Nggak bisa."
"Kamu bisa salat duluan kalau kamu mau Der aku nanti."
"Kalau bisa berjamaah, kenapa harus sendiri?
Lagi pula dari tadi kamu bilang nanti-nanti terus, tapi sampai sekarang belum bangun"
Tasha membuka matanya, lantas melirik Dery kesal. 'kenapa Dery jadi pemaksa?' batinnya
Perasaan papa dan adiknya saja tidak pernah memaksanya melakukan ini itu.
"Ishhh! Iya-iya!" kesal Tasha sambil sedikit menghentakkan kakinya sambil berjalan. Mulut wanita itu komat-kamit bagai merapal mantra.
Tercetak senyum tipis di wajah Dery.
Kerudung yang perempuan itu kenakan terlihat berantakan. Tapi meski begitu, ia tetap enggan melepasnya di depan sang suami.
Ketika Tasha kembali, Dery sudah menggelar sajadah yang ia ambil dari tumpukan mukena istrinya. Beruntung ada dua sajadah di sana, sehingga ia bisa memakai salah satunya.
"Sudah?" tanyanya basa-basi ketika Tasha sudah mulai mengenakan mukena di sajadah yang ia gelar di belakang.
"Sudah," jawab Tasha datar.
Setelahnya, Dery mulai menuntun salat sampai tamat dua rakaat. Dalam sujud, ia meminta kepada Allah untuk meridhoi keputusannya. Pernikahan yang suci itu dibangunnya bukan atas cinta, bukan atas dasar suka dan suka. Tapi hatinya tak mungkin bohong, ia hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Kalau sudah dengan Tasha, maka tidak dengan yang lain lagi.
Namun Tasha tidak demikian. la tak peduli sejauh apa masa depan yang akan dia arungi dengan jodoh diadakannya. Yang perempuan itu tahu hanya menyelamatkan rasa malu keluarganya, juga membungkam mulut masyarakat yang akan mempertanyakan kekurangannya karena ditinggal oleh calon mempelai laki-laki.
Tasha boleh saja terlihat tidak peduli tapi kenyataannya, Tasha menangis. Perempuan itu terisak begitu menutup salatnya dengan salam. Suara Dery yang melantunkan surah-surah pendek sungguh mengajaknya hanyut dalam bayang-bayang Husain.
Dalam sekejap, mimpi tentang beribadah bersama Husain sampai hari tua itu hancur berantakan. Semuanya begitu tiba-tiba sampai Tasha tidak memiliki waktu untuk merasakan apa pun selain rasa sakit.
"Kamu kenapa, sha?"
Mendengar isakan istri Dery langsung balik badan.
Ia tidak pernah menghadapi perempuan menangis.
"Maaf..." cicit Tasha pelan, sangat pelan.
"Maaf untuk apa?"
"Maaf karena menjebak kamu untuk berada di posisi ini. Maaf, karena terpaksa menikahi aku, kamu jadi kehilangan kesempatan untuk menikahi perempuan sesempurna Nasyisah"
Tasha mengusap hidungnya yang berair, sebelum akhirnya menatap Dery lamat lamat.
"Tapi tenang! Kalau semuanya sudah terkendali, kita bisa pisah baik-baik. Kamu dan aku bisa melanjutkan hidup tanpa perlu dikekang oleh kenyataan seperti ini," lanjutnya.
Rahang Dery mengeras. Ia tidak suka ucapan Tasha terkesan melantur di telinganya. Dengan gerakan tegas, ia membawa pundak Tasha dan memaksa sang istri untuk menghadap wajahnya.
"Pertama. Kamu nggak perlu khawatir karena kamu nggak merebut aku dari siapa pun."
"Kedua. Sekalipun terpaksa dan terkesan buru-buru, aku nggak pernah berniat menjadikan pernikahan kita sebagai mainan. Jadi jangan harap kamu bisa mengucap kata cerai semudah itu, karena bagiku menikah hanya sekali seumur hidup."
"Dan ketiga. Ayo duduk bersama. Kita bisa bicara apapun, kecuali tentang perpisahan."
Kesungguhan sebesar galaksi bima sakti itu seolah tak cukup lagi bila digambarkan di dalam obsidian gelapnya. Tak sedikit yang ingin membuncah keluar, mengatakan pada Tasha bahwa pemiliknya sedang sungguh-sungguh.
"Tapi mustahil rumah tangga itu tanpa cinta," tuturnya sebagai jawaban.
"Aku tahu sha. Tapi kita belum mencoba kamu lupa Tuhan kita siapa? Allah. Nggak akan ada yang mustahil, selama kita masih berbaik sangka sama Allah."
"Sayangnya, kemungkinan besar kamu akan kecewa. Jangan berharap terlalu berlebihan. Aku pernah begitu sakit hanya karena sebuah harapan." Tasha bangkit dari duduknya, melepas mukena itu kemudian berlalu ke luar kamar.
la meninggalkan Dery begitu saja, seorang diri. Tak peduli dengan pikiran lelaki itu terhadapnya. Percaya atau tidak, Dery mulai ketakutan dengan apa yang akan terjadi di masa depan bila ia hanya diam di tempat.
Begitu sampai di dapur, Tasha menyusul Nining yang kebetulan tengah sibuk mengawasi para koki memasak. Kepala pelayan itu tampak heran dengan ekspresi wajah nona mudanya.
"kenapa?" tanya Nining serius
"lagi kesal aja Bu sama Dery.” rengek Tasha pada wanita hampir berkepala empat itu.
wanita kepercayaan almarhum mamanya itu telah di anggap seperti ibunya sendiri. Karena dia yang merawat Tasha dan Ezwar sejak mamanya meninggal.
Nining mengernyitkan kening begitu mendengar jawaban Tasha. la merasa aneh dengan panggilan yang perempuan itu gunakan untuk menyebut suaminya.
"Apa? Kamu panggil suamimu apa tadi?" tanyanya berusaha memastikan kata yang sempat terdengar oleh telinganya.
Tasha ikut bingung. "Dery? Kan namanya emang Dery Ada yang salah?"
"Ck! Ck! Mana ada istri jaman sekarang yang panggil suaminya cuma pakai nama? Nggak sopan!" hardiknya.
"Emang kenapa, Bu? Dari dulu sebelum nikah, aku juga panggil nama." Tasha tidak berbohong, ia tidak pernah memanggil Dery dengan embel-embel apapun. Ah jangankan Dery, Husain saja yang lebih tua tiga tahun darinya tidak diberinya panggilan khusus.
"Ya apa kek. Mas, sayang, honey,baby atau apa gitu! Masa cuma nama doang? Pasangan itu biasanya punya panggilan masing-masing yang manis. Nanti kamu dikira istri yang kurang ajar kalau sampai orang lain dengar," ," omel Nining sekali lagi.
"Iya. Nanti aku ganti panggilannya," sahut Tasha, memilih mengalah.
Tasha membantu Nining menyiapkan sarapan, sesekali mencuri dengar karena kerumunan orang di luar sana sedang membereskan tenda bekas resepsi. Tak lama setelahnya, Dery turun dengan kemeja yang digelung sampai siku.
Mata Tasha tak lepas dari langkah kaki suaminya sampai menghilang di telan pintu.
"Bu, tim WO udah dikasih konsumsi? Ini kayaknya kita cuma masak sedikit. Kasihan mereka udah lembur dari tadi malem."
Nining mengangguk sambil menyusun sendok makan. "Udah kok. Tadi tuan pesan diluar"
"sha ingat nasihat ibu ya!"
Tasha menoleh, padahal ia sedang sibuk menata piring di meja makan. "yang mana Bu?" tanyanya bingung.
"Kamu tahu kan tujuan pernikahan itu untuk memperoleh keturunan? ibu denger, generasi kalian ini banyak banget yang nggak pengen punya anak. Kamu sendiri gimana?" tanya Nining penasaran.
Tasha membisu. Kakinya serasa lemas tak bertenaga. la tahu dalam sebuah pernikahan, orang tua mempelai atau bahkan pasangan itu sendiri menanti keturunan. Sayangnya, dengan motif pernikahan terpaksa, Tasha tidak berpikir untuk memiliki anak. Hatinya masih seperti mengkhianati Husain kalau hubungannya dengan Dery sampai melampaui batas apalagi punya anak.
Tasha juga tidak tahu kapan ia siap memberi hak Dery sebagai suami.
"Kalau kamu dan suamimu memang nggak punya kendala kesuburan atau hal lain yang menyebabkan kalian kesulitan memiliki anak, tolong jangan tunda. Kalau perlu, buru-buru ikut program kehamilan. Syukur, kalau kamu bisa dikasih rezeki secepatnya. ibu paham, pasangan baru seperti kalian masih ingin menikmati waktu berdua, tapi tolong jangan sampai menunda untuk memiliki anak. kamu paham sha?" terang wanita itu dengan lembut.
Tasha hanya mengangguk, meski tidak menganggap petuah Nining sebagai suatu hal yang penting. Baginya, tidak ada yang berubah antara ia dan Dery. Mereka akan tetap menjadi teman seperti dulu.
"Assalamualaikum," sapa Dery. Di belakangnya ada Waluyo dan Ezwar yang menyusul.
"Walalaikumussalam."
"Tuh, suami kamu dateng. Layani sana," perintah Nining sambil mendorong Tasha.
'Layani layani Emang aku pembantu dia?' batin Tasha
Dery menurut saja saat Tasha meraih piringnya dan mulai menyendok nasi goreng. la mampu menangkap raut wajah kesal itu, tapi kemudian tidak ambil pusing. Mungkin saja Tasha masih terbawa emosi karena insiden selepas salat subuh tadi.
"Aku alergi kacang sha"
"Tapi kata Kaba dulu kamu suka ba—“
"Itu Husain." potong Dery
Tasha tidak jadi mengisi sambal berisi kacang dan ikan teri ke piring suaminya. Ia menoleh ke arah Dery dengan tatapan sendu, seakan sedang meminta maaf karena keceplosan. Bagaimanapun, meski tidak ada cinta, Tasha tahu bahwa memikirkan laki-laki lain setelah ia diperistri adalah hal yang tidak baik.
"Aku makan pakai telur mata sapi aja nggak papa," ucap Dery dengan senyum manis. la meraih piring yang tidak sempat diberi lauk oleh istrinya
Dery mengerti bahwa tidak akan mudah melepas bayang-bayang Husain dari hidup tasha, mengingat tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah janji manis dan penantian. Kalaupun gadis itu tiba-tiba bersikap baik padanya, mungkin Tasha sedang lupa kalau yang menjadi suaminya adalah Dery. Entah mengapa Dery jadi menyesal karena terlahir dengan rupa yang mirip dengan Husain.
Mereka berempat kemudian menyantap sarapan bersama. suasananya hening karena Ezwar sudah lebih dulu pergi entah kemana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
MasyaAllah
ngambek nggak tuh😂
2023-09-08
0
Ichakim
Duh sadboy, kasian kamu dery, sama aku aja sini 🥺
2023-08-08
0
Ichakim
Pahala sha 🙏
2023-08-08
0