"Keluar jangan kabur, tanggung jawab kamu!" Lagi, pria tersebut berteriak sambil terus mengetuk-ngetuk kaca mobil Gladis.
Kini jumlah orangnya bertambah, mendesak Gladis untuk segara keluar dari mobilnya. Dengan perasaan yang bercampur aduk, antara takut, panik, Gladis tidak tahu harus berbuat apa.
Kabur? Tidak mungkin, kerena mobilnya sudah di kepung oleh orang-orang. Tapi, jika Gladis keluar, apa mungkin nanti mereka akan membawanya ke kantor polisi?
Tidak! Gladis tidak mau di penjara. Lagian semua ini murni kecelakaan, Gladis benar-benar tidak sengaja menabrak pengendara motor itu. Ya walaupun sebenernya ia memang salah, Gladis tidak berhati-hati dan tidak memperhatikan ke sekitar saat ia melajukan mobilnya. Dan lagi, ia melajukan mobilnya dalam kecepatan yang tinggi.
"Tidak, aku tidak mau dipenjara, Mamah, Papa tolong Gladis!" gumamnya gemetar.
"Hey, kenapa masih diam di dalam. Cepat keluar, kalau kamu tidak mau keluar, jangan salahkan kami kalau kamu akan memaksa kamu dan merusak mobilmu ini!" seseorang berteriak kembali dari luar sana.
Gladis mencoba menenangkan dirinya sejanak. Ia pun sangat merasa bersalah. "Aku harus bertanggung jawab, aku tidak boleh takut, jika aku bertanggung jawab, mereka tidak mungkin melaporkan aku ke polisi 'kan?"
Beberapa kali Gladis mengatur nafasnya, hingga beberapa saat kemudian Gladis pun membuka kaca mobilnya.
"Akhirnya, cepat kamu keluar!" titah seorang Bapak-Bapak dengan raut wajah yang sama sekali tidak bersahabat.
"Baik Pak, maaf. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya akan bertanggung jawab," ucap Gladis mencoba memberanikan diri membuka suaranya.
"Jangan ngomong aja dong Mbak! Cepetan keluar, bawa korban ke rumah sakit!" teriak Bapak-bapak yang satunya lagi.
Gladis segara menganggukkan kepalanya. Ia pun keluar dari mobil tersebut. Tak sedikit orang yang memaki dirinya, Gladis mencoba tidak menanggapi walaupun sebenernya hatinya terasa nyeri.
Andai saja Gladis tahu kejadiannya akan seperti ini. Ia tidak akan langsung mencoba mobil tersebut, andai saja ia tadi berhati-hati mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Namun, waktu tidak mungkin bisa diulang kembali, semuanya sudah terjadi.
***
"Pa, kok Gladis belum kembali juga? Perasaan Mamah juga mendadak gak enak kaya gini," ucap Mamah Tia pada suaminya.
"Mungkin Gladis main dulu Mah, kaya gak tau aja anak muda gimana," sahut Papa Santoso. Padahal ia sendiri pun sebenarnya merasa tidak enak hati. Tapi, demi menangkan sang istri, ia tidak menampakkan kerisauan hatinya itu.
"Apa Mamah telepon saja ya, Pa?"
"Ya di coba aja Mah, coba telepon dia."
Mamah Tia pun segera mengambil ponselnya, tak menunggu lama. Mamah Tia langsung menghubungi putrinya.
"Hallo, Gladis kamu di mana Nak?" tanya sang Mamah, saat panggilan telepon terhubung.
"Ha-hallo Mah, Ma-mah Gladis lagi Rumah sakit Mah," jawab Gladis dari sebrang sana sambil terisak tangis.
Mamah Tia terkejut. "Kamu kenapa, Nak? Sedang apa di Rumah sakit? Kamu baik-baik sajakan Gladis?"
Papa Santoso yang mendengar ucapan istrinya refleks langsung menatap sang istri, wajah istrinya terlihat dipenuhi khawatir.
"Gladis gak apa-apa, Mah. Ta-tapi ... Gladis, Gladis ta-tadi ... "
Ucapan Gladis terbata-bata. Membuat kedua orang tuanya itu semakin merasa khawatir. Papa Santoso langsung mengambil ponsel istrinya.
"Gladis apa yang terjadi?" tanya Papa Santoso, dengan suara penuh penekanan.
"Gladis menabrak orang Pa, sekarang orang itu keadaanya kritis," jawab Gladis diiringi dengan isakkan tangis yang samakin nyaring.
"Apa?" teriak Papa Santoso dan Mamah Tia secara bersamaan, tentu saja mereka terkejut.
"Kirimkan alamat rumah sakitnya, Papa dan Mamah akan segara ke sana sekarang," pinta Papa Santoso, lalu mematikan sambungan telepon tersebut.
Beberapa detik kemudian, Gladis sudah mengirimkan alamat rumah sakit tersebut. Kedua orang tuanya langsung meluncur menuju ke sana.
Sekitar menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit, mereka pun akhirnya sampai. Mereka langsung menuju UGD di mana Gladis saat ini sedang berada di sana menunggu kedua orang korban yang tadi ditabraknya.
"Mamah, Papa ... " Gladis langsung memeluk kedua orang tuanya itu.
"Gladis takut, Mah, Pa," sambungnya.
"Tenangkan dirimu, semoga semuanya baik-baik saja," ucap sang Mamah.
"Bagiamana cerita bisa seperti ini Gladis?" tanya sang Papa.
Gladis pun langsung menjelaskan semuanya pada kedua orang tuanya. Gladis mengakui juga kalau dirinya lalai berkendara serta ia merasa bersalah juga.
Kedua orang tuanya terlihat menyimak, mau merah pun rasanya mereka percuma. Apa lagi kecelakaan seperti ini, celaka siapa yang tahu. Mereka hanya berharap dan berdoa semoga kedua orang yang ditabrak oleh putrinya itu baik-baik saja.
"Lalu bagaimana keadaan mereka?" tanya sang Papa.
Gladis menggelengkan kepalanya, yang ia tahu keadaan mereka kritis. Tapi, saat ini Dokter yang menangani mereka belum keluar lagi.
"Sudah, sebaiknya kita tunggu Dokternya," ujar sang Mamah.
Mereka pun menunggu di depan ruangan UGD. Mamah Tia mencoba menenangkan Gladis masih terlihat ketakutan.
Hingga beberapa saat kemudian, Dokter terlihat keluar dari ruangan tersebut. Gladis dan kedua orang tuanya langsung menghampiri Dokter tersebut.
"Bagaimana kondisi mereka, Dok?" tanya Papa Santoso.
"Kondisi pasien yang masih muda sudah stabil, beliau sudah melewati masa kritisnya. Hanya saja, beliau mengalami cedra di kedua kakinya, yang mengakibatkan beliau tidak akan bisa berjalan, dalam arti beliau mengalami kelumpuhan," jelas sang Dokter.
"Apa?" Gladis dan kedua orang tuanya terkejut.
"Lumpuh, Dok. Apa tidak ada cara untuk mengobatinya? Lakukan apa saja agar dia bisa berjalan, saya akan membayar berapa saja biayanya!" ucap Papa Santoso.
"Ini bukan masalah uang, Pak. Mohon maaf, tapi tidak yang bisa kami lakukan untuk saat ini, tapi tenang saja kelumpuhannya hanya bersifat sementara saja. Nanti bisa menjalankan beberapa terapi agar bisa kembali berjalan."
Mereka terlihat sedikit bernafas lega. Setidaknya masih ada harapan.
"Lalu, bagaimana dengan yang satunya lagi?"
"Sudah stabil juga."
"Apa kami bisa menemui mereka?" tanya Papa Santoso.
"Silahkan." Dokter tersebut mempersilahkan mereka masuk.
Gladis dan kedua orang tuanya pun langsung masuk ke dalam sana. Di lihatnya pasien Bapak-bapak yang bernama Rusli tersebut sudah siuman.
"Pak, saya selaku orang tuanya Gladis, saya benar-benar meminta maaf sebesar-besarnya atas apa yang menimpa Bapak dan Anak Bapak, atas kelalai putri saya. Kami berjanji akan bertanggung jawab atas semuanya, kami pun akan memenuhi semua permintaan Bapak, asalkan Bapak tidak melaporkan semua ini ke pihak yang berwajib," ucap Papa Santoso, tulus memohon pada Pak Rusli.
"Memang itulah yang saya inginkan! Lihatlah, atas kelalaian putri Bapak Putra saya sekarang menjadi cacat! saya tidak akan melaporkan putri Bapak ke polisi, asalkan ... "
"Asalkan apa, Pak?" sela Papa Santoso.
"Jika Bapak benar ingin bertanggung jawab pada kami. Saya minta Bapak menikahkan anak gadis Bapak dengan putra saya! Dia sudah cacat kerena kecelakaan ini, tidak akan ada yang mau menerima putra saya dalam kondisinya!" lanjut Pak Rusli.
Gladis dan kedua orang tuanya tercengang mendengar ucapan pria tua tersebut.
"Me-menikah?"
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Dwi Winarni Wina
gladis hrs bersedia menikah laki2 yg ditabrak krn mengalami kelumpuh,,,,mau gak mau hrs bertanggung gladis itu dah resikonya dr dilaporin mendekam dipenjara,,,,lanjut thor.....
2023-06-19
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
harus bertanggung jawab seperti itu... apakah ini jalan terbaik
2023-06-11
1