Kamar tidur Gita tak lagi gelap.
Sekarang, nuansanya terasa lebih hidup dengan suasana terang dan semilir angin yang mampu berembus masuk ke dalam.
Walau demikian, sang anak malang itu menatap ke luar jendela.
Gita mencoba tabah, akan tetapi dia tetap tak mampu mengendalikan rasa irinya ketika melihat anak-anak para pelayan bermain dengan riangnya di taman yang bisa disaksikannya melalui jendela kamarnya itu.
Cynthia yang kini telah menjadi dokter pribadi sekaligus pengasuh Gita sepenuhnya segera mampu menyadari keresahan di hati Gita tersebut.
Perlahan Cynthia menghampiri Gita lantas membelai rambut anak malang itu dari belakang.
“Bagaimana kalau main di taman bareng 30 menit, Dedek Gita?”
Mendengar ucapan sang dokter, sontak pupil mata Gita bergetar.
Itu karena dia sangat kaget terhadap apa yang baru saja sang dokter cantik itu katakan.
“Bisakah Gita melakukan itu Tante Dokter Cantik?”
Ujar Gita kepada Cynthia yang terlihat tak sanggup menyembunyikan rasa antusiasmenya pada ekspresinya yang polos itu.
Cynthia tersenyum menanggapi ekspresi imut Gita itu lantas menjawab pertanyaan Gita seraya memberikan postur playful, “Mengapa tidak padahal di luar sedang cerah-cerahnya?”
Seketika, wajah Gita penuh dengan binar-binar mendengar jawaban dari sang dokter cantiknya.
.
.
.
“Wah, ada bunga mawar merah, Tante Dokter Cantik!”
Gita terlihat begitu antusias memandangi pemandangan bunga mawar merah yang ada di sekeliling taman.
Berbeda dengan Gita yang tanpa beban, tampak sang dokter keluar menuju taman dengan barang bawaan super komplit.
Nampak jelas tas ransel besar di punggung sang dokter itu tak lagi sanggup dibawanya sembari memegang payung di tangan kanannya serta alat pendeteksi suhu tubuh portable di tangan lainnya.
“Dokter! Biar sini aku yang bawa tas ranselnya!”
“Kalau begitu, tolong ya.”
Cynthia dengan senang hati menerima kebaikan hati sang pelayan.
Dialah Izolda, pelayan muda yang sebelumnya bekerjasama dengan Cynthia demi merawat Gita.
Sayangnya, dari enam puluh lebih pelayan di kediaman Mahesa itu, hanya Izolda-lah satu-satunya pelayan yang tampak peduli terhadap Gita.
Kebanyakan pelayan memilih untuk tidak terlibat dengan anak yang kulitnya menyerupai monster itu, ada juga yang bahkan sampai menggosipinya di belakang, dan bahkan tak jarang pula ada yang berkelakuan seperti Rikha yang sampai secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak sukanya kepada Gita.
Tentu saja untuk tipe pelayan yang terakhir itu sudah disingkirkan semuanya oleh Rukaf pada pembersihan pelayan yang dilakukannya terakhir kalinya bersamaan dengan insiden Rikha tersebut.
Sayangnya, walau demikian tetap sangat sulit menemukan pelayan baik hati seperti Izolda.
Itulah mengapa Cynthia sangat menghargai kehadiran sang pelayan muda tersebut.
“Dedek Gita kita yang imut sangat suka bunga mawar merah rupanya.”
Cynthia tersenyum puas sembari menyaksikan Gita yang bermain-main dengan cerianya.
Walaupun Cynthia mengatakan kepada Gita bahwa akan baik-baik saja bermain di luar, dokter cantik itu tetap tak dapat menahan rasa khawatirnya pada Gita.
Itu karena sedikit saja suhu tubuh anak malang itu meningkat lantas mengeluarkan keringat yang mengandung kelebihan mineral, kulitnya akan segera mengalami alergi lantas meradang.
Itulah sebabnya barang bawaan Cynthia penuh di belakang yang kebanyakan berupa alat pencegah radang kulit yang Cynthia buat sendiri khusus untuk penderita penyakit sindrom laba-laba di mana sang dokter cantik itu tak pernah sedikitpun lengah mendeteksi suhu tubuh sang anak malang perdetiknya melalui apa yang ada di tangan kirinya itu.
Namun dengan segala perlengkapan mekaniknya, alih-alih seorang dokter, itu justru menunjukkan image mirip profesor di kebanyakan film-film sci-fi buatan Amerika pada penampilan Cynthia tersebut.
Gita pun merasa itu lucu lantas tak sanggup menahan tawanya begitu melihat Cynthia dari dekat.
“Hehehehe. Gita sangat suka dengan bunga mawar perihal ini kesu…”
Tawa yang lepas yang disebabkan oleh penampilan lucu sang dokter, akhirnya membuat Gita lengah.
Gita seketika mengerem mulutnya yang akan mengatakan kalau bunga mawar merah adalah kesukaan ibu kandungnya, Ruvalia, sewaktu masih hidup yang setiap kali melihatnya, tidak bisa tidak mengingatkannya kepada sosok sang ibu tersebut.
Gita hesitasi terhadap kalimat itu perihal di pikiran kecil gadis imut itu, terdapat rencana untuk menjodohkan sang ayah dengan pengasuh dokter cantiknya.
Dan untuk melakukan itu, sang ayah harus benar-benar telah melupakan sosok sang ibu, di mana sang dokter cantik tak boleh sekalipun merasa cemburu kepada orang yang telah tiada lagi keberadaannya di dunia tersebut, setidaknya itulah yang ada di pikiran kecil gadis kita yang imut.
Itulah sebabnya Gita menahan diri dari sedikitpun menceritakan soal keberadaan sang ibu lantas hanya menutupinya dengan tawa di hadapan sang dokter cantiknya.
“Bunga mawar sangat indah. Hehehehe.”
Gita berlarian dengan riangnya hingga tanpa sadar di balik semak-semak telah berada Dimas di atas tangga penyangga di sana yang baru saja akan bersiap-siap menyirami taman.
“Gita!”
Cynthia dengan cepat segera menotice tetesan air yang akan keluar dari mulut selang yang sedang dipegang oleh Dimas itu.
Dimas terkaget oleh teriakan sang dokter cantik, lantas segera menyadari bahwa Gita telah berada di bawahnya.
Sayangnya, posisi Dimas seketika goyah perihal terkagetnya dan dia nampak akan jatuh dari tangga.
Namun di detik-detik terakhir jatuhnya itu, Dimas dengan sigap menendang tangga menjauh agar tidak jatuh menimpa Gita, sementara selang yang akan mengeluarkan air yang mampu memperparah penyakit Gita tersebut hanya dengan bersentuhan terhadap air sedikit saja, segera dipeluknya kuat-kuat dengan badannya demi menahan tetetasan air agar tidak merembes keluar.
Alhasil, Dimas jatuh terpelanting tanpa perlindungan.
Syukurlah Cynthia segera mampu memeluk Gita demi melindunginya dari tetesan air yang berhasil merembes keluar dari tubuh Dimas tersebut.
Poor Dimas yang akhirnya jatuh terpelanting, tetapi diapun sama sekali tidak menyalahkan keputusan Cynthia yang tidak turut menyelamatkannya itu.
Justru Dimas merasa lega karena nona mudanya itu baik-baik saja.
Hampir saja dia akan mengutuk dirinya sendiri dalam-dalam jikalau saja perkara dia, penyakit nona mudanya itu akan bertambah parah.
Barulah sejenak kemudian, Cynthia menotice kembali keberadaan Dimas lantas menanyakan keadaannya.
“Nak Dimas, kamu baik-baik saja?”
“Tidak apa-apa kok, Bu Dokter. Hehehehe.”
Dimas dan ayahnya pun adalah salah satu dari pelayan yang berharga itu di kediaman Mahesa terlepas dari usia Dimas yang masih belia bahkan lebih muda dari Izolda.
Syukurlah Dimas hanya menderita benjol-benjol saja perihal dia jatuh tepat di tanah yang empuk.
Dengan bantuan Izolda, Dimas pun segera dibawa ke bagian P3K kediaman tersebut untuk diobati luka-lukanya.
Tanpa Cynthia dan Gita sadari, mungkin karena terlalu fokus dengan keadaan Dimas, telah muncul orang lain di dekat mereka yang mungkin turut datang ke taman itu setelah mendengar beberapa kehebohan sejenak tersebut.
“Paman!”
Gita berteriak dengan antusiasnya disertai dengan senyumnya yang semringah.
Seorang pria paruh baya yang dipanggil paman oleh Gita itu pun membalas senyuman Gita itu dengan senyuman pula.
Cynthia segera menelisik dari ujung kaki sampai ujung rambut pria paruh baya yang baru pertama kali ditemuinya itu.
Mungkin karena menyadari rasa penasaran Cynthia terhadap dirinya, sang pria paruh baya pun memperkenalkan identitasnya kepada sang dokter cantik.
“Perkenalkan, namaku Rello Adiyaksa, Paman Gita.”
Ujarnya dengan senyum penuh nuansa kebaikan yang tak kalah semringahnya pula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Nora Neko
Hesitasi itu apa
2023-08-01
1
Nora Neko
Pelayan lain pasti banyak tingkah deh
2023-08-01
1
Nora Neko
Gak papa. Setidaknya kamu masih bisa melihat cahaya dari jendela jadi gak lagi suram
2023-08-01
1