1 Minggu kemudian.
Setelah perbincangan itu semua anggota keluarga turut mempersiapkan pernikahan.
Begitu juga dengan media yang ramai akan berita pernikahan sang pewaris kerajaan Hugo.
"Al, siang nanti kau pergilah jemput Alana untuk melakukan fitting baju pengantin. Mamah sudah menghubungi tante sara.
( Pemilik Butiq langganan keluarga mereka )."
"Eh sebentar jangan ditutup dulu, mamah lupa bilang nanti kamu tidak usah balik ke kantor lagi langsung pulang dan jemput Alana di rumahnya. Mamah sudah menyiapkan banyak hidangan makan untuk makan siang nanti" lanjut Melina ketika Aldric akan menutup telepon
"Hmm... Baiklah jika tidak ada yang dibicarakan lagi aku tutup telponnya" jawab Aldric
"Oke. Sampai jumpa sayang... emuach " Melina pun mematikan sambungan telponnya
sementara dikantor, Davin sang sekertaris sekaligus sahabat Aldric yang tahu gadis yang akan dijodohkan dengan tuannya terkekeh geli membayangkan jika tuannya akan menikahi gadis yang usianya jauh dari nya bahkan tidak termasuk kriteria Aldrick meskipun Alana sangat cantik.
"Diam kau Davin, mau ku potong gajimu" ancam Aldric
Davin pun langsung terdiam mendengar ancaman tersebut.
"Alah bos dikit-dikit potong gaji, jika saja bukan karena gaji ku berkali lipat dari sekertaris perusahaan lainnya sudah lama aku ingin mengundurkan diri" batinnya
"Maaf bos" ucap Davin dengan wajah menunuduk, padahal dalam hati ia masih menertawakan tuannya. Bisa mati ia jika ketahuan.
"Sudahlah, sekarang siapkan mobil dan kita jemput bocah ingusan itu kerumahnya" lanjut Aldric
mereka pun melangkah kan kaki pergi meninggalkan kantor untuk menjemput Alana.
Dimana Davin yang akan menjadi supirnya.
Sementara dikediaman Alana.
Alana tengah bersiap siap dibantu sang ibunda setelah dihubungi Melina untuk ikut dengan Aldric.
Akhirnya setelah mencoba berbagai Dress. Alana memutuskan untuk memakai Dress berwarna biru dibawah lutut dengan hiasan ikat pinggang pilihan Mira.
Tak lama terdengar suara klakson mobil didepan rumah. Setelah melihat dari atas balkon, Mira pun langsung keluar dan turun dari kamar Alana yang berada dilantai atas bersiap menyambut mereka berdua.
Ceklek.
Pintu terbuka terlihat Aldric dan Davin menyunggingkan senyum terbaiknya didepan Mira.
"Halo tante, bagaimana kabarmu" sapa Davin sambil mencium tangan Mira diikuti Aldric
"Seperti yang kau lihat Davin, tante baik-baik saja"jawab Mira
"Mari masuk" lanjutnya sambil mempersilahkan mereka untuk duduk di sofa
"Ngomong-ngomong dimana Alana tante?" tanya Aldric
"Sebentar tante akan panggilkan dulu" ketika Mira akan memanggil Alana dari arah tangga terdengar suara langkah kaki dan ternyata itu Alana yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
Mata Aldric tak berkedip memandang Alana yang begitu cantik dengan rambut yang digerai.
Setelah Alana didepan mereka tak lantas membuat Aldric memalingkan wajah ke arah lain.
Sehingga membuat Mira terkekeh dan berkata
"sepertinya sang mempelai pria sudah tidak sabar untuk segera menikahi wanitanya" godanya dan membuat keduanya salah tingkah dengan pipi berwarna merah tomat, apalagi Aldric yang ketahuan melihat Alana tanpa berkedip.
"Astaga apa yang ku lakukan, pasti aku sudah gila jika sampai menyukai bocah ini" batinnya menolak kebenaran bahwa ia mulai tertarik dengan Alana
sedangkan Davin ikut terkekeh dengan kelakuan bos nya itu.
"Baiklah tante, kami langsung berangkat saja"ucap Aldric mengalihkan pembicaraan untuk menghilangkan kegugupannya
"Eh- tidak minum dulu?" tanya Mira
"Tidak usah Tan, kita sudah ditunggu Tante sara" jawab Davin berinisiatif karena tau bos nya sedang gugup
"Oh iya, setelah pulang dari Butiq kami akan makan siang dulu dirumahku. Mamah yang menyuruhku" Aldric meminta izin
"Oh, baiklah kalau begitu titip salam untuk nyonya Melina dan hati-hati dijalan" ucap mira
Aldric pun mengangguk.
"Dah Bunda, kami pergi dulu" pamit Alana
mereka pun pergi meninggalkan kediaman Alana menuju tempat yang dituju.
**Ayo riders dukung author dengan memberikan like dan komentar biar author semangat buat up.
🌷🌷🌷**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments