Orangtuaku jarang memanggilku pada siang hari. Mereka mengkhususkan siang hari untuk urusan memerintah Thorvaldor, bukan untuk mengobrol bersama putri semata wayang mereka.
Saat mendongak, aku menyadari bahwa Devan & Ronald sedang menatapku. Jadi aku tersenyum, kali ini sedikit tegang, lalu berdiri. Aku melirik Devan sekilas & dia sudah berada di samping bangku, menggulung peta dengan santai.
“ Aku tidak tahu berapa lama mereka ingin bicara padaku,” aku berkata pada Devan.
“ Tapi aku akan mencarimu setelah kami selesai.”
Devan mengedikkan bahu, sambil tersenyum. “ Jangan mencemaskan aku,” ujarnya, lalu pergi, sebuah siulan melayang-layang di udara mengiringi kepergiannya aku tahu Devan tidak kesulitan menghibur diri selama kepergianku, tak peduli aku pergi selama dua jam atau dua hari. Dengan senyum yang selalu siap tersungging & ucapan cerdasnya, putra Earl of Rithia merupakan kesayangan istana. Apa pun bentuk hiburannya, Devan selalu bersemangat untuk ikut serta & sudah siap untuk menertawakan diri sendiri jika gagal, bahkan berbagai trik & lelucon konyolnya tidak merusak reputasinya. Aku tahu banyak penghuni istana yang beranggapan keahlian Devan yang paling hebat adalah kesanggupannya untuk membuatku, sang putri penyendiri merasa santai saat berada di dekatnya.
Aku mengikuti paman Ronald melintasi taman, menyamai langkah pelannya. Istana menjulang di hadapan kami. Jendela-kendela di lantai atas berkilau di bawah sinar matahari pagi. Kediaman keluarga kerajaan Thorvaldor tidak banyak berubah selama abad terakhir, dengan enggan menambah sebuah sayap atau menara di sana sini. Kurangnya perubahan membuatku nyaman sekaligus kesal. Di satu sisi, rasanya menyenangkan membayangkan leluhurku pernah tidur di kamar yang sama denganku, di sisi lain, apa tidak ada seorang pun dari mereka yang berhasil menemukan cara untuk membuat ruang dudukku terasa lebih hangat di musim dingin? Meskipun begitu, bangunannya megah, yang jarang membuatku bosan, & ini adalah rumahku.
“ Apa kita punya waktu untuk berhenti di kamarku?”
Aku bertanya setelah kami masuk. Mungkin rambutku terlihat seperti baru saja digunakan sebagai sarang burung, karena angin hanya butuh beberapa menit untuk membuatnya berantakan, & aku sudah berada di luar ruangan sejak pagi.
Paman Ronald terlihat ragu. “ Mereka bilang ingin menemuimu secepat mungkin, Yang Mulia.”
Aku menggigit pipi dalamlu, lalu mengangguk” Baiklah.” Sesaat kemudian, aku sengaja berjalan beberapa langkah di belakang paman Ronald, lalu menyapukan tangan pada rambut saat dia tidak melihat. Tanpa cermin, aku tidak tahu apakah aku membuatnya terlihat lebih baik atau lebih buruk, aku hanya bisa berharap rambutku terlihat kempes alih-alih mencuat bagaikan awan nimbus di sekeliling kepalaku.
“ Kumohon tunggu dulu,” aku berkata pelan saat kami tiba di depan pintu ek raksasa yang membuka ke Aula Thorvaldor. Seraya menghela napas dalam, aku merapikan bagian depan gaun, memperbaiki letak ikat pinggang yang terbuat dari rantai perak di atas pinggul kecilku, & menyapu rambut untuk terakhir kalinya. Aula Thorvaldor adalah aula kenegaraan, tempat penobatan, sidang umum, & berbagai urusan resmi dilangsungkan. Ruangan cukup besar untuk menampung ratusan orang di lantai dasar, & dilengkapi sebuah balkon. Jika orangtuaku ingin menemuikudi sini, pasti urusan penting. Mungkin ada seorang diplomat dari negara tetangga yang ternyata membawa seorang putri atau putra yang harus ditemani, atau mungkin ada hubungannya dengan perseteruan yang baru-baru ini terjadi antara dua keluarga bangsawan yang memperebutkan hak kepemilikan beberapa tambang di utara.
Jangan lupa like, vote & komennya. Jika ada kesalahan dalam menulis, tolong di maafkan..🙏🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Adinda
Raja dan ratu kangen kali😁
2023-07-12
0
Pelangi
Kerajaan author😁👍
2023-07-08
0
anggita
kerajaan Thorvaldor..
2023-05-20
0