London, kota yang terkenal hampir di seluruh dunia. Sebuah kota yang menjadi pusat peradaban bangsa inggris, menjadi simbol kejayaan dan kemajuan technology negara bernama Britannia Raya itu.
Sebuah kota yang berjejer gedung-gedung pencakar langit, dan berbagai bangunan mewah lainnya. Sebagai ibukota dari salah satu negara unggul, tentu saja London menjadi kota paling sibuk. Mobilitas penduduk setiap hari berjalan dengan lancar, dengan berbagai transportasi umum, kendaraan pribadi atau sekedar berjalan kaki.
Seorang gadis asia, dengan rambut hitam yang dikuncir kuda, mengenakan celana jeans hitam, dengan kemeja lengan panjang bercorak kotak-kotak dan juga tas selempang, dengan high heels warna hitam polos keluar dari gerbong kereta.
Perjalanan nya dari stasiun Manchester Piccadilly menuju stasiun London Paddington yang memakan waktu kurang lebih tiga jam lamanya. Lisa melangkah cepat, mengimbangi para manusia tinggi jangkung yang berjalan cepat disekitar nya. Manusia-manusia dengan wajah putih dan mata dominan berwarna biru itu, entah apa rahasia nya bisa berjalan begitu cepat. Mungkin karena budaya mereka yang kemana-mana berjalan kaki, untuk mengurangi polusi udara dan mengurai kemacetan tentunya.
Sangat berbeda dengan kebiasaan orang-orang Indonesia, yang bermental manja. Sangat jarang terlihat bukan, orang Indonesia yang berjalan kaki saat berpergian? Jangankan menempuh jarak yang jauh, dari rumah menuju warung terdekat saja kebanyakan masih menggunakan kendaraan.
Dan inilah salah satu kebiasaan positif warga negara Inggris yang susah diikuti oleh Lisa, acap kali gadis itu mengeluh saat merasa pegal dipersendian kaki akibat berjalan terlalu jauh.
Sampai didepan sebuah gedung mewah yang menjulang tinggi, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang passion dan make-up. Salah satu perusahaan cabang dari Wijaya-Group milik mendiang papa dari Kayla.
Menarik napas dalam-dalam, Lisa melangkahkan kaki memasuki gedung itu. Lalu bertanya pada receptionist yang bertugas.
Tak perlu berbincang lama, Lisa diarahkan masuk menuju ruang direktur, ruangan Adrian lebih tepatnya. Biasanya, sang sekretaris yang akan memeriksa laporan kuliah Lisa. Namun, sesekali saat Ian berada ditempat maka dia sendirilah yang akan memeriksa laporan itu.
"Permisi...," Lisa mendorong pintu kaca, berharap hari ini hanya akan bertemu sekretaris tanpa harus bertemu Ian.
Lisa menghebuskan napas lega saat tak mendapati seorangpun dalam ruangan, gadis itu bergegas mendekati ruang kerja milik Ian untuk menyerahkan beberapa dokumen.
"Apa kabar Lisa?" Suara seorang laki-laki terdengar, kursi dihadapan Lisa berputar lalu menampakkan siluet seorang pria yang mengenakan jas hitam, dengan memakai kacamata.
Hufftt apes gue, kenapa bang Ian ada disini sih?! Lirih Lisa dalam hati, lalu memaksakan senyum agar timbul di garis bibirnya.
"Baik bang...,"
"Gimana kuliah kamu, lancar semua?" Tanya Ian sembari berjalan menuju sofa disudut ruangan.
Lisa mengikuti langkah Ian, memegang erat beberapa lembar dokumen yang ada ditangan nya.
"Lancar kok bang, alhamdulillah." Jawab Lisa, lalu mengambil posisi dihadapan Ian. Lisa menaruh lembaran dokumen itu diatas meja, tak perlu menunggu waktu lama Ian meraih lembaran kertas tersebut.
Beberapa saat, hanya keheningan mengisi ruangan ini. Ian fokus mempelajari dokumen milik Lisa, sedangkan gadis itu larut dalam pikiran nya. Bersiap menghadapi omelan Ian jika memang itu yang harus dia terima.
"Lisa..," Ian menghempas lembaran dokumen dimeja, gadis yang semua melamun itu sontak terkejut. Lisa menatap ragu pada Ian, bersiap menerima semprotan pedas dari pria itu.
"Saya tau kemampuan kamu lebih dari ini." Ian menunjuk-nunjuk lembaran kertas yang berserakan diatas meja.
"Tapi kenapa kamu cuma bisa dapat hasil segitu Lisa?! Apa setiap hari kamu cuma meratapi nasib dan mengutuk diri dikamar?!"
Lisa tertunduk semakin dalam, rasa bersalah membuat nya begitu malu dan tidak pantas menatap wajah Ian. Lisa memaki dirinya sendiri, bagaimana bisa mengecewakan orang yang sudah begitu baik memberinya kesempatan belajar dan menuntut ilmu dinegara ini.
"Saya membiayai kuliah kamu agar kamu bisa menjadi lebih baik dan melupakan semua masalah kamu, tapi saya rasa justru kamu sendiri malah tidak menginginkan hal itu." Ujar Ian lagi, suaranya terdengar dingin. Membuat Lisa semakin larut dalam rasa bersalah.
"Maaf bang...," Lisa bergumam lirih, sesekali mengusap air mata dengan punggung tangan.
"Lisa.., kamu harus tau. Banyak orang yang bermimpi melanjutkan pendidikan nya di tempat ini, salah satu negara yang pendidikan nya sudah tidak diragukan. Tapi kamu, malah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu diinginkan orang lain. Saya tau, masalah yang kamu hadapi bukan hal yang mudah. Tapi kamu harus bangkit Lisa, jangan sampai masalalu membuat kamu stagnant dan terpuruk." Tukas Ian, menghunus tajam dihati Lisa.
Ian bangkit dari duduk nya, lalu mendekati Lisa. Menepuk pundak gadis itu memberi semangat.
"Saya memang nggak tau gimana perasaan kamu, tapi saya tau ini berat untuk kamu jalani. Tapi kamu harus bangkit Lisa, tunjukin sama Candra dan perempuan itu kalau kamu kuat." Ucap Ian, sesekali mengelus puncak kepala gadis yang sudah dia anggap seperti adik sendiri. Ian duduk disamping Lisa, menenangkan gadis yang menangis sesenggukan itu.
"Anak nya Candra sudah lahir, sekitar satu bulan yang lalu. Anak itu perempuan, Candra sempat cerita sama Rayhan dan Kayla." Ucap Ian kemudian, membuat isak tangis Lisa semakin menjadi.
Ian menarik Lisa kedalam pelukannya, menenangkan gadis yang tengah menangis itu.
"Apa salah Lisa bang? Kenapa Candra jahat banget sama aku, kenapa dia tega selingkuh sama Clara bang. Kenapa?!" Tanya Lisa pada Ian, dan pada dirinya sendiri. Sesekali gadis itu memukuli dada Ian, meluapkan emosi yang terpendam.
"Kamu nggak salah Lisa, sama sekali nggak salah! Jangan salahkan diri sendiri atas kesalahan orang lain, saya yakin kamu bisa bangkit, semua butuh waktu. Karena waktu adalah obat terbaik dari sebuah luka." Ian mengeratkan pelukan nya, membiarkan Lisa menumpahkan segala perasaan yang sudah lama dia pendam sendirian.
\*
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, Lisa bergegas menuju pintu pemberangkatan. Dengan langkah gontai dan mata yang sembab setelah menangis, gadis itu memasuki gerbong kereta dengan cepat. Berharap masih ada tempat yang tersisa untuk dia duduki. Mengedarkan pandangan, Lisa kemudian menemukan sebuah bangku kosong ujung gerbong.
Gadis itu duduk dalam diam, membiarkan pikiran nya melayang jauh. Membawa pada kenangan indah yang tertinggal dilubuk hati, tak ingin jatuh lebih dalam lagi, Lisa menggelengkan kepala samar. Gadis itu kemudian mengedarkan pandangan, masih tak habis pikir, ada begitu banyak orang dalam gerbong ini tapi tak ada satupun yang berbicara.
Merasa jengah sendiri, Lisa berdecak kesal sembari menghentakkan kaki dilantai. Membuat beberapa orang langsung melirik nya tajam. "Sorry...," Lirih Lisa tanpa suara, lalu menunduk menahan malu.
Lisa tak habis pikir, dengan gaya hidup orang-orang barat ini. Kenapa begitu betah menganut paham individualisme, kalian tahu individualisme bukan?! Gaya hidup menyendiri. Memangnya ada manusia dimuka bumi ini yang bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain?!
Apa yang terjadi ya kalau gue lompat ketengah gerbong, terus nyanyi lagu cendol dawet yang lagi viral di Indonesia sambil joget ala bang Jali. Pikir Lisa geli, gadis itu menggigit bibir menahan senyum. Bisa membayangkan apa respon orang-orang jika dirinya nekat melakukan hal itu.
Stupid!! Maki Lisa dalam hati, mewakili orang-orang.
Pintu gerbong terbuka, membuat perhatian Lisa teralihkan. Seorang pria masuk kedalam, Lisa memicingkan mata. Seperti tak asing dengan pria itu, sosok pria menggunakan pakaian serba hitam.
Cowok itu?! Mata Lisa membelalak, memastikan jika pria itu memang benar orang yang tempo hari lalu dilihatnya dalam gerbong yang sama.
Segaris senyum samar timbul digaris bibir gadis itu, saat pria yang tengah berdiri didekat pintu memang benar pria yang dilihatnya beberapa hari lalu.
Lisa memutar tubuh, menghadap pada pria yang tengah larut dalam diam sembari mendengarkan sebuah lagu melalui earphone yang melekat ditelinga.
My man in black. Gumam Lisa sembari tersenyum, melihat pria tampan yang masih setia menjaga kesunyian itu.
Baiklah, tiga jam ini nggak akan terasa kalau sambil lihat dia kan.
Lisa memutuskan menghabiskan waktu perjalanan nya sembari menatap pria itu, pria asing yang bahkan namanya pun tidak diketahui. Entahlah, orang itu memang asing. Namun Lisa merasa nyaman melihatnya, pria tampan dengan wajah dingin dan mata tajam yang menghunus. Namun, dibalik wajah yang dingin itu, tergambar jelas jika pria itu menyimpan sebuah luka. Luka mendalam seperti yang Lisa rasakan.
🌺
🌺
🌺
**Hay jumpa lagi dengan Lisa yang manis author dari Sweet Lisa🤭 (pada bingung yang baca)
Ayo gabung di grup chat ku, kita bincang santai disana, kalau bisa sambil ngopi online:v
Aku tunggu kedatangan kalian di grup chat, salam hangat :)
Note : Kira-kira siapa sih cowo bule yang dilihat Lisa, aku jadi penasaran🤔🤔 Kalian penasaran juga gak**??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
LEANA
🤗
2020-07-23
2
Kim Rahma💜
siapakah pria itu??
jodohnya lisa kah??😁
2020-07-10
6
🌹😒corona🤫🎶🎶
orang bule itu mungkin aku😂
2020-07-09
2