Calon Wakil Rektor

"Enggak biasanya kamu ngajak saya ketemu jam segini." Bu Direktur yang aslinya bernama Bu Winnie—harus dibaca Wi-ne—berkata demikian sesaat setelah mereka duduk.

Wanita itu mengambil buku menu dan menyebutkan pesanannya pada waitress sementara Rahadyan sedang berusaha keras menahan gugup.

Melamar wanita bukanlah keahlian Rahadyan. Punya anak tanpa pernah menikah seumur hidup adalah bukti bahwa pria itu sebenarnya payah dalam hal berurusan secara serius dengan wanita.

Namun Rahadyan sudah meyakinkan diri. Kali ini, hari ini, ia akan berhenti menjadikan konsultasi anaknya sebagai alasan berbicara dan bersungguh-sungguh mengatakan bahwa ia menyukai Bu Direktur sejak tiga tahun terakhir.

"Kamu enggak pesen?" tanya Bu Direktur karena Rahadyan malah sibuk bengong.

"Air putih." Rahadyan terlalu gugup buat melihat buku menu. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu merasa mulas jika sekarang harus memikirkan soal hal lain.

Bu Direktur yang mendengarnya langsung memandang Rahadyan aneh, tapi wanita itu putuskan tidak berkomentar. Anggap saja seorang pria datang ke restoran cuma untuk minum air putih itu adalah hal wajar.

"Terus, kamu mau ngomong apa?" Bu Direktur langsung pada tujuan.

Tadi Rahadyan bilang ada hal penting yang mau dia bicarakan jadi mereka harus bertemu sekarang. Biasanya mereka bertemu malam atau di akhir pekan kapan masing-masing tidak sibuk, terutama jika ada sesuatu yang harus dikonsultasikan mengenai Kalista.

Tapi sebenarnya akhir-akhir ini mereka jarang bertemu lagi, dikarenakan Kalista juga sudah lulus dari sekolah maka tidak ada lagi alasan Rahadyan berkonsultasi.

"Itu ...." Rahadyan tergugup.

"Soal Kalista bilang mau magang?" tanya Bu Direktur yang tidak tahu bahwa dia mau dilamar. "Saya denger dari Kalista, katanya dia mau magang di kantor Julio, kakaknya Sergio."

"Jadi Ibu tau?!" respons Rahadyan kaget, tapi buru-buru tersadar lagi. "Ehem, maksud saya, Ibu tau Kalista bukan magang sama kakak perempuannya tapi kakak laki-lakinya Sergio?"

Bu Direktur mengangkat alis. "Aha, jadi Kalista enggak cerita? Katanya dia mau ngejar cinta atau gimana."

"Ibu harusnya nasehatin. Cinta apaan dia kejar di kantor," gerutu Rahadyan yang mendadak sebal.

"Kamu terlalu protektif sama anak kamu." Bu Direktur menerima air putih yang diantarkan pelayan untuknya dan Rahadyan, sambil menunggu menu utama. "Lagipula saya yakin begitu masuk dunia kantor Kalista bakal sadar itu bukan tempat main-main."

"Dia pake rok spam ke kantor, Bu. Hah!"

Bu Direktur tertawa kecil. "Yah, enggak lama lagi tingkahnya yang kekanakan bakal ilang juga. Dia udah dewasa."

Rahadyan mau membalas bahwa Kalista dan kedewasaan adalah dua musuh bebuyutan, tapi segera Rahadyan sadar ia harus bicara tentang hubungan mereka dan bukan cuma Kalista.

Tentu saja Kalista sangat amat penting dan nomor satu, tapi anak itu bilang bahwa Rahadyan juga harus mengutamakan calon istrinya.

"Oke, Winnie, saya seneng ngomongin Kalista sama kamu, Bu Direktur Kesayangan Kalista but there's something I had to tell you."

Bu Direktur mengangguk. "Ya?"

"Saya ...."

Entah Rahadyan yang terlalu lama basa-basi atau memang Bu Direktur tidak punya banyak waktu, ponsel wanita itu lebih dulu berdering daripada Rahadyan berucap.

Bu Direktur minta izin menjawab dan beranjak dari kursi.

"Halo, Pak? Iya, Pak, ini saya lagi makan siang. Oh, oke, Pak. Baik. Saya selesaikan makan siang dan langsung ke sana. Baik, Pak, terima kasih."

Rahadyan tersenyum menyambut Bu Direktur kembali. "Siapa?"

"Pak Al," jawab Bu Direktur santai. "Kebetulan jabatan saya sebagai Bu Direktur harus dipindahin ke orang lain dan Pak Al bilang saya harus ketemu orangnya langsung."

Rahadyan terkejut. "Kamu dipecat?"

"Enggak. Enggak begitu. Saya naik jabatan. Pak Al mindahin saya ke universitas Asgard dan yah, mungkin kedepannya kamu mau manggil saya Bu Wakil Rektor?"

Rahadyan membuka mulutnya yang kemudian terkatup lagi. Itu adalah berita menggembirakan ... tapi jika benar Bu Winnie berpindah jabatan dari Direktur sekolah menjadi Wakil Rektor—menuju Rektor, maka hanya satu yang pasti.

Dia tidak punya waktu mempersiapkan pernikahan.

"Congratulation, Bu Calon Wakil Rektor." Rahadyan diam-diam mengepal kotak cincin di sakunya dan tersenyum lebar. "Kebetulan banget hari ini saya mau bilang kalau Kalista saya daftarin ke Universitas Asgard."

"Ohya?"

Di dekat tembok persembunyiannya, Kalista lebih cengo.

OHIYA?!

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!