Ditatapnya mendali di dinding kamar, bangga rasanya bisa membawa pulang benda itu. Walau saat kepala sekolah mengalungkan mendali itu kelehernya, ayah dan bunda tidak datang untuk menyaksikan. Namun tidak mengurangi rasa bangganya dan rasa syukurnya kaerena bisa meraih prestasi di sekolah. Ia ingin membawa serta mendali itu ke Jakarta. Diambilnya mendali itu lalu memasukkannya ke dalam koper. Ia juga membawa album biru kesayangannya yang menyimpan memori masa kecil bersama keluarga ini, keluarga yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Sejujurnya jika diizinkan, ia lebih memilih kost dekat kampunya dari pada tinggal bersama ayah dan bundanya. Ada rasa enggan tinggal bersama mereka.
"Ca, sudah tidur?" suara bude memanggil dari luar kamar, menyadarkannya dari lamunan.
"Belum, Bude," sahutnya sembari keluar kamar.
"Dipanggil pakde, mungkin ada yang ingin dibicarakan."
"njih, Bude." Alisya bergegas mengikuti bude lalu duduk disampingnya.
Wahyu juga hadir di ruangan itu, ia terlihat murung, sesekali ia menatap Alisya. Pakde manggut-manggut, khas gerakan tubuhnya jika ingin bicara.
"Ca, Sebelum kamu kembali ke Jakarta, Pakde ingin berpesan. Jika di Jakarta kamu tidak betah dan ingin kembali ke rumah ini, jangan sungkan, datanglah. Pintu rumah pakde selalu terbuka untukmu. Tapi pakde harap, kamu betah di sana. Walau bagaimana pun, itu rumah orangtuamu, disanalah seharusnya kamu tinggal. Bersabar dan maafkan mereka jika kamu merasa diacuhkan. Pikirkan masadepanmu, kuliahmu harus selesai agar kamu bisa mandiri. Yang harus kamu sadari, tidak ada orang tua yang tidak sayang pada anaknya. Dua hal yang paling penting, jika kamu butuh sesuatu, jangan sungkan beritahu pakde dan bude. Insya Allah, kami akan berusaha membantu. Dan jangan pernah tinggalkan shalat."
Kata-kata Pakde begitu sejuk di hati Alisya. hati yang semula gelisah kini menjadi tenang. Sentuhan tangan bude mengusap kepanya, membuat mata Alisya berair. Tangan kasar itu membelai rambut dan mendekapnya dalam kehangatan. Wahyu keluar, ia tidak sanggup melihat isak tangis Alisya. baginya, Alisya lebih dari sekedar adik. Sedangkan Pakde tampak tegar. Ia memang sosok yang gagah. Lelaki paruh baya yang taat beragama, jiwanya teduh, dan penuh kasih sayang.
**
Alisya terbangun saat perutnya terasa lapar. Ternyata dia tidur hampir enam jam di dalam kereta. Mungkin karna tadi malam saat di rumah, ia tidak bisa tidur. Alisya gelisah membayangkan akan tinggal bersama orang tuanya. Ada rasa takut jika kehadirannya tidak diterima di rumah itu. Ditatapnya hamparan sawah yang membentang luas, berusaha mencari tau sudah sampai dimana kereta itu membawanya. Saat mengetahui posisinya masih berada di stasiun Cirebon, Ia kembali berusaha memejamkan mata. Tapi sayang, matanya sulit terpejam.
Alisya berusaha menikmati sisa perjalanannya dari Jogja ke Jakarta. dibukanya ragsum yang diberi bude, ada telur asin dan belut goreng kesukaannya. saat seperti ini, terkadang ia berpikir: mengapa bukan bude yang melahirkannya? Tapi, bukankah manusia tak punya daya untuk memilih dari rahim mana ia akan keluar.
Setiap kali teringat bunda, wanita yang melahirkannya, tenggorokannya terasa sakit yang disusul dengan mata yang terasa hangat. Sulit melukiskan rasa apa yang ada di hati. Ia teringat masa lalu, saat beberapa kali menghabiskan liburan sekolah di Jakarta. Sering ia menagis, sedih dengan perlakuan bunda padanya. Mungkin bunda kesal dengan caranya mecari perhatian sehingga membuat bundanya emosi. Karena tidak merasa di inginkan di rumah itu, akhirnya Alisya sudah sangat jarang menghabiskan liburannya di Jakarta. Ia lebih memilih mengikuti Wahyu jika sedang keluar kota mengembangkan usahanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Tionar Linda
mau komen tpi pd komen pembantu yg songong🤗 baru baca jdi blm ngerti,ngikut bc yg baru di revisi aja lah hehehe
2020-10-10
0
Ringgo
oalaaahhh pembantu kok gaaak sopaaannnn bener yaaaa 😬😬😬😬
2020-08-28
0
Tri Yuana
pembantu kok songong gt
2020-07-26
0