Kenapa jadi seperti ini, Tuhan? Kenapa aku harus menikah dengan orang seperti Andra? Kalau bukan karena ayah, aku tidak akan sudi menikah dengannya, aku juga baru lulus SMA, baru masuk kuliah sebulan. Aku tahu, kenapa ayah ingin aku menikah dengan Andra, mungkin biar aku ada yang menjaganya, tapi kenapa harus dengan Andra? Iya mama dan papanya sangat baik, tapi Andra? Dia saja orangnya ugal-ugalan? Siapa yang gak kenal Andra? Dia tampan, kaya raya, karena dia adalah anak dari donatur utama di kampus.
Andra juga mengetuai geng motor yang bernama Black Moon. Dia sering balap liar, taruhan, mabuk, dan perbuatan tidak baik lainnya. Kebiasaannya itu tidak sembuh dari SMA, dulu di SMA juga dia siswa yang paling bandel. Aku tahu itu sih dari siswa lain, karena setiap hari ada saja kasusnya dia. Tapi, semua guru tidak berani memberikan sanksi terberat, itu semua karena mereka tahu Andra anak siapa, dan prestasi Andra di basket memang baik. Tim basket sekolah selalu menang saat ada lomba antar sekolah. Piala bergilir juga tidak pernah bergilir ke sekolahan lainnya, masih utuh di etalase piala, sejak Andra menjadi kapten basket di sekolahan.
Aku masih duduk di depan jenazah ayah. Padahal sudah pukul dua pagi, tapi rasanya aku tidak ingin memejamkan mataku. Aku masih ingin bersama ayah, aku kenang semuanya yang sudah aku lalui dengan ayah selama empat tahun, berdua tanpa ibu, karena ibuku meninggal saat aku masih SMP. Setelah ibu meninggal, aku hanya hidup dengan ayah saja, hidup berdua dengan ayah, aku yang mengurus keseharian ayah, kadang ayah sakit pun aku yang mengurus. Aku mengingat semua yang sudah kulalui dengan ayah selam hidup berdua dengan ayah.
“Ana, tidur, Nak. Sudah jam dua pagi, besok kamu kecapean lho, saat di pemakaman ayah?” tutur mama.
“Belum ngantuk, Ma,” ucapku.
“Ana, jangan begini, nanti kamu malah sakit,” ujar papa.
“Ana sendiria, Ana sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Ma, Pa. Ayah sudah pergi, padahal ayah janji, akan menemani Ana sampai Ana sukses, sampai Ana kuliah, kerja, sukses, dan bisa membahagiakan ayah. Tapi, sekarang ayah pergi. Secepat dan sesingkat ini aku merasakan memiliki orang tua. Ibu pergi saat aku SMP, sekarang ayah juga pergi saat aku baru masuk kuliah.”
Aku kembali menangis, aku tidak kuat menahan tangisku. Meski air mataku sudah kering, tapi rasanya hati ini ingin terus menangis.
“Ana, ayahmu sudah tenang, jangan begini. Ayahmu nanti juga ikut sedih. Ikhlaskan, ayahmu sudah bahagia, apalagi kamu sudah menuruti permintaan terakhir ayahmu. Pasti dia lega melapaskanmu. Kami janji, akan menjadi orang tuamu, Ana. Anggap papa dan mama orang tua kamu sendiri, Na.” Papa terus menasihatiku, benar kata papa, aku tidak boleh larut dalam kesedihan.
Mereka memang baik, papa dan mamanya Andra memang baik, tapi tetap saja kenangan bersama ayah malam ini terus tergambar jelas dalam ingatanku. Aku tidak bisa menghilangkan semua itu. Untuk memejamkan mata pun aku tidak bisa, karena aku ingat semuanya. Ingat dengan semua yang aku dan ayah pernah lalui bersama.
“Besok, mama sudah meminta orang untuk menemani kamu di sini saat acara pemakaman, mama dan papa tetap akan ke makam, setelah selesai dan pelayat pulang semua. Kalau ada butuh apa-apa, besok kamu bilang saja sama orang suruhan mama, ya?” tutur mama.
“Iya, Ma.” Jawabku.
Aku iyakan saja, terserah mereka mau bagaimana. Semua tamu yang di rumah saja mama dan papa yang menemui dan mengurusnya. Mama dan papa bilang pada meraka, kalau dirinya adalah saudara dari ibuku. Tetanggaku yang malam ini melayat ya percaya saja, tidak ada yang curiga.
Aku mencoba untuk memejamkan mata, setelah mama terus membujukku untuk tidur. Aku masuk ke kamarku, aku terus mencoba memejamkan mataku, tapi tetap saja tidak bisa. Aku duduk di sisi tempat tidurku, aku masih belum menyangka ayah secepat ini pergi meninggalkanku. Padahal tadi baru saja makan malam denganku, menikmati masakanku malam ini sebelum ayah kembali menagaktifkan ponselnya untuk mencari penumpang.
Ayahku hanya bekerja menjadi driver ojek online. Waktu ayah bekerja sangat fleksibel, kadang berangkat pagi-pagi sekali, kadang agak siang, kadang juga sore baru berangkat kalau ayah sedang lelah. Tapi, kalau pagi ayah sudah biasa mengantar tetangga untuk ke pasar. Ayah sudah menjadi ojek langganan tetanggaku itu.
Tidak pernah aku sangka, semalam adalah makan malam terakhirku, tadi pagi adalah terakhir sarapan pagiku dengan ayah, dan tadi siang adalah terakhir aku dijemput ayah di kampus. Ayah bilang tidak akan lama pulang, ternyata bukannya ayah pulang ke rumah, melainkan ayah pulang ke sisi Tuhan. Mungkin ini sudah takdirku begini, harus kehilangan ayah, dan aku harus menikah dengan seseorang yang sudah membunuh ayahku.
^^^
POV ANDRA.
Aku merasa begitu berdosa, melihat seorang gadis kehilangan ayahnya. Kehilangan sosok satu-satunya yang dia miliki. Aku dari tadi melihat Ana menangis di depan jenazah ayahnya. Sungguh aku pun ikut sakit melihatnya. Ini adalah kesalahanku, aku sudah membuat Ana kehilangan ayahnya.
Dari tadi aku melihat mama dan papa membujuk Ana untuk tidur, tapi Ana masih ingin duduk di depan jenazah ayahnya. Namun akhirnya mama berhasil membujuk Ana untuk tidur dan ke kamarnya.
Aku duduk di sebalah mama setelah Ana pergi ke kamarnya. Aku melihat jasad ayahnya Ana yang terbujur kaku. Sosok yang mungkin selama ini menjadi penguat Ana, karena hanya ayahnya yang ia miliki. Ana adalah perempuan yang kuat, dia pintar, dia dulu selalu jadi juara saat SMA, dia juga mendapat beasiswa selama SMA. Kami satu sekolahan tahu Ana bagaimana kehidupannya. Dia adalah siswa berprestasi, dia mendapat beasiswa, dan sampai lulus biaya pendidikannya sudah ditanggung oleh pihak sekolah. Sekarang kuliah pun dia dapat beasiswa, mungkin sampai dia lulus kuliah kalau bisa mempertahankan IPK-nya.
Waktu dulu SMA adalah ketua OSIS, aktif di Pramuka juga, dan aktif di Ekstrakurikuler PMR. Malah Ana adalah ketua PMR. Sedangkan aku? Dulu aku adalah siswa terkenal karena kenakalannya, tapi karena basket juga aku menjadi terkenal di sekolahan. Dan sampai sekarang aku masih menyandang anak yang tidak tahu aturan, sering ugal-ugalan di jalan, ikut geng motor dari SMA sampai sekarang.
Kalau aku di sini, pasti banyak teman yang curiga, apalagi teman kuliahku dengan Ana kebanyakan teman SMA dulu yang juga kenal Ana. Kalau mereka melihat aku, mama, dan papa di sini, semua pasti akan curiga kalau aku ini pelakunya. Aku bilang pada teman-temanku kalau aku menabrak orang, juga dengan Astrid, aku sudah terlanjur bilang itu. Kalau mereka lihat aku di sini dengan mama dan papa, pasti mereka akan curiga denganku. Untung saja Ana tahu keadaan, dia memintaku untuk tidak usah ke sini sampai acara pemakaman selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments