Bab 2

Semua orang merapihkan alat-alat tulisnya, karena sekarang waktunya mereka untuk beristirahat.

"Gendut!" panggil Calista kepada teman sekelasnya.

Karena orang itu merasa terpanggil karena disebut gendut, akhirnya dia menghampiri Calista.

"Ada apa?" tanyanya dengan posisi wajah yang agak ditundukkan.

"Gue sama teman-teman gue titip makanan sama minuman."

Calista menyobek kertas dan menuliskan pesanannya dan juga pesanan teman-temannya.

Setelah itu, ia memberikan kertas dan juga uang kepada orang itu.

"Nanti tolong antar makanan dan minumannya ke rooftop ya."

Perempuan gendut itu mengangguk dan ia segera pergi.

Kemudian, Calista dan sahabat-sahabatnya bergegas menuju rooftop. Biasanya saat di rooftop mereka sering menonton film bersama, atau bahkan berfoto-foto.

Tiba di rooftop, Calista langsung memisahkan diri. Bukan karena ia ingin menjauh dari sahabatnya, melainkan ia ingin menelepon kekasihnya yang sampai saat ini masih belum ada jawaban.

Tiba-tiba Kevin duduk disebelah Calista dan dia merangkul pundak Calista dan itu membuat Calista jadi memperhatikan Kevin yang sedang merokok. Lalu, ia membayangkan jika dirinya merokok, pastinya dia akan terlihat sangat keren.

"Gue mau rokok dong."

Kevin menatap Calista. "Sejak kapan lo merokok?"

"Sebenarnya gue gak merokok. Tapi sekarang gue ingin coba."

"Gak boleh! lo itu cewek."

Calista mengerucutkan bibirnya seraya kesal karena perkataan Kevin.

"Padahal banyak kok cewek yang merokok."

"Ya udah nih." Kevin memberikan rokoknya kepada Calista.

"Rokok bekas lo?"

"Kalau gak mau gak apa-apa."

Calista buru-buru mengambil rokok milik Kevin. Lalu, ia menghisap rokok itu.

Uhuk! Uhuk!

Kevin menertawakan Calista, lalu dia mengambil rokoknya. "Gimana rasanya?"

"Gak enak."

Kevin mengacak-acak pelan rambut Calista karena ia merasa sangat gemas.

"Vin, lo suka ya sama Calista?" tuduh Friska.

"Ya enggak lah, dia kan sahabat gue" bantah Kevin.

"Lo kok bisa menuduh Kevin suka sama gue," heran Calista.

"Habisnya gue lihat kayaknya Kevin gak pernah marah sama lo."

Kevin langsung memberitahu bahwa dia tidak pernah marah kepada Calista karena wajah Calista terlihat sangat menyedihkan, makanya Kevin tidak tega jika memarahi Calista.

"Menyedihkan? emangnya gue pengemis," sewot Calista.

Beberapa menit kemudian, mereka merasa kelaparan karena sampai saat ini pesanannya belum juga datang.

"Mana sih? kok lama banget."

"Wajar, dia kan cuma sendiri. Jadi pantas aja kalau lama," kata Rania.

Tak lama, teman sekelasnya datang membawa pesanan mereka berlima.

"Maaf ya kelamaan, soalnya tadi antri nya lama."

Bukannya berterima kasih, kelimanya langsung mengambil pesanan masing-masing.

"Ya udah sana!" usir Calista, lalu orang itu segera pergi.

Setelah orang itu pergi, Erick langsung tertawa dan itu membuat yang lainnya menoleh kearahnya.

"Kenapa ketawa?" bingung Friska.

"Gue jadi membayangkan gimana ribetnya dia memesan makanan dan minuman di warung yang berbeda," kata Erick.

Disaat mereka semua hendak menikmati pesanannya, tiba-tiba Rania menyuruh agar mereka kembali meletakkan makanan dan minuman masing-masing.

Calista, Friska, Kevin dan Erick hanya menatap datar kearah Rania. Mereka pikir ada yang aneh dengan makanan dan minumannya, tetapi ternyata Rania ingin memotret pesanan mereka.

Selesai memotret makanan dan minuman, Rania mempersilahkan mereka untuk menikmati makanan masing-masing.

"Pulang sekolah main ke rumah gue yuk!" ajak Erick.

"Gak bisa, soalnya gue udah chat Reyhan buat jemput gue."

"Padahal tadinya gue mau ajak kalian main ke rumah. Tapi karena Calista mau main sama pacarnya, jadi mainnya nanti lagi aja deh," kata Erick.

"Ya udah main berempat aja," kata Kevin.

Calista yang tadinya bahagia, kini menjadi kecewa karena mereka akan pergi ke rumah Erick.

"Kalian kok tega banget sih."

"Ya udah kalau gitu lo pilih main sama pacar lo atau main sama kita?" tanya Kevin.

Calista menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung memilih antara main dengan pacar atau main dengan sahabat.

"Bisa gak mainnya diganti jadi besok aja?"

"Gak bisa!" kata Kevin, padahal yang mengajak main adalah Erick.

"Ya udah kalau gitu gue gak ikut aja."

"Gak solidaritas banget sih!" sindir Kevin.

Erick, Friska dan Rania hanya tertawa mendengar pembicaraan antara Calista dan Kevin.

Meskipun mereka berkata tidak apa-apa, namun Calista merasa tidak enak kepada Kevin. Karena terlihat dari wajahnya kalau dia sedang kesal karena Calista lebih memilih pacarnya dibandingkan dengan sahabat-sahabatnya.

"Jangan marah dong." Calista menyenggol lengan Kevin.

"Gue gak marah kok."

"Terus kenapa wajah lo kelihatan kesal?"

"Enggak kok." Kini raut wajah Kevin kembali seperti biasanya.

Tap! Tap!

Terdengar suara langkah kaki menuju rooftop dan itu membuat Calista, Friska, Rania, Kevin dan Erick menoleh kearah pintu untuk mengetahui siapa yang datang.

Saat orang itu sudah sampai rooftop, dia hendak pergi lagi karena di rooftop ada Calista dan kawan-kawan.

"Tunggu!" teriak Calista.

Perempuan itu menengok kearah Calista. "Ada apa, Kak?"

"Sini dulu!"

Perempuan itu menghampiri Calista dan gengnya.

"Nama lo siapa?"

"Namaku Dewi, Kak," kata Dewi.

Calista menyuruh Dewi untuk duduk disampingnya, lalu Dewi menuruti perkataan Calista.

"Kamu tahu kita berlima gak?"

Dewi mengangguk, karena seluruh murid di SMA ini pasti mengenal mereka berlima.

"Oh iya, Kevin katanya naksir sama lo. Lo mau gak jadi pacar dia?"

"Apaan sih lo! gak lucu tahu gak!" sahut Kevin.

Kring! Kring!

"Dewi, tolong buang sampah-sampah ini ya."

Dewi mengangguk, karena jika menolak bisa-bisa dia menjadi target mereka berlima.

Lalu, Calista dan sahabat-sahabatnya bergegas menuju kelas.

"Lo apaan sih, Ta! kalau dia mengira kalau gue suka beneran sama dia gimana coba?" kata Kevin.

"Gak apa-apa lah. Justru itu yang gue mau, soalnya kapan lagi bisa buat orang jadi salah tingkah."

"Kevin, lo harus tanggung jawab karena udah membuat cewek itu baper," canda Erick.

"Ogah!" kesal Kevin, lalu dia mempercepat langkahnya menuju kelas.

Bukannya merasa bersalah, Calista justru sangat senang karena akhirnya dia sudah berhasil membuat Kevin marah.

Tetapi meskipun Kevin marah kepada Calista, pastinya marahnya tidak akan lama.

Tiba di kelas, Calista langsung duduk disebelah Kevin. "Vin, lo marah ya sama gue?"

"Pikir aja sendiri," ujar Kevin tanpa menatap kearah Calista.

"Oh gak marah, gue pikir lo marah."

Kevin menatap tajam kearah Calista. Sudah jelas-jelas Kevin marah kepadanya, tetapi Calista justru menganggap Kevin tidak marah.

"Jangan melotot kayak gitu, soalnya lo sama sekali gak seram," ujar Calista, padahal sejujurnya ia merasa ketakutan.

Calista buru-buru duduk di kursinya, karena ia merasa bahwa saat ini Kevin benar-benar sangat marah kepadanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!