Ana baru saja pulang dari pemakaman ayahnya. Benar sesuai prediksi Ana, teman-temannya pada datang untuk melayat. Meski hanya teman yang dekat dengan Ana saja yang datang, itu juga akan jadi masalah kalau ada Andra dan orang tua Andra di rumah Ana. Untung orang tua Andra juga belum ke rumah Ana, juga Andra belum nampak datang. Mungkin Andra dan orang tuanya akan ke rumah Ana sore hari.
Rumah Ana sudah mulai sepi. Pelayat paling juga tetangga yang masih membantu untuk acara pengajian nanti malam. Tidak mungkin ada teman Ana yang datang lagi karena hari makin petang. Sari sahabat Ana, dan Farzan laki-laki yang suka dengan Ana pun sudah pulang, mereka ada urusan masing-masing, jadi tidak bisa lama-lama di rumah Ana.
Mama dan papanya Andra kembali ke rumah Ana, tapi Andra belum juga datang. Padahal mama dan papanya Andra, mewanti-wanti untuk datang tepat waktu, karena habis isya akan diadakan pengajian.
“Ana, mama dan papa sudah memutuskan, satu minggu setelah selesai acara pengajian untuk kirim doa ayahmu, kamu dan Andra harus segera menikah sah sesuai hukum. Mama dan papa minta syarat-syarat dari kamu, ya? Untuk kelengkapan persyaratan nikah,” ucap Bu Diana, yang sekarang ada di kamar Ana.
“Iya, Ma,” jawab Ana pasrah.
Ana tidak tahu lagi harus bagaimana, itu adalah permintaan terakhir ayahnya. Mau tidak mau dia harus memenuhi permintaan ayahnya itu, meski dia harus menikah dengan laki-laki yang sudah mengambil nyawa ayahnya.
“Haruskah seperti ini nasibku, Tuhan?” batin Ana.
Andra masih nongkrong di basecamp black moon dengan teman-temannya. Andra dari tadi hanya diam saja, dia masih memikirkan status barunya yang sekarang sudah menjadi suami dari Ana. Padahal dia sangat mencintai Astrid. Sudah banyak rencana yang ia susun dengan Astrid. Dari kelas satu SMA mereka pacaran, tentu sudah banyak sekali harapan yang digantung, untuk diwujudkan jika sudah waktunya.
“Kenapa bro! Ngelamun saja!” Yuda menepuk bahu Andra yang sedang melamun.
“Gue bingung,” jawab Andra.
“Bingung kenapa?” tanya Farzan.
“Kenapa gue semalam bisa gak lihat bapak itu nyalain sein, gue hanya fokus ke Astrid, mau jemput Astrid, soalnya gue udah telat banget jemput dianya,” jawab Andra.
“Udah dong, jangan gitu, namanya apes kan gak ada di kalender, Ndra? Lagian lo udah tanggung jawab sama pihak keluarga, kan?” tanya Yuda.
“Udah bro, gue udah tanggung jawab semuanya. Sama pihak kepolisian juga udah beres, tapi sepeda motor gue masih di sana sih, ini gue pakai sepeda motor Bang Indra. Dia belum tahu lagi kalau gue habis nabrak orang, kalau abang gue tahu, bakalan kena omel gue, yang ada gue gak diizinin gabung di sini, dan dia akan balik ke sini ngawasin gue,” jelas Andra.
Indra adalah kakak Andra. Andra dua bersaudara. Indra hidup di Paris. Dia sekarang sudah betah menetap di sana, apalagi dia sudah menjadi fotografer terkenal di sana, ditambah mengurus perusahaan papanya yang ada di sana.
“Ya lo jangan bilang dong?” ucap Yuda.
“Nanti kalau mama bilang gimana? Mama gue kan ember, apalagi Bang Indra anak kesayangan mama,” ucap Andra.
“Oh ya, tadi gue habis ngelayat sama Yuda, lo masih kenal Ana, kan? Teman SMA kita dulu, yang ketua OSIS itu?” tanya Farzan.
“Iyalah tahu, orang kita sekampus juga? Sekelas juga, kan?” jawab Andra.
“Oh iya, gue lupa. Dia ayahnya meninggal, katanya ditabrak sama anak remaja bilangnya, ya tapi orangnya tanggung jawab sih,” ucap Farzan.
“Hmm ... begitu? Terus apa urusannya denganku?” tanya Andra.
“Ya tadi gue mau ajak lo, lo malah lagi sama Astrid. Ya gue gak jadi ajak lo, pasti Astrid gak ngebolehin lah kamu melayat orang tua Ana. Mereka dulu kan penah bermasalah?” ucap Farzan.
“Masalahnya itu sumbernya dari elo, bro! Lo sih nolak Ivanka mulu, kan jadinya Ana yang jadi sasaran mereka? Lo malah ngejarnya Ana!” ucap Yuda.
“Iya, lo biang keroknya!” tukas Andra.
“Ya mau gimana lagi, gue gak cinta sama Ivanka, ya sampai sekarang dia masih ngejar gue, tapi tetap dong Ana yang utama. Sebelum janur kunir melengkung, Ana masih bebas dimiliki siapa pun, dan dikejar oleh pria mana pun. Sumpah gue jatuh cinta banget sama dia, gue rela ikutan anggota OSIS demi ingin sering dengan dia, gue dulu ikut PMR ya demi untuk dekat dengan dia, sampai dia kuliah di mana, gue kintilin dia, dan sampai sekarang gue belum bisa memiliki Ana. Gak tahu itu cewek susah banget ditaklukinnya!” ucap Farzan.
“Gue suaminya, dodol! Lo mau naklukin dia, langkahi dulu mayatku!” umpat Andra dalam hati.
Andra tahu dari dulu Farzan begitu ingin mendapatkan Ana. Tapi Ana selalu menghindar, dan menolah Farzan. Dia hanya menganggap Farzan hanya sebatas teman, tidak lebih dari itu.
^^^
Andra melihat Astrid datang dengan Rico dan Beni, teman Andra juga, satu kampus juga, tapi Beni dan Rico beda jurusan. Andra tidak tahu sampai kuliah saja dia seperti janjian dengan temannya, di satu universitas yang sama.
Astrid langsung mendekati Andra dan bergelayut manja dengannya. “Sayang ... kamu kenapa? Kok murung gitu? Sudah dong jangan dipikirin, kan kamu sudah tanggung jawab semuanya, Baby ....” Astrid mengusap pipi Andra lalu menciumnya. Dia pulang dari rumah Ivanka langsung menghampiri Andra ke Basecamp, dia tahu pasti Andra masih ada di basecamp.
“Ini kamu itu benar, nabrak orang sampai meninggal, Ndra?” tanya Rico.
“Iya, Ric,” jawabnya.
“Eh ngomong-ngomong katanya teman kamu juga ada yang ayahnya meninggal karena tertabrak semalam, Zan? Itu Ana mantan ketua OSIS dulu waktu SMA?” tanya Beni.
“Iya, ayahnya Ana meninggal. Karena tertabrak orang yang gugup mau jemput istrinya di stasiun. Ya begitu kata Ana, tadi aku sama Sari terus Yuda baru saja ke sana, kasihan sekali, dia sudah tidak punya siapa-siapa, tapi katanya nanti mau ikut tinggal sama budhe atau tantenya, gak mungkin dia sendirian,” jelas Farzan.
“Iya, dia kasihan, Cuma punya ayah saja katanya. Ayahnya ojol, eh ramah sekali ayahnya, baik lagi? Aku pernah lho pas sepeda motorku mogok, aku diboncengin sampai sekolahan, dia bilang anaknya sekolah di sekolah yangh sama juga denganku, namanya Ana, ketua OSIS. Ternyata gak jamin ya? Orang mampu yang kayak kita, sekolah yang penting berangkat, kuliah ya yang penting absen, ikut kelas, tugas serahin saja sama orang lain. Ana yang ayahnya hanya ojol dia dapat beasiswa, pintar, dulu ketua OSIS pula? Sampai sekarang dia kuliah masih dapat beasiswa,” puji Rico.
“Ya memang dunia itu kebalik, Ric! Kayak otak lo!” seloroh Farzan.
“Lo aja dulu jadi anggota OSIS gadungan kan? Hanya ingin dekat dengan Ana? Tapi zonk sampai sekarang!” kelakar Beni.
“Ya buat pencitraan saja sih,” ujar Farzan.
“Eh, Ndra, lo bukan yang nabrak ayahnya si Ana, kan?” tanya Rico.
“Ya bukan, lah!” tukas Andra tapi wajanya terlihat ketakutan, mengingat kejadian semalam.
“Ya kali saja, kan kejadiannya semalam?” ujar Rico.
“Kalau dia yang nabrak, udah geger pastinya. Pasti Ana nuntut lah!” ujar Farzan.
“Bukan, aku nabrak bapak-bapak yang mau menyabrang kok, dia itu sebatangkara hidupnya. Anak tidak punya, istri sudah meninggal lama kata tetangganya. Tapi, sudah selesai sih urusannya. Ya tetap saja aku masih kepikiran semalam, aku takut, aku ini sudah bunuh orang secara tidak sengaja, Bro!” ucap Andra dengan mata berkaca-kaca, mengingat kejadian semalam saat menabrak ayahnya Ana.
“Sudah, Beib ... jangan dipikir terus, yang penting semua sudah beres, dan ingat jangan kebut-kebutan lagi kalau naik motor?” ucap Astrid.
“Iya, Bro. Naik motornya hati-hati. Lo semalam pasti minum juga, kan?” ujar Rico.
“Kalau gak minum ya gak enak, bro. Habis ngumpul sama anak-anak.” jawab Andra. “Sudah yuk pulang, aku pasti sudah ditunggu mama dan papa, mau pergi ke acara pengajian orang yang semalam aku tabrak, katanya akan diadakan pengajian tiga atau tujuh hari gitu,” ucap Andra.
“Ya sudah, cabut yuk! Jangan galau gini ah,” ucap Beni.
“Iya, iya ... sorry ya gue lagi gak keruan banget pikirannya,” ucap Andra. “Ayo Sayang pulang,” ajak Andra pada Astrid, lalu merangkul tubuh Astrid.
Andra tidak tahu hari berikutnya bagaimana, setelah Ana tinggal di rumahnya, dan setelah pernikahan mereka diresmikan oleh hukum satu minggu lagi.
“Astrid ... aku udah nikahin perempuan lain, Sayang ... maafkan aku. Aku ini yang membunuh ayahnya Ana. Aku harus bertanggung jawab untuk menikahi Ana, dan sebentar lagi, pernikahanku akan disahkan oleh hukum, Sayang,” batin Andra dengan merangkul Astrid.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments