BAB. 4. Kemarahan Enzo.

Keesokan harinya, di tempat yang besar dan luas ini, sekarang sudah tidak seramai kemarin.

Apa bila kemarin ada kerabat dari keluarga Enzo suaminya, tidak untuk sekarang, hanya ada pelayan yang semua sedang sibuk melakukan pekerjaan.

Tasya baru tahu, bahwa ia akan tinggal hanya berdua saja di mansion ini bersama Enzo, sedangkan kedua mertuanya dan adik sang suami tinggal di mansion sebelah.

"Kenapa tidak tinggal bersama, padahal ini tempat sangat besar dan luas, masih cukup untuk ditempatin tiga orang lagi." Tasya bicara sembari melihat ke arah luar memandangi kebun belakang, yang saat ini sedang berdiri di jendela kamarnya.

Di bawah sana ada lima pelayan yang sedang membersihkan kebun yang luas itu, ada yang memotong rumput, ada yang menyapu daun kering, ada yang sedang memanen buah mangga.

Tasya tersenyum, mereka semua terlihat kompak dalam bekerja, ya tentu harus kompak, lihatlah banyak CCTV, bahkan juga ada CCTV yang di pasang di pohon.

Jika melihat pelayan sedang berkebun, Tasya jadi teringat kehidupannya saat masih tinggal di Asrama.

Sebagai anak yang mandiri, dan bisa ilmu bela diri, hanya sekedar berkebun dan memanjat pohon untuk mengambil buah di pohon bukan suatu hal yang sulit bagi Tasya.

"Aku rindu kalian," gumam Tasya untuk teman-temannya yang tinggal di Asrama.

"Nona."

Tasya menoleh ke belakang menatap ke arah pintu kamar yang tengah di buka dan berdiri seorang wanita di ambang pintu.

"Sarapan pagi sudah siap, Nona," ucap pelayan, yang ditugaskan untuk membantu segala kebutuhan Tasya.

Tasya berjalan ke arah pintu. "Baiklah aku akan sarapan sekarang, apakah suamiku sudah duduk di sana, Mbak?"

"Panggil saja saya Tia, Nona," ucap pelayan itu, yang memang masih muda.

"Baiklah, Tia," ucap Tasya lagi. kini mereka berdua berjalan menuruni tangga menuju lantai satu tempat ruang makan berada.

Tia berjalan di belakang Tasya sembari menunduk, karena ini peraturan untuk pelayan bahwa harus menundukkan pandangan pada majikannya.

Setibanya di ruang makan, Tasya tidak melihat ada Enzo di ruangan ini, Tasya bicara ke Tia tanpa menoleh kebelakang, "Kenapa Tuan Enzo tidak ikut sarapan pagi?"

"Ini adalah kebiasaan pagi sang Tuan, Nona. Beliau tidak pernah sarapan pagi, semua sarapan yang tersaji di atas meja, koki pelayan masak hanya untuk, Nona." Jelas Tia panjang lebar.

Tasya langsung menghela nafas panjang, tentu ia tidak suka dengan kebiasaan Enzo suaminya itu, karena kebiasaan buruk tidak pernah sarapan pagi, akan membuat pria itu semakin parah sakitnya.

Tanpa bicara lagi, Tasya segera mengisi piring kosong yang disediakan untuknya, Tia hanya terheran melihat Tasya yang terus mengisi piring dengan lauk, juga segelas air dalam gelas, tapi Tasya bukannya langsung duduk dan makan, wanita itu malah memberi perintah ke Tia.

"Tolong ambilkan saya nampan."

Tia langsung patuh menjalankan perintah Tasya, tanpa bertanya lebih dulu, meski dalam hatinya bertanya untuk apa Nona Tasya meminta nampan.

Setelah Tia kembali membawa nampan, Tasya langsung mengambil nampan dari tangan Tia.

Tasya meletakkan gelas dan piring yang tadi sudah ia isi dengan makanan ke atas nampan tersebut.

Begitu Tasya mau berjalan, Tia menghentikan langkah Tasya.

"Nona, Anda mau kemana?"

"Saya mau ke ruang kerja suami aku," jawab Tasya tanpa menoleh ke belakang, dan langsung lanjut berjalan lagi menuju ruang kerja Enzo.

Setibanya Tasya di depan pintu ruang kerja Enzo, wanita cantik itu tidak langsung masuk, karena di depan pintu ruang kerja Enzo, ada dua pengawal yang berjaga.

Salah atu dari pengawal itu masuk lebih dulu, untuk bertanya ke Enzo, menyampaikan bahwa ada Nona Tasya yang mau bertemu.

Setelah mendapat ijin dari Enzo, pengawal yang tadi masuk kembali keluar, dan mengijinkan Tasya untuk masuk.

"Selamat pagi," sapa Tasya begitu wanita cantik itu masuk ke ruang kerja Enzo, senyum yang menawan membuat Enzo langsung melengos lebih baik menatap hal lain.

Tasya makin tersenyum saat melihat Enzo membuang muka tidak mau melihat wajahnya, Tasya tidak sama sekali tersinggung, ia betul-betul memahami keadaan ini, yang sama-sama berat untuk suaminya itu.

"Aku bawakan kamu sarapan pagi."

Ucapan Tasya barusan berhasil membuat Enzo menoleh dan menatap wanita cantik itu dan beralih melihat nampan yang ada segelas air putih dan sepiring makanan lengkap dengan sayur dan lauk.

"Apa Tia tidak memberitahumu!" Enzo membentak lengkap dengan tatapan tajam.

Tasya menguasai diri untuk tetap tenang, bibirnya tetap terus ia paksaan untuk tersenyum. "Tia sudah memberitahuku, tapi kebiasaan kamu tidak sarapan itu tidak baik."

"Tidak usah mengaturku! Bawa lagi makanan itu pergi dari sini!"

Tasya menggeleng, dan malah meletakkan nampan makanan itu ke atas meja kerja Enzo. "Kamu harus sarapan pagi."

Brak!

"Kamu tidak dengar!"

"Keluar dan bawa makanan itu!"

Enzo menggebrak meja sembari memarahi Tasya.

Tasya langsung terperanjat kaget mendengar suara keras Enzo menggelegar ke seluruh ruangan, jika tadi ia bisa menguasai diri, tapi tidak untuk sekarang, sampai gelas di atas nampan itu guling, karena tangan Tasya yang gemetar.

Namun sialnya air dalam gelas itu membasahi berkas penting milik Enzo.

"Tasya!" bentak Enzo yang kini kilatan api amarah di mata pria tampan itu makin kentara.

"Maaf ... Maaf aku tidak sengaja," ucap Tasya penuh penyesalan dengan kepala menunduk tidak berani menatap mata tajam Enzo, yang seolah mampu membelahnya.

Bruk!

Enzo melempar berkas yang basah itu ke wajah Tasya.

"Aku peringatkan sekali lagi ke kamu ya! tidak usah mengatur aku! Atur sendiri hidupmu! Semua yang aku lakukan tidak usah ikut campur!" Enzo menunjuk wajah Tasya dengan geram.

"Ma-maaf." Hanya kata itu yang mampu Tasya ucapkan.

"KELUAR!!" suara Enzo kembali menggelegar.

Tasya membawa lagi nampan yang tadi, kemudian langsung berjalan cepat keluar dari ruang kerja Enzo.

Saat melewati tangga mau turun ke lantai satu, berpapasan dengan pria tampan, pria itu menunduk hormat saat bertemu Tasya, namun Tasya seolah menganggap pria itu tidak ada, karena hatinya sudah terluka dengan bentakan keras Enzo.

Pria tampan itu hanya menatap kasian pada Tasya yang wajahnya terlihat sedih, namun karena tidak mau terlalu mengurusi urusan pribadi bosnya, pria tampan itu melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja bos.

"Samuel, ada tugas untuk kamu."

Begitu ucapan Enzo setelah pria tampan itu masuk ke ruang kerjanya.

Samuel berdiri tepat di depan meja kerja Enzo tanpa duduk.

"Kasih tau Tasya, bilang ke dia jangan pernah sekali-kali ingin tahu urusanku, aku malas berdebat dengan dia lagi."

"Baik, Tuan." Jawab Samuel, kini ia tahu alasan tadi melihat wajah Tasya yang bersedih, karena sedang dimarahi dengan tuannya.

Terpopuler

Comments

Miryam Toressy

Miryam Toressy

Mara,..mara terus Enso,..ntar BUCIN lo sama Tasya,...🤭🤭🤭

2023-09-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!