Selesai beli beberapa makanan. Amera dan Bella kembali lagi ke asrama dia. Mereka tidak berhenti terus berbicang saling meledek satu sama lain.
"Amera, sepertinya ada yang mengikuti kita," ucap Bella, memegang tangan Amera. Dia menghentikan langkah kakinya. Melirik ke belakang sambil begidik takut.
"Apa, sih, Bella. Udah, deh. Jangan parno!" Amera mendorong tubuh Bella sedikit menjaga jarak dengannya.
"Ara, beneran. Aku lihat ada seseorang di belakang. Dia mengikuti kita dari tadi." Kedua mata Bella berkeliling.
"Jangan kebanyakan nonton film horor," ledek Amera. "Itu, sih, mata kamu yang bermasalah. Sekarang, tiap jam jangan lihat film horor, lagi. Kalau di asrama. Lebih baik lihat film pembunuhan. Pasti lebih, wow." Amera peragakan dengan kedua bahu tertarik ke atas bersamaan.
"Apaan?" Bella menarik salah satu alisnya. "Sama aja, itu lebih mengerikan tahu," umpat kesal Bella. Mengatupkan bibirnya.
"Emm … tapi, lebih mengerikan jika di tolak oleh laki-laki yang kita cinta." goda Amera, ia berlari pergi meninggalkan Bella. Sembari tersenyum menggoda.
Bella memincingkan salah satu matanya. "Gimana, bisa tahu kalau aku juga ditolak laki-laki." Bella mengangkat kepalanya berlari mengikuti Amera.
"Amera ... kamu kenapa bisa tahu…." Teriak Bella. "Apa kamu diam-diam mengikuti, ku."
"Ogah, juga mata-matain kamu. Lebih baik aku laksanakan tugas dari boss," jawab Amera berjalan normal kembali.
"Oh, ya! Boss bilang ingin bertemu denganmu."
Bella menarik dua sudut bibirnya. Seketika dia tersenyum lebar, saat mengingat sesuatu. Bella meraih tangan Amera. "Kamu yakin?" tanya Bella memastikan. Dia terlihat penuh semangat.
"Yakin, dia mau beri kamu hadiah, mungkin."
"Waahh ... aku tak menyangka, akan dapat hadiah dari dia. Emm … aku senang sekali hari ini. Jika itu memang benar." Bella membalikkan tubuhnya cepat.
Amera hanya diam, memalingkan wajahnya. Sesekali dia tersenyum paksa. Dia niat ngerjain tapi malah temannya itu salah paham.
"Kamu, tau, gak? Dia akan memberi aku hadiahnya apa?" tanya penasaran Bella. Memegang lengan Amera, laku menarik-nariknya pelan tangannya.
"Emm … hadiah tugas baru," tawa Amera meledek.
Bella melepaskan tangan Amera. Bibirnya mengerucut. Dengan kedua mata merebak menatap kesal Amera. Memalingkan wajahnya.
"Kalau mau hadiah lebih. Minta langsung sama dia. Tapi, itu juga, dia lagi baik hati. Atau, kalau dia suka denganmu," kata Amera.
Bella menghela napasnya kesal. "Boro– boro suka, melihatku saja, tak pernah. Dia malah sering melirikmu." Bella menatap Amera. "Atau jangan-jangan ... kalian punya hubungan?"
"Ngaco, kamu." Amera mengibaskan tangannya tepat di depan bibir Bella. Lalu melangkahkan kakinya pergi lebih dulu meninggalkan Bella.
Suara serak langkah kaki yang melintas di antara semak-semak pinggir jalan.
Langkah Bella dan Amera terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya. Bahkan kaki itu tertuju pada semak-semak di sampingnya. Amera menoleh cepat. Seketika dia meraih senjata kecil di saku lututnya. Dan, Amera memasang kuda-kuda kakinya, bersiap untuk menyerang kedua matanya berkeliling was-was.
"Siapa, di sana?" tanya Amera tajam. Ia mengernyitkan matanya mengalami situasi di sekitar.
"Keluarlah!" saut Bella meninggikan suaranya. Dia berjalan ke depan, mengobrak-abrik semak-semak di kiri tempat dia berdiri dengan kaki kanannya.
"Tak ada siapa-siapa," ucap Bella.
"Hati-hati... Kita juga harus waspada." gumam Amera.
Suara tepuk tangan yang begitu nyaring di telinganya. Diiringi hentakan kaki beberapa sepatu yang melangkah ke arahnya. seketika membuat Bella dan Amera berdiri tegap, menoleh kompak ke sumber suara.
"Siapa kalian?" tanya Amera. Dengan tangan sudah menodongkan senjata api tepat di dahi laki-laki paruh baya yang berdiri dengan setelan jas hitam. Berpakaian sangat rapi, dengan rokok yang masih menyala di sela jari tangan kanannya.
Laki-laki itu tersenyum tipis. Menyingkirkan senjata itu dari dahinya. "Jangan buru-buru menodongkan senjata." ucap laki-laki itu.
"Apa, mau mu?" tanya Amera lagi. "Siapa kamu?"
"Kamu memang tidak kenal denganku. Tapi sekarang aku akan perkenalkan diriku." laki-laki paruh baya itu mengulurkan tangannya. Menarik satu sudut bibirnya.
"Aku Delmon," tegasnya.
"Gak usah basa-basi. Apa sebenarnya, maumu?" tanya Amera judes. Menepis tangan laki-laki di depannya.
Laki-laki itu terkekeh. "Iya, oke!" ucapnya menganggukan kepalanya. Dengan bibir yang mulai menghisap rokok, ia tiupkan gumpalan asap itu tepat di wajah Amera.
"Uhuk.. Uhuk.." Amera mengibaskan tangannya mencoba membuang asap rokok yang hampir saja dia hirup. Ia menutup hidungnya. Menghindari bau asap rokok yang menyeruak masuk ke dalam penciumannya.
"Dasar aneh!" pekik Bella berjalan mendekati.
"Aku hanya ada urusan denganmu, Amera." laki-laki itu meraih rambut Amera. Di tepis cepat olehnya.
"Jaga batasan kamu, laki-laki tua bangka!" umpatan kasar.
"Oke … oke …." laki-laki itu menepuk pundak kiri Amera dan berbisik pelan. "Tapi kalau kamu mau tahu tentang kematian kakak Verdino, kamu. Pergilah, dekati anakku," ucap laki-laki itu singkat, tanpa menjelaskan panjang lebar. Dia beranjak pergi dengan beberapa pengawal di belakangnya.
Amera di buat bingung dia hanya diam, mendengar nama kakaknya. Hatinya mulai bergetar mengingat tentang masa lalu dengan kakaknya. Dia masih menyimpan bekas terluka dan dendam yang belum sembuh. Tak terasa air mata mulai menetes. Membayangkan gimana sadisnya kakak dia dibunuh saat dia belum cukup umur. Dulu dia hanya bisa menatapnya, bagi umur dia yang masih kecil hanya bisa menonton pertunjukan mengerikan tanpa berani melawannya. Hal itu yang membuat Amera menjadi wanita tangguh. Untuk membalas dendam semuanya. Dia belajar segala hal, dengan ayahnya. Belajar bela diri. Bahkan, ahli dalam strategi. Meski begitu, dirinya terlihat begitu gemetar takut. Di saat berhadapan dengan nama kakaknya, hal yang membuat dia terpuruk akan pembunuhan kakaknya. Ingatan itu masih tersimpan jelas di dalam otaknya.
"Ara, apa yang dikatakan laki-laki itu?" tanya Bella menepuk pundak Amera dari belakang.
"Kakakku?"
Bella berdiri di depan Amera, memegang kedua bahunya. "Apa yang dia katakan? Apa dia yang membunuh kakakmu? Atau dia tahu semua dalangnya?" tanya tanpa jeda Bella, menggoyang-goyangkan tubuh Amera yang hanya diam tertunduk seperti orang yang membisu.
Amera menghela napasnya. "Aku juga gak tahu... Sepertinya aku harus cari tahu tentang dia. Dan anaknya." Amera berjalan cepat meninggalkan Bella yang masih berdiri di belakangnya.
"Bella, apa yang kamu katakan? Kamu mau cari tahu, kemana? Gak mungkin kamu mengejar dia, kan?" tanya Bella dengan nada cepat sedikit menaikan nada suaranya satu oktaf. Sembari berjalan cepat mengikuti Amera.
"Ara ... sudah jangan cepat-cepat jalannya. Kamu tahu sendiri aku lapar. Tapi kamu jalan udah kayak kereta aja, gak ada remnya," decak kesal Bella, seketika dia ngos-ngosan. Mengikuti jalan Amera yang sudah jauh di depannya.
Amera membalikkan badannya. Berjalan mundur.
"Cepetan! Aku tunggu kamu bertemu dengan boss sekarang," ucap Amera, dengan jari tangan membentuk 'oke'.
"Iya ... Tapi– Ara …." Bella berbicara dengan napas berantakan. Lalu menghela napasnya, membungkukkan badannya.
"Padahal, aku mau makan dulu. Sebelum bertemu boss tambah grogi nantinya," gerutu Bella menghela napasnya kesal.
***
Pov Delmon.
Di dalam mobil warna hitam pekat. Delmon dan para pengawalnya mengamati dari jauh wanita yang baru saja dia menemuinya tadi. Apa yang dia lihat sudah sesuai dengan rencana liciknya.
"Tuan, apa anda yakin memberi tahu dia?" tanya ajudan yang sangat dekat dengan tuan Delmon.
Tuan Delmon terkekeh kecil. "Aku yakin! Biarkan saja mereka bertemu nantinya. Tapi dia akan mengira jika pembunuhnya adalah anak ku. Tapi, itu tak masalah bagiku."
"Tapi, gimana jika tuan nanti kenapa-napa?"
Delmon mengangkat kepalanya melotot tajam. Membuat ajudan di depannya hanya diam tertunduk. "Jangan pernah pikir anak aku akan dengan mudah kalah."
"Iya, tuan, Maaf!"
"Aku sudah merencanakan semuanya. Jika mereka dekat. Aku akan dengan mudah mendapatkan apa yang dia sembunyikan selama ini." lanjut Delmon, ia menarik ujung bibirnya tipis. Lalu tertawa terbahak saat membayangkan harta itu ada di tangannya
Aku akan begitu mudah mendapatkannya.
"Apa rencana tuan selanjutnya? Apa tuan akan membongkar siapa yang membunuh kakak Amera?" Delmon hanya tersneyum tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments