Setelah apa yang Rani alami ia tak bisa berhenti menangis, sayup-sayup lantunan ayat suci Al-Qur’an dari masjid terdengar tanda memasuki waktu subuh.
Rani tak bisa menahan tangisannya yang semakin pecah, ia merasa tubuhnya telah kotor bahkan Rani sangat jijik menatap pria yang saat ini masih berada di ranjang
menelungkup tanpa mengenakan pakaian.
Takut pria tersebut bangun Rani dengan segera mencari pakaiannya yang telah
berserakan, ia memakainya dengan cepat untuk menutupi tubuhnya.
Namun blazer Rani terletak di tempat tidur tepat di bawah tubuh Tama, sehingga Rani
harus menariknya untuk dapat mengambil blazer tersebut.
Rani menarik-narik blazernya namun sayang
ternyata tak semudah itu, terlebih tubuh Tama yang besar tak sebanding dengan
tenaga yang Rani miliki saat ini.
Kegiatannya itu ternyata membangunkan Tama karena merasa terganggu dalam tidurnya, saat
pria itu mengerjap-ngerjapkan mata Rani menghentikan kegiatannya.
Saat tersadar sepenuhnya Tama terperanjat, dirinya sangat terkejut menyadari ini
bukan kamar yang seharusnya ia tempati. Tama menatap sekelilingnya, yang
semakin membuat jantungnya semakin berdegup kencang saat dirinya melihat ada
Rani di kamar itu juga dengan keadaan yang sangat berantakan.
“Rani, kamu ngapain di sini?” tanyanya terbata, ia menelan ludahnya beberapa kali.
Rani nyalang, ia tak habis pikir dengan apa yang telah Tama lontarkan setelah apa
yang telah pria itu lakukan padanya.
“Brengsek!” umpat Rani ia lantas langsung menarik blazernya yang tak tertindih lagi.
Tama semakin terkejut menyadari tubuhnya yang tak mengenakan sehelaipun pakaian, “Rani, apa aku?”
Rani tak menghiraukan perkataan Tama, ia merapikan semua pakaiannya ia hanya berharap
segera pergi dari villa ini.
Tama kemudian dengan segara mengenakan baju, “Rani, aku benar-benar nggak ingat
apa-apa, semalem aku minum sama yang lain, makanya aku kaget banget kenapa bisa
di sini.”
Rani menatapnya tajam, “Laki-laki brengsek memang nggak pernah sadar apa yang sudah
mereka lakukan,” tandasnya.
Tama terkejut menatap Rani yang saat ini terlihat begitu marah, bahkan sorot mata
perempuan itu, ia dapat merasakan betapa Rani membencinya.
Perlahan Tama mendekati Rani, namun perempuan itu terlanjur jijik untuk sekedar
menatapnya, “Jangan mendekat! Tolong jangan!” Rani berteriak dengan histeris.
“Rani, maafin aku. Rani tolong tenang, aku memang brengsek, aku tolol, aku benar-benar
manusia bejat,” kata Tama dengan memukul-mukul dirinya sendiri.
Rani merapatkan tubuhnya ke tembok, “Keluar dari sini!” teriaknya lagi.
Tama sadar saat ini bukan waktu yang tepat, bagaimanapun ini salahnya akhirnya ia
memutuskan untuk memberikan waktu bagi Rani, ia hendak meninggalkan perempuan
itu seorang diri.
Saat dirinya hendak membuka pintu, ia baru menyadari bahwa pintu itu terkunci, lantas
tama harus mencari kunci terlebih dahulu. Meraba-raba saku celananya ternyata
terdapat benda kecil itu, Tama semakin mengutuk dirinya sendiri, bener-bener anjing lo Tama.
Tama kembali menatap punggung Rani yang bergetar, tanda perempuan itu tengah
menangis. Tama telah melakukan kejahatan yang sangat keji, ia telah sangat
melukai perempuan itu, kekasih sahabatnya sendiri, bagaimana ia akan menghadapi
Rafi nanti.
Tama kemudian meninggalkan Rani yang masih menangis memeluk lututnya, hatinya terasa
sakit melihat perempuan itu, terlebih dirinyalah sendiri yang telah melukai
Rani.
Setelah Tama pergi Rani segera mengusap air matanya berharap tak ada lagi yang tersisa,
Rani menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya saat berjalan bagian bawah
tubuhnya terasa nyeri.
Rani meggosok-gosok mukanya dengan kasar, berharap tak ada lagi bekas tangisan disana,
ia tak ingin Rafi atau siapapun tahu hal tersebut.
Rani menatap pantulan dirinya yang terlihat sangat memprihatinkan, aku sudah tak suci lagi, mana pantas aku
bersanding dengan Rafi, bahkan dengan pria manapun, batinnya.
Tak terasa air mata Rani kembali menetes, saat itu pula pintu kamar mandi diketuk
seseorang dari luar, “Rani, kamu di dalam?” ternyata itu suara Rafi.
Rani dengan segera membuka pintu tanpa pikir panjang ia memeluk Rafi dengan erat
berharap hatinya yang tak karuan lebih baik.
Rafi terkejut mulanya terkejut karena Rani tak pernah melakukan hal ini sebelumnya,
Rafi balas memeluk Rani dengan lembut, ia menepuk-nepuk punggung Rani berharap
kekasihnya itu merasa lebih baik.
“Rani, perut kamu masih sakit?” tanya Rafi kemudian.
Rani hanya menggeleng pelan, “Aku mau pulang?”
Rafi melepas pelukan Rani agar dapat memandang wajah kekasihnya itu, “Mau pulang
sekarang?” tanyanya memastikan.
Rani mengangguk, “Aku mau pulang.”
Rafi menatap jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 05.11 ia kemudian
menatap Rani kembali, memang kondisi Rani saat ini sepertinya sedang tak baik-baik
saja.
“Oke, kita pulang sekarang ya,” tuturnya kemudian.
Rafi dengan menggenggam tangan Rani dengan erat, mereka akhirnya menuruni anak
tangga dengan perlahan, suasana masih tampak sepi pertanda semua orang masih
belum ada yang bangun.
Rani kemudian menyadari di atas meja ruang tengah penuh dengan botol alkohol,
beberapa gelas tergeletak di lantai serta kulit kacang yang berserakan.
Rani spontan menahan tangan Rafi agar pria itu menghentikan langkahnya, “Nggak
apa-apa kan kita pergi duluan?”
Rafi menatap Rani yang tepat dibelakangnya, “Nggak masalah, nanti aku tinggal kirim
pesan ke Elgin, kalau kita balik duluan.”
Rani mengangguk mereka akhirnya melanjutkan langkahnya, Rafi membuka pintu dengan
hati-hati dan menutupnya kembali.
Rafi memastikan Rani telah berada dalam mobil sebelum ia membuka pagar untuk
mengeluarkan kendaraannya, ketika hendak menutup pagar kembali ia menyadari
motor salah satu temannya yaitu Tama tak ada di sana, mungkin
ada urusan penting, pikirnya.
Selama diperjalanan Rani hanya diam saja, Rafi pun tak ingin mengganggu kekasihnya
itu, sesekali Rafi hana mengusap lembut tangan Rani.
Rani masih sibuk dengan pikirannya sendiri, ia menatap Rafi dari samping akankah
pernikahannya dengan Rafi nanti terjadi? Rani merasa tak pantas bersanding
dengan Rafi, terlebih ia tak ingin melukai pria disampingnya itu.
“Kamu kenapa Rani?” tanya Rafi yang menyadari kegelisahan kekasihnya.
Rani menggeleng lemah, bahkan air matanya akan jatuh kembali, “Aku bersyukur bisa
ketemu sama kamu,” jawabnya kemudian.
“Yaampun Raniku, aku juga sama bersyukurnya bisa ketemu kamu,” ucap Rafi dengan lembut.
“Semalam kamu ikut minum?” tanya Rani untuk memastikan, meskipun ia yakin Rafi tak akan
melakukan hal tersebut.
Rafi menatapnya sekilas sebelum menjawab, “Jadi kamu dari tadi diam aja, mikirin hal
ini ya? kamu takut kalau aku ternyata mabuk-mabukan?”
“Enggak Rafi, aku cuman penasaran aja kamu minum apa enggak,” jawabnya berharap Rafi
tak salah paham.
“Iya, iya. Kamu jangan pani gitu dong, aku nggak ikut minum sayang. Itupun mereka
minum katanya biar nggak pada berantem lagi,” jelas Rafi.
“Ada yang berantem?” tanya Rani.
Rafi mengedikkan bahunya, “Katanya sih, Waren sama Tama ribut, makanya diajak minum aja biar pada akur lagi.”
“Sejak kapan minum jadi jalan keluar?” tanya Rani yang terdengar kesal, ia mengingat
kembali bagaimana Tama yang mabuk melakukan hal bejat padanya.
“Temen aku memang pada begitu Rani,” tutur Rafi tak ambil pusing.
“Bukan jadi jalan keluar, minuman selalu bikin masalah. Bukan untuk kalian, tapi
mungkin aja gara-gara alkohol kalian bikin masalah sama orang lain,” kesal Rani
semakin menjadi-jadi.
Rafi heran baru kali ini ia melihat Rani kesal seperti ini, “Rani kamu kenapa? Aku memang nggak membenarkan apa yang mereka lakukan, tapi itu pilihan mereka Rani, aku nggak bisa berbuat apa-apa. Tapi kenapa kamu jadi marah-marah gini?”
Rani membuang napas kasar, “Aku benci aja sama orang yang mabuk,” tandasnya.
Tak seharusnya Rani meluapkan emosinya pada Rafi, terlebih ini bukan salah pria ini
yang terjadi selanjutnya adalah Rani kembali menangis, ia tak kuat lagi menahan
air matanya yang sedari tadi mendesak keluar dan hal itu membuat Rafi semakin
bingung apa yang telah terjadi pada Rani.
[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Sekarang aku malah membenci dan marah sama Rafi,Kenapa baru datang sekarang,Seandai nya Rafi tdk meninggalkan Rani sendiri,Pasti semua ini tdk akan terjadi,Dia yg membawa Rani kesini,Rani sakit tapi malah di tinggalkan,Bisa kan Rafi tidur di sofa atau di lantai,yg penting dia menjaga Rani,Gak ada rasa tanggungjawab deh Rafi,Oh atau dia malah bersenang2 dengan adanya Mantan di bawah??
2024-09-22
0
CantStopWontstop
Sempurna! Semua elemen yang aku suka ada di sini.
2023-07-21
1
Maximilian Jenius
Amat menghibur, tarik napas setelah baca 😍
2023-07-21
1