Pelabuhan Hati Sekretaris Cupu
Nisa PoV On
"Ciieee, yang mau kasih kejutan buat ayangnya." Goda Jeni dengan semangat.
"Iya, dong. Dia udah sering kasih aku kejutan. Aku nggak mau kalah juga." Jawabku semangat.
"Iya deh, calon Nyonya Revan."
"Apaan sih, Jen?" Cicitku malu.
Jeni tersenyum lebar melihatku malu-malu. Tapi, ia segera menubruk tubuhku dan memeluk erat.
"Semoga, hubungan kalian langgeng, ya!" Ucap Jeni dengan wajah penuh ketulusan.
"Aamiin." Sahutku haru.
Aku pun membalas pelukan Jeni dengan satu tangan. Karena tangan lain, terhimpit oleh Jeni yang memelukku dari samping.
"Udah ah, aku harus buru-buru! Masih harus ambil pesenan kue dulu ke cakery." Pintaku manja.
"Iya, iya."
Jeni segera melepaskan pelukannya. Aku pun juga segera beranjak dari kursi rias.
"Kamu yakin, belum mau ngaku sama Revan?" Tanya Jeni sambil memperhatikanku memakai jaket.
"Itu jadi kejutan nanti, setelah dia memang menunjukkan keseriusannya padaku dan keluargaku." Jawabku yakin.
"Terserah kamu aja, deh! Good luck, ya!"
"Oke. Thank's, Jen."
Jeni mengangguk yakin. Kami lalu berjalan keluar dari kamarku. Jeni mengantarku hingga ke pintu depan. Dan aku, segera pergi untuk menjalankan misi kejutan untuk kekasihku, Revan.
Oh iya, aku Nisa. Nisa Amora. Usiaku hampir menginjak dua puluh lima tahun. Aku bekerja sebagai seorang sekretaris dari pemilik salah satu perusahaan terbesar di negeri ini. Perusahaan yang bergerak di beberapa bidang. Dari konstruksi, periklanan, hingga hiburan.
Aku bekerja di kantor pusat di ibukota. Dan selama di ibukota, aku tinggal bersama sahabatku sejak sekolah. Namanya Jenifer Arsinta. Aku biasa memanggilnya Jeni.
Aku dan Jeni, tinggal di apartemen milik sepupu Jeni. Jeni sebenarnya anak orang berada. Tapi, ia ingin belajar hidup mandiri, dari hasil kuliah dan kerja kerasnya sendiri. Tanpa embel-embel dukungan dari orang tuanya, yang sebenarnya adalah pemilik salah satu pabrik kain terkenal di kota Bandung.
Apartemen yang aku dan Jeni tempati, ditinggal oleh sepupu Jeni yang sudah menikah dan harus ikut suaminya yang berasal dari luar negeri. Awalnya, sepupu Jeni tidak ingin menyewakan pada kami. Ia ingin membiarkan kami menempatinya saja. Tapi, karena kami tidak enak hati, akhirnya kami sepakat, membayar sewa dengan harga yang sangat murah.
Oh iya, aku dan Jeni sebenarnya berbeda keyakinan. Tapi, itu tidak menjadi masalah bagi kami. Karena sejak awal kami menjalin pertemanan, kami tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Dan itu berlangsung hingga saat ini.
Aku juga sudah memiliki kekasih. Namanya Revan Julian Anggara. Dia adalah pemilik kantor dimana Jeni dan kekasihnya bekerja. Julius Ltd. Julius adalah salah satu anak perusahaan dimana aku bekerja. Perusahaan itu bekerja dibidang kontruksi dan perhotelan.
Aku bisa berkenalan dengan Revan, juga karena Jeni dan kekasihnya yang memperkenalkan kami. Dari perkenalan yang tidak disengaja itu, kami akhirnya menjalin hubungan. Karena ia bisa meyakinkanku, jika ia tulus menjalani hubungan denganku. Dan yang jelas, dia tidak mempermasalahkan penampilanku. yang notabene, jauh dari kata sempurna.
Iya, aku jauh dari kata sempurna. Wajahku sangat biasa. Bahkan dihiasi dengan beberapa ruam merah dan jerawat yang setia menemani tanpa jenuh. Belum lagi, aku juga sangat enggan berpenampilan modis dan seksi, seperti teman-temanku di kantor. Karena aku memiliki trauma tersendiri dengan hal itu. Dan Revan, tidak pernah mempermasalahkan itu.
Keluargaku hanya keluarga biasa. Ayahku sudah tidak mampu lagi menafkahi keluarga, karena penyakit ginjalnya. Ia bahkan harus menjalani cuci darah sebulan tiga kali, agar bisa beraktivitas seperti biasa. Jadi, hanya ibu yang bekerja. Dan tentunya, aku juga ikut membantunya.
Apalagi, adikku Raka, baru tahun lalu lulus SMA. Dan aku juga ingin adikku mendapatkan pendidikan yang baik seperti aku dulu. Jadi, aku pun bersungguh-sungguh mencari nafkah untuk membiayai kuliahnya.
Aku sangat beruntung, karena baru satu tahun aku magang di perusahaanku, aku langsung diangkat menjadi karyawan tetap dan menempati posisi yang bisa dibilang, sulit untuk didapatkan. Sekretaris sang empunya perusahaan.
Aku dan Revan sudah hampir dua tahun berpacaran. Dan sekarang, aku ingin memberikan hadiah kejutan untuk ulang tahunnya.
Langkahku terasa ringan saat menapaki lantai lobi salah satu apartemen yang ada di salah satu sudut ibukota ini. Apartemen yang hanya kalangan berdompet tebal saja yang mampu membeli atau sekedar menyewa unitnya.
Iya, aku ingin memberikan kejutan pada Revan di apartemennya. Aku belum berani datang ke rumahnya, karena Revan memang belum memperkenalkan aku pada kedua orang tuanya. Meski, aku sudah tahu alamat rumahnya. Tapi tetap saja, akan terasa aneh jika aku datang begitu saja tanpa Revan. Jadi, aku memutuskan untuk memberi kejutan di apartemennya saja.
Aku sudah beberapa kali ke apartemen Revan. Tapi jangan salah, aku kemari biasanya karena Revan melupakan sesuatu dan harus segera diambil. Jadi, aku diajak ke apartemennya untuk mengambil. Aku juga sudah diberi tahu nomor sandinya. Dan karena hal itu, aku bisa memberinya kejutan malam ini.
Satu tanganku sudah memegang kue yang aku pesan khusus dengan ucapan ulang tahun untuk Revan. Dan tangan yang lain, mulai memencet sandi pintu apartemen Revan.
Aku sedikit melirik arloji di tangan kananku. Karena ingin memastikan, jika Revan sudah pulang pada saat ini. Dan ternyata, sudah jam sebelas malam.
Perlahan kubuka pintu apartemen Revan. Dan ternyata, lampu ruang tamu menyala. Aku segera mengedarkan pandanganku. Mencoba mencari si empunya apartemen pastinya. Tapi ternyata, tidak terlihat.
Aku lalu berjalan menuju kamar Revan. Yang aku yakini, Revan sedang di sana sekarang. Tapi, belum sampai aku ke kamar itu, aku mendengar sesuatu yang aneh. Tapi, begitu jelas menelusup ke telingaku.
"Faster, Van!" Suara sorang wanita yang terdengar sedikit tidak asing bagiku.
"As your wish, Baby." Jawab seorang laki-laki, yang jelas aku kenali.
Pikiranku mulai melang-lang buana. Karena dari nada bicaranya saja, terdengar sangat tidak biasa. Apalagi, diiringi dengan sedikit des*han yang membuat otakku mendadak berhenti bekerja.
Pelan-pelan kubuka pintu kamar itu. Dan betapa terkejutnya aku, saat jelas terlihat di depan mata, ada sepasang laki-laki dan perempuan sedang menyatu di atas ranjang. Mereka sama-sama tidak mengenakan apapun. Sang laki-laki bergerak naik turun sambil memainkan bola kembar milik sang wanita yang berada di bawahnya.
Dadaku bergemuruh seketika. Jantungku mendadak berdetak makin kencang, seiring dengan darahku yang mulai mendidih di ubun-ubun.
"Revan!" Bentakku keras.
Dua orang yang sedang asik menikmati penyatuan mereka, segera menoleh ke arahku dengan terkejut.
"Nisa." Ucap mereka bersamaan.
Revan segera mencabut miliknya dan berjalan menghampiriku. Bahkan ia dengan santainya, menghampiriku tanpa mengenakan apapun.
"Kamu kemari, Sayang?" Sapanya ramah.
Revan melirik kue di tanganku. Ia bahkan merentangkan kedua tangannya.
"Kamu mau memberiku kejutan? Terima kasih, Sayang." Ucapnya santai.
PLAK. Sebuah tamparan yang begitu keras dariku, segera mendarat di pipinya, sebelum ia memelukku. Ia tergelak dan segera mengusap pipinya.
"Kamu kenapa? Apa kamu juga ingin ikut bermain? Pasti akan sangat menyenangkan jika kita bermain bertiga. Aku janji, aku akan membuatmu menjerit seperti Viona. Buka begitu, Vi?" Ucap Revan dengan sangat santai.
Dan saat itu juga, sang wanita yang tadi sedang menyatu dengan Revan, berjalan menghampiri kami. Dan bahkan, ia juga sangat santai berjalan menghampiri kami tanpa memakai apapun.
"Tapi Van, aku ingin berdua saja denganmu. Aku belum puas tadi." Rengek wanita itu manja.
"Kalian gila!" Umpatku marah.
"Ayolah, Sayang! Tak perlu semarah itu." Bujuk Revan.
"Jangan pernah panggil aku dengan panggilan itu! Mulai sekarang, aku tak mau lagi kenal atau melihatmu sedikit pun! Kita putus, Revan Julian Anggara." Akhirku dengan marah.
"Tapi Sayang,,"
Aku segera keluar dari kamar terlaknat itu. Dan membuang roti yang aku bawa dengan serampangan. Kulemparkan ke arah Revan, tapi ia berhasil menghindar.
"Ayolah Van, kita lanjutkan dulu!" Rajuk wanita itu.
Aku mempercepat langkahku, agar tidak mendengar suara laknat mereka lagi.
"Tapi Vi, gimana kalau dia bilang ke suamimu tentang ini?" Sahut Revan, masih terdengar di telingaku.
Dan setelah itu, aku tidak lagi mendengar suara mereka. Aku menutup pintu apartemen dengan keras. Aku tidak peduli akan ada kegaduhan atau apapun karena ulahku itu. Tapi satu yang pasti, aku sangat marah dan kesal.
Orang yang aku kira tulus menerimaku dan mau menjalin hubungan yang serius denganku, malah dengan terang-terangan berhubungan dengan wanita lain yang bahkan sudah menikah.
Aku segera pulang ke apartemenku. Hatiku benar-benar hancur malam ini. Aku yang tadinya berniat memberikan kejutan pada Revan, tapi malah aku yang mendapat kejutan tak terlupakan darinya.
Nisa PoV Off
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Suheri Shafaa
mantap
2024-09-18
0
Sunrise🌞
Mampir juga buat promosi
STUCK WITH MR BRYAN
2024-08-21
0
Uthie
Coba mampir niiii 👍
2024-05-05
1