Senyum di wajah Arisha terbit kala sejak tadi mencemaskan orang yang kini sudah berjalan ke arahnya. Bukan dengan wajah hangat, Reifan masih seperti sebelumnya. Menatap Arisha dengan tatapan asing. Dengan perasaan cemas Arisha sama sekali tak perduli dengan itu.
"Rei, akhirnya kau pulang juga. Kita makan malam yah, obatmu harus segera di minum. Kau bisa sakit jika mengabaikan jadwal minum obat itu."
"Diam!" sentak Reifan sukses membungkam bibir sang istri saat itu juga. Arisha pun bungam sesuai dengan apa yang di ucapkan sang suami.
Rasanya begitu kaget mendengar teriakan yang menggema sampai menusuk ke dalam indera pendengarannya. Berusaha keras Arisha tak menjatuhkan air matanya saat ini.
"Maaf. Aku hanya terlalu mencemaskamu." Bukannya menjawab, pria itu melangkah menuju kamarnya meninggalkan Arisha yang hanya menunduk.
"Kak Reifan sudah makan saat aku temui tadi, Kak. Dia makan dengan dengan Kak Gina. Sekarang Kakak berikan saja obat untuknya." Patuh Arisha mengangguk mendengar ucapan sang adik ipar.
Ia melangkah menuju kamar tanpa memperdulikan keberadaan Nalendra. Yang utama saat ini adalah sang suami.
"Rei, minumlah obatmu dulu. Maaf aku terlalu cerewet." Arisha berbicara dengan pelan melihat sang suami duduk di sisi tempat tidur. Pundaknya terlihat naik turun seolah tengah menahan amarah.
"Keluarlah. Aku bisa minum obatku sendiri." Reifan merasa kepalanya berdenyut sakit. Itu sebabnya ia tak tahan mendengar ocehan panjang sang istri.
Sepanjang perjalanan pulang kepalanya terus ia tahan dari rasa sakit sampai akhirnya tiba di rumah Reifan ingin segera minum obat. Nyatanya kepulangannya justru di sambut dengan ocehan cerewet Arisha. Hal itu tentu saja mengundang amarah bagi Reifan.
Arisha segera meletakkan segelas air di atas nakas serta obat yang sudah ia sisihkan untuk di minum sang suami. Arisha melangkah keluar kamar meninggalkan Reifan dengan perasaan sedih.
Kala pintu kamar tertutup barulah Reifan buru-buru menenggak obat di depannya dan segera membaringkan diri. Perlahan ia tak sadar jika sudah terlelap.
"Sabar, Kak." Di sini Nalendra berbicara dengan Arisha penuh prihatin.
Arisha menunduk mengusap air mata. "Aku hanya bisa berusaha saja, Ndra. Jika Mamah pun turut mengharapkan kehancuran rumah tangga ini sampai niatnya begitu jelas ketika membawa Gina ke rumah ku. Aku bisa apa lagi, Ndra? Aku hanya bisa terus berusaha tanpa tahu apa saja rencana Mamah ke depannya. Jika pun aku meninggalkan karirku demi menuruti keinginan Mamah untuk menjadi istri yang di rumah saja. Apa itu menjamin jika pernikahanku baik-baik saja? Hubungan Mamah dan Gina sudah membaik. Itu artinya aku memiliki dua pikiran sebagai sainganku."
Nalendra menghela napas kasar mendengar ucapan sang kakak ipar yang terdengar begitu menyedihkan. Ia pun sudah bisa membayangkan ini akan terjadi cepat atau lambat. Namun, di luar dugaan justru sang kakak lupa ingatan.
"Tuhan sedang menguji kekuatan Kakak sebagai seorang istri. Kalau sampai Kakak menyerah maka penyesalanlah yang sama-sama kalian rasakan di akhir nanti. Kakak akan menyesal ketika ternyata Kak Rei mencintai Kakak saat ingatannya pulih. Begitu pun Kak Reifan yang hanya bisa menyesali tanpa bisa merubah apa pun ketika sampai akhirnya kalian berpisah."
Arisha dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak akan menyerah. Aku akan mempertahankan rumah tanggaku. Reifan adalah milikku." Nalendra tersenyum mendengar ucapan Arisha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments