Kolong Ranjang

“Apa? Apa maksudmu, James? Kenapa kau mengatakan gadis ini adalah anakmu?” cecar Olivia dengan mata terbelalak. Sulit dipercaya, dirinya terbangun lewat tengah malam hanya untuk mendengar omong kosong dari suaminya.

“Ya, Olive. Cassandra adalah putriku. Suka atau tidak, kau harus menerimanya,” sahut James tegas.

“Di mana otakmu, James?” sentak Olivia. “Apa kau sudah gila?” Telunjuk wanita paruh baya itu mengarah lurus kepada James, yang berdiri menjadi tameng bagi Elektra. “Kau pikir aku ini wanita bodoh, yang dengan tangan terbuka akan menerima serta bersedia merawat anak hasil perselingkuhanmu? Lalu, ke mana pela.cur yang seharusnya merawat anak kalian?” Nada bicara Olivia tak terkendali. Suasana sepi di dalam rumah, seketika berubah. Suara nyaring wanita dengan roll rambut itu, menggema ke seluruh ruangan. Beruntungnya, karena jarak antar rumah di daerah itu cukup berjauhan.

“Astaga! Ada apa ini? Kenapa kalian ribut sekali?” protes seorang gadis dari lantai dua. Remaja berambut pirang, yang sepertinya berusia sama dengan Elektra. Gadis itu berjalan menuruni tangga, lalu berdiri di sebelah Olivia. “Ayah? Kapan kau datang?” tanya si gadis yang tak lain adalah Brianna, putri semata wayang James dan Olivia.

“Lihatlah apa yang ayahmu bawa sebagai oleh-oleh dari Irlandia, Brie.” Nada bicara serta tatapan yang dilayangkan Olivia terhadap James, kian tajam.

“Oh, memangnya apa?” Brianna mengalihkan pandangan kepada sang ayah yang masih berdiri dengan raut wajah teramat serius. James tak terpengaruh sama sekali, oleh sikap keras Olivia. Namun, saat berhadapan dengan Brianna, raut tegang James berangsur sirna.

“Brie.” James menyebut nama putrinya dengan nada bicara yang berbeda. Dia tampak menarik sesuatu dari belakang, sehingga memunculkan Elektra yang sedari tadi bersembunyi di balik tubuh tegapnya. “Aku membawakanmu teman,” ucap James tenang.

Akan tetapi, tidak dengan Brianna. Gadis berambut pirang itu menoleh kepada sang ibu dengan sorot penuh tanda tanya. Brianna bukan remaja yang bodoh dan tidak memahami makna dari ekspresi seseorang. Saat dirinya menangkap bahasa tubuh tak biasa dari Olivia, dia langsung memahami sesuatu. “Apa yang sudah kau lakukan, Ayah? Kau mengkhianati ibuku?” Brianna kembali mengalihkan perhatian kepada James.

“Usia gadis itu sepertinya sama denganmu, Brie,” ucap Olivia dengan napas memburu menahan amarah yang akan kembali meledak, saat melihat lagi wajah Elektra.

“Namanya Cassandra,” ucap James tanpa memedulikan sorot tajam Olivia. Dia tetap terfokus kepada Brianna, yang juga menunjukkan raut tak suka. “Mulai sekarang, kalian akan menjadi saudara. Kuharap kau bersedia menerimanya.”

Setelah berkata demikian, James menoleh kepada Elektra. Pria itu tersenyum, seakan mengisyaratkan agar gadis tersebut tidak merasa khawatir. “Ayo, Cassie. Akan kutunjukkan kamarmu,” ajaknya. James menuntun Elektra. Dia bermaksud membawa gadis itu ke lantai dua.

Akan tetapi, sebelum mereka sempat mencapai tangga. Brianna lebih dulu menarik lengan baju Elektra hingga sobek. “Gadis sialan!” makinya seraya mencoba menyerang Elektra dengan membabi buta.

James yang berada di antara kedua gadis tadi, segera menghalangi pergerakan Brianna. Jika tega, dia pasti dengan mudah memukul mundur si pemilik rambut pirang tersebut. Namun, James masih sadar bahwa Brianna adalah anak kandungnya. Tak mungkin dirinya menyakiti gadis itu.

“Hentikan, Brie!” sentak James tegas, sehingga membuat Brianna serta Olivia tersentak. Pasalnya, selama ini James tidak pernah bersikap begitu kepada Brianna. Dia selalu bersikap tenang, setiap kali menghadapi sikap manja gadis itu.

“Kau membentakku, Ayah?” protes Brianna tak terima. “Kau membentakku demi gadis sialan ini?” Sepasang mata Brianna melotot sempurna. “Kau sangat keterlaluan, Ayah!” Brianna kembali melayangkan protes keras. Dengan membawa perasaan jengkel, gadis itu bergegas kembali ke kamarnya.

Olivia yang menyaksikan adegan tadi, langsung maju ke hadapan James. Dia belum juga mengubah ekspresi wajahnya yang ketus. “Bagus sekali James Wilson. Kau sudah menyakiti hatiku saat membawa anak dari hasil hubungan gelapmu dengan wanita lain ke rumah ini. Lalu, kau juga menyakiti perasaan putrimu dengan membentaknya seperti tadi,” ucap Olivia penuh penekanan. “Lakukan apapun yang kau inginkan! Aku tidak peduli! Kau tuannya!” Setelah berkata demikian, Olivia berlalu dari hadapan James dan Elektra yang hanya diam tertunduk.

James terpaku beberapa saat di tempatnya. Ini tak seperti yang ada dalam rencana. Dia pikir, akan mudah menempatkan Elektra di antara anggota keluarganya. Namun, James sudah mengambil keputusan. Loyalitas tinggi terhadap Keluarga Hagen yang sudah tewas dibantai, akan selalu dia pegang teguh. Tugasnya kali ini adalah membuat Elektra nyaman dan aman. Hal itu harus dilakukannya tanpa mengabaikan keluarga sendiri.

“Tidak apa-apa, Nona. Istri dan putriku hanya terkejut dengan kehadiranmu. Lama-kelamaan juga mereka pasti akan terbiasa,” ucap James setelah beberapa saat terdiam.

“Aku merasa tidak enak, James. Kau tak perlu bertindak terlalu jauh seperti ini,” sahut Elektra pelan.

“Sudah menjadi kewajibanku untuk melindungimu, Nona. Lagi pula, ini merupakan sebagian dari sumpah dan janji yang telah kuikrarkan kepada mendiang Tuan Christopher,” balas James. “Kau tidak perlu cemas. Masalah Olivia dan Brianna akan segera kutangani secepatnya.”

Elektra tidak menjawab. Dia hanya mengangguk pelan. Gadis itu juga merasa serba salah. Elektra tak tahu harus ke mana, jika bukan bertahan bersama James.

“Mari. Kau harus beristirahat,” ajak James. Dia melangkah terlebih dulu menaiki undakan anak tangga. James lalu berjalan menyusuri koridor yang tidak terlalu panjang. Sementara, Elektra terus mengikutinya.

Langkah tegap James berhenti di depan pintu kamar paling ujung. Sebelum membuka pintu tadi, James mengetuknya terlebih dulu sebanyak beberapa kali. Namun, seseorang di dalam kamar itu tak juga membukanya. James kembali mengetuk lebih keras. Setelah hampir tujuh kali, barulah pintu terbuka.

Dari balik pintu, tampaklah wajah lusuh Brianna yang kembali terlihat kesal saat mendapati James berdiri di depan kamarnya. “Ada apa lagi, Ayah?” tanya ketus.

“Maafkan aku karena telah membentakmu tadi. Aku hanya ingin agar kau bersikap baik terhadap Cassandra,” sahut James tenang.

Namun, Brianna hanya menanggapi permintaan maaf sang ayah dengan cibiran. Terlebih, setelah dia melihat Elektra yang berdiri di sebelah James. Gadis itu membuang muka ke samping sambil mendengkus kesal.

“Cassandra akan tinggal di sini. Itu sudah keputusanku. Seharusnya kau merasa senang, karena akan mendapatkan teman berbincang saat di rumah,” ucap James, yang lagi-lagi berbalas cibiran dari Brianna.

“Berhubung kamar yang akan ditempati Cassandra belum dibersihkan, untuk malam ini dia akan tidur di kamarmu,” putus James seraya mengalihkan pandangan kepada Elektra yang diam dan menunduk. “Masuklah, Cassie. Kau harus beristirahat, setelah semua yang terjadi tadi. Selamat malam.” James menyentuh pucuk kepala Elektra, sebelum berlalu dari hadapan kedua gadis tadi. Sesuatu yang baru kali ini dilakukannya terhadap putri sang majikan.

Brianna yang sudah hendak melakukan protes, mengurungkan niat tersebut karena James lebih dulu berlalu dari depan kamarnya. Mau tak mau, dia harus menerima keputusan sang ayah meski tak suka. “Masuklah!” suruhnya kasar.

Elektra tidak menjawab. Dia berjalan pelan memasuki kamar Brianna, yang tentu saja tidak semewah kamarnya di Mansion Hagen. Elektra berdiri sambil memperhatikan Brianna yang kembali naik ke tempat tidur.

Namun, ketika Elektra hendak melakukan hal yang sama, Brianna segera mencegahnya. “Kau! Tidur di kolong ranjangku!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!