...~•Happy Reading•~...
Kandara hanya diam menunduk, tanpa berani menatap Darel yang sedang menatapnya dengan perasaan cemas dan rasa bersalah terhadap apa yang dialami Kandara. Dia yakin Kandara telah memaafkannya, tetapi apa yang dialaminya masih membekas. Oleh sebab itu, Darel sengaja membawa dia ke tempat dimana peristiwa itu terjadi untuk memastikannya. Agar kelak mereka bisa hidup bersama dengan lebih baik.
"Kau tidak mau melihatku atau mengatakan sesuatu padaku?" Tanya Darel sambil terus mengelus tangan Kandara yang mulai menghangat dalam genggamannya.
Kandara masih terus menunduk, karena sangat terharu. Kehangatan tangan Darel yang menggenggam tangannya, semua hal yang didengar dan diterima dari Darel bisa membuatnya menangis. Jika dia mau berkata sesuatu, hanya tangisan yang keluar dari mulutnya. Sehingga dia hanya bisa diam untuk menahan gejolak hatinya.
Sambil mengendalikan diri, dia menyadari suatu hal yang baru d8sadarinya ketika hendak melangkah masuk ke kamar hotel bersama Darel. Dia mengira telah melupakan semua hal buruk yang pernah terjadi di kamar ini bersama Darel. Tetapi di alam bawa sadarnya, masih menyimpan trauma masa lalu dengan kejadian di kamar Darel. Hal itu membuat dia sangat sedih dan merasa bersalah terhadap Darel. Dia tidak menyangka hal itu masih ada, sedangkan di rumah mereka bisa bersama dengan baik.
Melihat Kandara tetap diam menunduk, Darel berdiri tanpa melepaskan tangannya dari tangan Kandara. Mengetahui Darel yang tiba-tiba berdiri, sontak Kandara menengada dan melihat Darel. "Sudah cukup di sini. Aku tidak tahan melihatmu seperti ini. Mari kita temui anak-anak." Darel berkata pelan, karena melihat mata Kandara yang sudah tergenang dan sedang menahan tangis.
Darel berharap, dengan mengatakan tentang anak-anak, bisa mengalihkan apa yang berkecamuk di hati Kandara. Dia tidak ingin Kandara terus bersedih, ketika mengingat pertemuan mereka. Kandara ikut berdiri, lalu melepaskan tangannya dari genggaman Darel. Kemudian dia melinggkar tangannya ke bahu Darel dan memeluknya. "Maafkan aku." Tangis Kandara pecah di bahu Darel.
"Dara, aku tau, mungkin sulit untuk melupakannya. Tapi bisakah kau melihat dari sudut yang lain, bahwa pertemuan kita adalah anugrah Tuhan untuk masa depan kita? Sebagaimana yang aku katakan tadi di konferensi pers. Tuhan telah merubah rencana jahat seseorang padaku menjadi kebaikan untuk kita." Darel berkata pelan, sambil mengelus punggung Kandara untuk meredakan tangisannya. Darel melakukannya beberapa saat untuk menenangkan Kandara.
Kandara mengangguk di bahu Darel sambil terus memeluknya. Dia menyadari, apa yang dikatakan Darel adalah benar. Pertemuan mereka adalah anugrah Tuhan, terutama baginya. Seorang yang bukan siapa-siapa, tidak memiliki kelebihan apa-apa, dari keluarga biasa-biasa saja, bisa bertemu dan bahkan telah menjadi istri seorang Darel Key. Member boyband idolanya dan juga 'biasnya'.
Dengan pemikiran itu, Kandara menenangkan hatinya dengan bersyukur untuk apa yang diterimanya. Kemudian dia melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya dengan punggung tangannya. "Aku mau minum." Kandara berkata dengan wajah memerah, lalu berjalan ke tempat Darel meletakan air mineral.
Seperti yang dikatakan Darel, semua yang ada dalam kamar masih sama, tidak berubah. Sebagaimana malam itu dia menuangkan air untuk Darel, dia melakukannya lagi dan meminumnya. Darel hanya melihatnya dari jauh, untuk memastikan kondisi Kandara. Dia tahu, malam itu Kandara menuangkan air untuk minum. Karena saat dia hendak minum keesokan harinya, ada gelas yang sudah dipakai untuk minum.
Ketika melihat Kandara bisa minum dengan baik dan tenang, Darel berjalan mendekatinya. "Aku tidak pindahkan tempat itu. Kau tidak ingat, ada sesuatu di bawah gelas itu?" Tanya Darel dengan wajah tersenyum.
"Jangan bicarakan itu lagi. Hanya itu yang terpikirkan malam itu, karena ponselku mati dan juga kamarmu sangat bersih. Tidak ada apa pun yang bisa dipakai untuk katakan sesuatu padamu." Kandara berkata pelan. Sikap Darel yang hangat dan santai dalam membicarakan hal yang terjadi malam itu, mulai menularinya.
"Kalau kau mau lihat kertasnya, aku masih menyimpannya." Darel berkata santai, tapi tiba-tiba dia tidak melanjutkan ucapannya dan berharap Kandara tidak menyetujui permintaannya. Dia baru teringat, kertas pesan Kandara disimpan jadi satu dengan kertas pesan Efraim saat pertama bertemu dengannya.
Darel tidak mau Kandara tahu, Efraim memintanya untuk tes DNA. Darel hanya mengatakan dia tahu Efraim dari kemiripan wajah, sehingga curiga dia adalah putranya. Jadi bukan ada usaha dari Efraim untuk memastikan dirinya adalah ayahnya.
Kandara menggelengkan kepalanya dengan wajah makin merona, mengingat apa yang ditulisnya di kertas tersebut. Melihat Kandara menggelekan kepala, Darel bernafas lega. Dia berpikir untuk membicarakannya kelak setelah mereka telah saling mengenal dan menerima dengan baik.
"Tidak jadi pergi lihat anak-anak?" Tanya Darel saat melihat Kandara masih berdiri dan melihat isi kamar.
"Jangan sekarang. Efri akan ikut pindah ke sini. Nanti Mama sendiri di kamarnya. Tadi dia mengangguk untuk ikut ke kamar bersama Mama, karena sudah mengantuk. Tapi kalau dia tahu kita akan nginap di hotel, dia akan ikut aku." Kandara menjelaskan kebiasaan putrinya jika berada di luar rumah atau sedang bepergian.
"Kalau begitu, biarkan mereka istirahat dulu. Nanti kita temui mereka untuk makan malam. Aku mau mengajakmu ke bagian dari kamar ini yang belum kau injak, tapi sangat berarti untukku." Darel berkata serius, lalu mengambil tangan Kandara dan mengajaknya keluar ke balkon kamarnya.
"Ini tempat favoritku bersama Mikha untuk membicarakan berbagai hal. Kami bisa duduk berjam-jam untuk membicarakan bisnis, masalah pekerjaan, masalah dengan Melo, banyak hal, termasuk masalah kita berdua." Darel berkata setelah duduk di kursi santai yang disediakan dengan bantal-bantal empuk dan mewah.
Kandara mengakui kebenaran kata-kata Darel. Tempatnya sangat nyaman untuk duduk santai sendiri atau bercengkrama dengan seseorang. Apalagi ada sofa panjang yang empuk, sangat nyaman untuk beristirahat.
"Kalau lagi summer atau spring, aku suka berbaring di sini. Tapi kalau sekarang, sudah mulai dingin, gampang masuk angin." Darel berkata seakan mengerti maksud Kandara, karena melihatnya menepuk sofa dan menekannya.
"Tapi kalau kau mau istirahat di sini, boleh. Aku akan ambil selimut untuk kita." Darel langsung berdiri masuk ke kamar, tanpa menunggu persetujuan Kandara. Karena jika mereka akan duduk dalam waktu lama pun, membutuhkan selimut.
"Ini, selimuti badanmu dan letakan kepalamu di sini. Aku akan bercerita padamu." Darel memberikan selimut kepada Kandara, lalu menyelimuti paha dan kakinya. Kemudian menepuk pahanya, agar Kandara meletakan kepala di pahanya. "Di sini aku sering merindukanmu dan juga menciptakan lagu itu untukmu." Darel mulai berkata setelah Kandara meletakan kepalanya seperti yang diminta oleh Darel.
Kandara sontak mengangkat kepalanya dan melihat Darel dengan tertegun. "Jadi benar, lagu itu untukku? Kau pernah menyebut namaku saat nyanyikan lagu itu secara live?" Kandara bertanya dengan serius sambil terus memandang Darel untuk menyakinkannya.
"Iyaaa...! Mengapa? Kau mengetahuinya?" Tanya Darel heran dengan reaksi Kandara yang tiba-tiba mengangkat kepala dan memandangnya dengan wajah yang berbeda.
Kandara mengangguk kuat sambil tersenyum, dia pernah berpikir saat itu Darel menyebut namanya. Tetapi dia menepuk dahinya dengan telapak tangan dan menyebut 'Jangan GR' untuk mengingatkannya, agar sadar diri.
...~•••~...
...~●○♡○●~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Stargirl✨
Memaafkan mungkin agak lebih mudah, ketimbang melupakan bekas dari kenangan
2023-10-27
4
⏤͟͟͞R𝐈𝐍𝐃𝐔ᵇᵃˢᵉ𝕸y💞🍀⃝⃟💙
nah itu..
trauma udah pasti, krn psikis yg kena
susah yaa kl mo obati rasa trauma, perjuangan ekstra itu
2023-10-09
3
🍌 ᷢ ͩѕнͪαͣкͭʝͣρͤιуσ🐣ℛᵉˣ࿐
jangankan melihat atau mengatakan sesuatu, ngerasain jantung gendangan aja udh gk keruan😁
2023-09-18
3