"Maaf, Boss. Saya terlambat!" ucap Amera menundukkan kepalanya.
"Tidak masalah! Sekarang kalian duduklah!" pinta sang boss.
Bella segera menarik tangan Amera duduk di kursi sebelahan dengannya.
"Apa, ada tugas baru?" tanya Amera terus terang.
"Iya, kamu cepat pergi ke pusat kota. Aku harap jangan sebarkan rumor pada anggota lain jika kamu di sana."
"Terus, saya harus bagaimana boss?" saut Bella.
"Kamu tunggu, ada tugas penting untukmu," jawab sang Boss. Bella hanya diam mengerutkan bibirnya kesal.
"Memangnya tugas apa?" timpal Amera.
"Kamu bisa pergi untuk menyelidiki kematian seseorang. Aku akan kirim datangnya di email kamu, jika sudah rekam dalam memori otakmu. Dan, segera hapus," jelas sang boss.
Amera mengerutkan keningnya. "Kematian seseorang, apa ini kesempatan dia untuk keluar dari rumah kecil ini. Dan, bisa hidup bebas di kota? Apa aku bisa hidup tenang dan mencari pembunuh kakakku juga?" Amera terdiam, bergumam dalam hatinya. Raut wajah panik itu seketika mulai tersenyum, mengangkat kepalanya menatap sang boss.
"Baiklah kapan aku berangkat?" tanya Amera antusias.
Bella menoleh cepat, melebarkan kedua matanya. "Ara ... apa-apaan kamu, apa kamu mau pergi sendiri tanpa aku. Aku juga mau ikut denganmu. Rayuan sang boss. Biar dia juga ijinkan aku pergi," ucap Bella merengek.
"Tidak!" tegas sang boss.
"Ayolah, aku janji tidak akan bikin masalah. Aku tidak mau pisah dengan Amera." Bella memasang wajah sedihnya. Mengerutkan bibirnya senyum beberapa senti.
Amera tersenyum samar. "Baiklah!" gumam Amera. Dia kembali menatap Sang boss.
"Boss, biarkan dia bersama denganku. Mungkin dia bisa bantu aku nantinya. Saya juga butuh teman untuk merencanakan misi. Jika saya sendiri. Mungkin akan lebih lambat selesai," ucap Amera mencoba bernegosiasi.
Jemari tangan Amera menyentuh punggung tangan bella di bahunya. Mencoba untuk menyakinkan dia agar yakin akan di terima.
Helaan napas kasar boss mereka terdengar sampai di telinganya. Bella dan Amera tersentak dari duduknya. Menarik punggungnya sedikit duduk ke depan.
"Baiklah, jangan sia-siakan pekerjaan kalian. Cepat lakukan. Dan saya hanya memberi waktu kamu dua bulan."
"Dua bulan? Tumben lama?" ceplos Bella.
"Iya, memang lama. Karena tugas kamu tidak hanya satu. Ada beberapa tugas juga yang akan saya kirimkan. Karena kalian dua anggota. Jadi diperbanyak lagi tugasnya."
"Apa?" Bella melotot ke arah boss. sedangkan Amera hanya diam, pandangan matanya masih terlihat kosong. Seakan pikirannya masih melayang jauh memikirkan kakaknya.
"Baiklah, saya terima!" ucap Amera. Menarik tangan Bella untuk segera pergi dari sana.
"Ara ... Tapi, kita tidak bisa seperti ini. Kenapa kita diberi tugas banyak?" tanya Bella, masih terlihat kesal. Kedua matanya menatap tajam ke arah boss.
"Kita hanya bawahan. Sudah, jangan protes. Lagian jika kamu mau mengurangi beban kerja kamu. Jadilah boss. Kamu tidak capek pergi sana kemarin. Tinggal duduk, dan menanggung beban semua karyawannya." geram Amera, kedua kaku mereka mulai melangkah keluar dari ruangan bosnya. Tanpa banyak bicara lagi. Bahkan, mereka lupa. Belum bertanya kapan mereka akan mulai kerja. Amera yang sudah terlanjur keluar. Dua hanya bisa terus berjalan menarik tangan Bella kembali ke kamarnya.
Tetapi, Bella tetap saja menggerutu tidak jelas. Dia bahkan tidak berhenti ngoceh dari tadi. Membuat telinganya terasa sangat panas.
"Udah, jangan bicara terus, Bella. Sekarang siapkan baju kamu. Aku sudah bantu kamu agar pergi denganku. Jadi sekarang cepatlah bersiap. Sewaktu-waktu boss akan meminta kita untuk pergi," jelas Amera, dia tidak perdulikan Bella yang duduk menatap bingung ke arahnya. Amera sibuk membereskan beberapa baju yang dia bawa. Menyiapkan beberapa senjata dan peluru di dalam koper.
"Ara ... memangnya kamu tahu, kita berangkat kapan?" tanya Bella santainya.
"Enggak, tapi setidaknya kita sudah bersiap Bella. Sudah, sekarang kamu bersiap sana dulu. Aku mau keluar cari cemilan," ucap Amera, dja mulai beranjak dari kamarnya. Dan segera pergi meninggalkan Bella tanpa menunggu jawaban dari Bella
"Eh ... aku di tinggal gitu aja?" gumam Bella kesal.
**
Di luar, suasana malam sangat mencengkam. Dinginnya malam ini kenbaug tubuh Ara merasa mengingil. Salju mulai turun, Ara yang lupa tidak membawa penutup kepalanya. Dia tidak peduli dan terus menembus dinginnya malam, yang mulai masuk ke dalam sumsum tulangnya. Membekukan organ darahnya perlahan.
"Ini parah dingin banget!" gumam Amera. Mengusap kedua telapak tangannya berkali-kali. Lalu menempelkan pada pipinya.
"Kenapa kamu jalan sendiri malam-malam?" antara berat seorang kaki-laki menghentikan langkah Amera. Tanpa sadar, sebuah payung hitam sudah menutupi atas kepalanya.
"Siapa kamu?" tanya Amera.
"Siapa aku itu tidak penting. Sekarang, pakailah ini." laki-laki itu memberikan payung untuknya. Dia melangkahkan kakinya pergi tanpa banyak bicara lagi. Dengan langkah ringan, kedua tangan di dalam saku jaket. Namun, dia tak lupa memakai earphone di telinganya.
"Siapa dia? Kenapa dia tiba-tiba datang memberikan payung? Apa dia pria dalam drama?" gerutu Amera bingung. Kedua mata Amera masih menatap punggung laki-laki itu yang sudah semakin jauh darinya.
"Ah ... entahlah!" Amera tak mau banyak bicara lagi. Dia segera pergi ke supermarket terdekat. Memberi beberapa minuman hangat dan cemilan untuknya dan Bella.
"Anak itu pasti kedinginan," gumam Amera. Mengingat Bella.
***
Selesai berbelanja, Amera kembali ke kamarnya. Dia merasa ada seseorang yang dari tadi terus mengikutinya. Merasa sangat aneh, Amera menoleh cepat. Tak ada siapapun di belakangnya.
"Siapa di belakang, keluarlah. Jangan mencoba menggangguku," teriak Amera. Menatap was-was. Kedua mata coklat itu berkeliling mengamati sekitarnya.
"Sungguh pengamatan yang luar bisa." suara seorang laki-laki sedikit tegas, dan keras.
"Siapa lagi kamu?" tanya Amera jutek.
"Aku hanya ingin memberikan ini padamu. Kamu bisa mendapatkan info siapa pembunuh yang sebenarnya. Jangan sampai terlewatkan. Ini kesempatan kamu untuk bisa bertemu dengannya." seorang laki-laki berhasil hitam, dengan kacamata hitam sekujur tubuhnya berbalut pakaian rapi.
Satu hati ini, aku bertemu dengan laki-laki sama. apa dia ajudan laki-laki tampan tadi? Atau dia ada hubungannya dengan laki-laki tadi di luar.
"Ambilah, jika kamu ingin tahu kebenaran."
Amera segera meraih satu kartu bertuliskan sebuah alamat. Amera membacanya sejenak. mencoba mengingat dimana alamat itu berada.
"Ini bukannya club malam?" tanya Amera bingung.
"Memangnya kebenaran apa yang akan aku dapatkan jika aku datang ke sana?" tanya Amera semakin bingung.
"Bukanya beberapa hari lalu kamu bertemu dengan seseorang. Apa kamu lupa?" jelas laki-laki itu. Dia tersenyum samar. Membalikkan badannya pergi meninggalkan Amera yang masih diam membisu. Memikirkan siapa yang ditemuinya.
"Ara ..." teriak Bella berlari menghampiri Ara.
"Ini, apa?" tanya Bella, meraih kartu itu. "Ini, kan. Di club malam yang biasa kita nongkrong, kan. Apa yang Terjadi," tanya Bella penasaran. Amera segera menyadarkan dirinya dari lamunannya. Meraih kartu itu, memastikan ke dalam saku jaketnya.
"Gak ada apa-apa. Sudah sekarang kamu bawa barang belanjaanku ini." Amera memberikan satu kantong plastik penuh belanjaannya dalam dekapan tubuh Bella. Sedangkan dia pergi lebih dulu.
"Ara ... Cerita padaku." teriak Bella.
"Tidak, penting, Bella. Udah, deh. Jangan ikut campur urusan orang. Lagian ini gak penting."
"Apa hubungannya dengan club malam itu? Apa kakak ada hubungan dengan tugas baru kita? Atau, disana tempat dimana para mafia berkumpul? Atau, kamu mau cari gara-gara di sana."
"Atau, pembunuh kakak kamu ada disana?" celoteh Bella tidak berhentinya menghujani berbagai pertanyaan.
Mungkin memang seharusnya aku mencari tahu dimana keberadaannya. Siapa pembunuh kakakku? Dan, apa motif dia membunuh kak aku dengan sadis. Dia juga membaut polisi bertekuk lutut. Tanpa mau mengusut tuntas kasusnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments