Tiba di lobi Rubynist Grup, untuk pertama kalinya, Dita merasakan sensasi yang membuat jantungnya berdegup kencang.
Dahulu, untuk sekadar memasuki gedung megah dan mewah saja rasanya sangat canggung. Namun kini, dirinya benar-benar bekerja di sana. Semuanya terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan baginya.
“Pagi… Randita, ya?” Seorang wanita cantik dengan perut yang terlihat membuncit menghampiri Dita.
“Pagi… Iya, Bu ” Dita menyapa kembali wanita itu
“Ga usah gugup, Ran. Eh? Apa siapa saya manggilnya?” ucapnya sambil menunjukkan senyum yang hangat
“Panggil ‘Dita’ saja Bu-“
“Dita. Kamu panggil saya ‘Kakak’, okay?” sela wanita itu.
“Baik, Kak…” Dita menggantung ucapannya.
“Luna,” wanita itu menyebutkan namanya sesuai dengan harapan Dita.
“Baik, Kak Luna.”
“Yass… Walupun di perut saya ada udah baby, saya mau kamu panggil saya ‘Kakak’. Jangan Ibu. Siap?” ucap Luna penuh semangat.
Tanpa tambahan basa-basi lagi, Dita mengikuti ke mana Luna melangkah. Sampai akhirnya mereka berdua ke luar dari lift yang berhenti di lantai sembilan.
Kini, Dita bersiap untuk mengerahkan seluruh kemampuannya menjadi abdi perusahaan.
Dita dan Luna memasuki sebuah ruangan yang berada tak jauh dari lift. Di sana, terdapat sebuah meja yang desainnya sangat unik dan berukuran cukup besar. Sebuah tanda nama bertuliskan HIKARU LUNA langsung menarik perhatian Dita. Bagaimana tidak, tanda nama di meja itu terbuat dari bahan akrilik, terlihat sangat cantik.
“Nah… Dit. Ruangan Kamu nantinya di sini. Kalo yang di sebrang ruangan kita tadi ruangan sekretaris-“
“Apa bedanya?” gumaman Dita tak sengaja memotong kalimat Luna.
“Emm… Gini… Sekretaris pak Davi cakupan kerjanya cuma sebatas sampe pekerjaan di kantor. Jam kerjanya juga gak pernah lebih dari limit lembur. Tapi, kadang ada perintah pak Davi yang sifatnya pribadi dan waktunya gak tentu. Itu tugas kita, Dit. Paham?” tutur Luna.
“Oh… I see…”
“Nice. Terus, pintu di sana itu ruangan Pak Davian,” sambung Luna sambil menunjuk sebuah pintu yang sangat lebar.
Menarik. Ruangan direkturnya terletak lebih dalam setelah ruangan Personal Assistant-nya.
“Pak Davian direktur kita?” tatapan Dita membulat.
“Yap. Dia anaknya big boss, lho” bisik Luna.
Dita sontak tercengang mendengar ucapan Luna. ‘A-anaknya big boss?! Bossy gak ya? ’ begitu kira-kira isi hati Dita.
“Kamu tenang aja... Pak Davi jarang dateng, kok. Kita kerjanya sering by email. Dia cuma dateng kalo emang harus banget dateng. Gitu aja, sih,” tutur Luna.
Syukurlah, batin Dita.
“Kalo bukan karena mau fokus ngurus dia nih” Luna mengelus perutnya lembut, “Kak Luna belom mau ngajuin resign. Tapi, it’s okay. Seneng banget dikasih berkat malaikat kecil ini,” Luna nampak kegirangan
“Syukurlah, Kak. Semoga selalu diberkati sampai malaikatnya lahir…” sambung Dita.
“Ameen. Oiya! Sampe dua minggu kedepan kamu masih Kak Luna temenin. Tapi inget, itu artinya kamu udah harus kuasain hal-hal dasar yang dibutuhin sebelum nanti Kamu bener-bener sendirian”
Eh? Jantung Dita seperti berhenti berdetak. Ucapan Luna barusan sangat membuatnya gugup.
“Ya, Kak. Mohon bimbingannya…” ucap Dita.
“Pasti, pasti.”
Setelah perkenalan itu, Dita dan Luna melanjutkan hal-hal lain yang sudah menjadi tanggung jawab mereka.
Sesaat sebelum jam makan siang, seorang office boy mengantarkan sebuah kotak cantik pada mereka.
“Siang... Paket buat Pak Davi,” ucap pria itu.
“Oh. Okay. Makasih,” balas Luna.
“Dit. Ini tugas kamu juga. Kalo ada titipan-titipan kayak gini, kamu langsung kabarin pak Davi. Oiya, nomornya ini Aku kasih,” jelas Luna.
“Ya, Kak”
#
Di lain tempat, Davian tengah melatih otot-ototnya yang belakangan ini terasa kaku. Tubuh jangkung yang terlihat sangat atletis itu perlahan Ia seka dengan handuk di pinggir kolam renang.
Dari kolam renang di halaman belakang rumah, Davian beranjak menuju dapur dan mengoperasikan mesin pembuat kopi yang ada di sana.
Tepat ketika dirinya menikmati segelas Americano buatannya, ponselnya berbunyi dan menunjukan sebuah notifikasi pesan.
“PA baru… ” gumamnyam.
#
“Udah kabarin pak Davi, Dit?” tanya Luna.
“Udah, Kak,” jawab Dita sambil fokus pada layar komputernya.
“Bagus. Ayok, makan dulu,” ajaknya pada Dita.
Dita mengiyakan ajakan Luna dan mereka beranjak menuju tempat makan khusus karyawan yang berada di sisi belakang gedung.
“Oiya, Dit. Normalnya jam kerja kamu itu dari jam ‘lapan sampe jam lima. Tapi kalo sewaktu-waktu pak Davi hubungin kamu, Kamu harus siap, okay?” kata Luna ketika mereka kembali ke ruangannya.
“Siap, Kak. Kalau masalah itu Aku udah dikasih tau waktu di kantor lama…”
“Baguslah. Seneng deh dengernya.”
Kedua wanita cantik itu tiba di ruangannya dan melanjutkan kembali pekerjaan mereka yang belum tuntas. Hingga sore tiba, keduanya akhirnya bersiap untuk pulang.
Namun, mereka sangat terkejut ketika seorang pria dengan kemeja biru terang dan celana hitam panjang datang ke ruangan mereka.
“Sore, Pak Davi” sapa Luna.
Sementara itu, Dita tercengang ketika untuk pertama kalinya dirinya melihat Davian.
Lah. Masih muda? Kirain udah bapak-bapak kayak di kantor lama. Ganteng lagi… pikir Dita.
Luna yang menyadari tingkah aneh Dita segera menyenggol kaki Dita pelan serta memberi isyarat dengan sedikit menyipitkan matanya.
“Eng… Sore, Pak” akhirnya Dita menyapa Davian.
“Oh. Kamu… Randita PA yang baru?” tanya Davian datar.
“Ya, Pak-“
“Okay… Titipan buat saya tadi, mana?” Davian menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruangannya.
“Ini, pak” Dita menghampiri Davian dan menyerahkan sebuah kotak yang cantik.
“Thank you” ucap Davian sambil melengos ke ruangannya.
“Satu lagi, Dit. Pak Davi orangnya sat-set-sat-set. Dia paling anti basa-basi,” bisik Luna.
Dita mengangguk tanda memahami kalimat Luna barusan.
Akhirnya. Hari itu berakhir mulus tanpa masalah.
Jika saja ponselnya tidak terus berbunyi, malam itu Dita akan terlelap setelah dari tadi dirinya merebahkan tubuhnya.
“Oh. Grup keluarga...” gumamnya.
Dita segera membuka pesan yang masuk dan meramaikan grup obrolan di ponselnya.
“Eh? Si Radit mau study tour? Tujuh ratus ribu?” Dita sedikit tertegun.
Dalam grup obrolan itu, tertulis jelas bahwa adik bungsunya membutuhkan uang untuk keperluan sekolahnya. Dan Dita digadang-gadang menjadi ‘donatur’ utama bagi adiknya itu.
Tuhan… Bukan aku gak tanggung jawab, tapi kebutuhanku juga masih banyak… keluh Dita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments