Kedatangan Gina

Di ruangan keduanya saling diam. Arisha masih menunggu maksud ucapan sang adik ipar yang kini menatapnya dalam diam. Penuh pertimbangan rasanya Nalendra mengutarakan kebenaran pada sang kakak ipar.

"Mamah sebenarnya memang tidak merestui hubungan kalian jika bukan karena Papah, Kak." Kening Arisha pun mengerut kala mendengar ucapan sang adik ipar.

Kepala Arisha menggeleng tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Selama ini hubungannya dengan sang ibu mertua nampak baik-baik saja. Rasanya tidak mungkin jika wanita paruh baya itu tengah berdrama.

"Kamu bercanda kan, Ndra? Mamah nggak mungkin seperti itu." ujar Arisha tak percaya.

Nalendra menunduk menghela napasnya kasar. "Aku tahu sulit untuk di percaya. Tapi inilah kenyataannya, Kak Arisha. Sejak awal Mamah tidak setuju jika Kak Rei menikah dengan wanita pekerja. Karena bagi Mamah ketika wanita tidak bekerja ia akan fokus dengan rumah tangganya. Di tambah lagi selama ini Mamah menunggu cucu dari kalian yang tak kunjung hadir. Di situ penilaian Mamah pada Kakak yang bekerja semakin buruk. Selama ini Mamah tidak punya kuasa sebab Papah lebih memegang kendali semuanya. Tapi, sekarang Papah sudah tidak ada, Kak. Ini yang aku khawatirkan."

Arisha terdiam mendengar kenyataan ini. Selama ini meski sikap sang Mamah mertua sedikit datar padanya itu tak pernah menjadi masalah bagi Arisha. Ia terus berpikir positif untuk sang mamah mertua. Tak di sangka jika selama ini teryata ia tengah berusaha mengejar restu wanita paruh baya itu.

"Aku tidak mungkin meninggalkan karirku saat ini, Ndra. Susah payah aku membangun semuanya." Arisha menunduk sedih menimbang apa yang harus ia lakukan.

Bahkan perjuangannya sebagai seorang istri pun sedang terancam saat ini. Sang suami yang masih belum menunjukkan perubahan sedikit pun tentu membuat Arisha sangat takut.

"Kak, tenanglah. Kak Rei pasti akan segera sembuh dari hilang ingatannya. Kuncinya hanya ada di Kak Reifan. Mamah tidak akan bisa berbuat apa-apa jika kalian sudah saling mencintai. Lambat laun restu itu pasti akan kalian dapatkan walau tanpa Papah." Mendengar ucapan sang adik, Arisha hanya tersenyum paksa

"Terimakasih, Ndra."

Keduanya pun berpisah saat itu dengan Nalendra yang pamit untuk segera bekerja. Sedangkan Arisha kembali menemui pasien di ruangan perawatan.

Tanpa Arisha ketahui, jika di rumah kali ini Reifan justru kedatangan seorang tamu wanita. Wajahnya cantik dan tubuhnya tinggi langsing. Pelayan melangkah menuntun gadis cantik itu untuk masuk ke rumah setelah mendapat telepon dari Dara.

"Oh Non Gina? Baik Nyonya." Itu sahutan pelayan kala menerima perintah dari Dara.

Di sinilah keduanya berada, di depan pintu kamar tempat dimana Reifan tengah beristirahat. Pria itu menoleh kala mendengar pintu kamar terbuka dari luar. Pelayan nampak menunduk hormat lalu detik berikutnya seorang wanita berjalan melewati bibi dan masuk ke kamar itu.

"Rei, bagaimana kabarmu?" tanya gadis itu.

Reifan menyipitkan mata seolah tak asing dengan wajah cantik ini. Entah mengapa pikirannya justru merasa jika wanita inilah yang ia kenal. Bukan wanita yang mengaku istrinya mau pun mamahnya.

"Masih pusingkah? Aku pulang ke Indonesia demi melihat keadaanmu." Reifan masih diam menggenggam ponselnya melihat gadis itu sudah duduk di sampingnya di sisi ranjang.

Pandangan Gina menajam kala melihat pelayan masih saja berdiri di ambang pintu tanpa meninggalkan mereka. Seketika pelayan sadar dan mengangguk ragu. Rasanya berat ia meninggalkan keduanya di dalam kamar utama milik Reifan dengan Arisha. Tapi, melihat tatapan tajam Gina, pelayan itu tak berkutik.

"Apa kau benar-benar tidak mengingat aku?" tanya Gina lemah lembut. Tangannya bergerak menyentuh rahang Reifan.

Wajahnya terlihat begitu sedih dan itu jelas di pandangan Reifan.

"Aku merasa ingat dengan wajahmu. Tapi, aku tidak tahu kau siapa." jawab Reifan pada akhirnya.

Saat ini yang bisa ia lakukan hanyalah pecaya pada isi kepalanya. Tak ada satu pun yang bisa Reifan percaya selain dirinya sendiri. Mendengar ucapan Reifan sontak Gina tersenyum senang dan memeluk erat tubuh pria tampan di depannya saat ini.

"Aku senang, Rei. Kau mengingatku. Aku sangat senang sekali. Terimakasih." Suara lembut dan ceria itu nyatanya membuat Reifan menghangat. Sikap kasarnya yang biasa ia layangkan pada Arisha kini tak sama sekali ia tunjukkan pada Gina.

"Apa kau wanita di masa laluku?" tanya Reifan kembali. Dan Gina secepat mungkin menganggukkan kepalanya.

Ini adalah kesempatan yang tidak bisa ia lewatkan begitu saja. Posisi Arisha sedang terancam olehnya.

"Kita sangat saling mencintai, Rei. Wanita itu datang merusak semuanya." jelas Gina yang mulai mengarang cerita sesungguhnya. Reifan pun semakin penasaran.

"Kenapa bisa?" tanyanya.

"Karena Papahmu lah kita harus berpisah. Meski begitu kita tetap menjalin hubungan seperti biasanya. Jadi, kau jangan khawatir. Aku akan tetap bersama mu sampai kapan pun." Gina tersenyum kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Reifan.

Keduanya duduk saling berhadapan saat ini. Reifan pun tak menolak pelukan dari gadis cantik di depannya. Penampilan Gina memang sangat menyegarkan mata dengan make up segar di wajahnya namun tidak begitu mencolok. Berbeda dengan Arisha yang selalu tampil tanpa make up karena wajahnya memanglah sudah cantik.

Keduanya memiliki kecantikan masing-masing yang menurut Reifan menarik. Tapi, ia tidak memiliki ingatan apa pun dengan Arisha slain prasangka buruk.

"Temani aku dalam proses pemulihanku," ujar Reifan.

"Pasti. Aku pasti menemanimu, Rei. Aku sangat merindukanmu." jawab Gina senang.

"Siapa nama mu?" tanya Reifan lagi.

"Gina Elen. Biasa kau memanggilku El. Katamu itu adalah panggilan khusus untukku yang orang lain tidak boleh memanggilnya." Suara ceria Gina lantas membuat Reifan tanpa sadar menyunggingkan senyum tampannya.

Ia merasa terhibur dengan keceriaan Gina di kamar ini. Mereka bercerita banyak hal tanpa tahu di luar sana sang pelayan begitu gelisah menelpon Arisha namun tak kunjung di angkat.

"Aduh Nyonya Arisha kemana sih? Ini gawat ini." ujar Bibi gelisah.

"Hentikan panggilan itu, Bi. Jika tidak ingin di pecat!" Sontak sang Bibi terjingkat kaget mendengar ucapan dari wanita yang baru datang. Ternyata dia adalah Dara yang kembali lagi ke rumah Arisha.

"Nyo-nya?" Bibi menunduk menggantung ponsel di tangannya gugup.

Dara tampak melangkah mendekatinya. "Ma-maafkan saya, Nyonya."

"Sudah. Buatkan saya minuman segar dan cemilan. Jangan mengganggu hal yang tidak seharusnya di ganggu." sahut Dara ketus.

"Tapi, Nyonya. Mereka di kamar utama..." Ucapan Bibi menggantung di udara kala melihat kembali tatapan tajam dari sang Nyonya besar.

Terpopuler

Comments

Lili Astuti

Lili Astuti

mulai sudah istri disingkirkan

2023-08-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!