Aku datang ke sini untuk menjadi pengantinmu.
Oh iya, aku baru ingat hari itu ayah pernah mengatakan sesuatu.
Di keluarga Toma, hanya tinggal kita berdua. Kamu putra ayah satu-satunya dan kamu ingin pergi dari sini. Tidak ada pilihan lain. aku akan membeli seorang pengantin untukmu.
Pasti karena itu, anak ini dijual karena orangtuanya berhutang pada ayah. Aku memandang dia, begitu pula dia. Kedua mata kami saling bertemu, Aku bisa memahami bahwa dia ketakutan saat masuk ke rumah ini.
“Nanti masuk angin.”
Dia memejam saat aku memakaikan jaket ke tubuhnya, senyum hangat dan ceria yang tadi di tunjukkannya di depan rumah hanyalah kepalsuan. Aku yang sudah enggan hidup begini malah di kasih pengantin seorang siswi.
“Maaf, pak...Damian!”
Dia memanggilku, ku dengar dia mempercepat langkah kakinya. Tapi aku sungkan, aku sungguh hanya ingin mati kesepian, aku tak perduli pada siapapun juga. Dan lagi, aku ini adalah seorang guru 28 tahun, apakah masih etis menikah dengan seorang siswi belasan tahun?
“Pakai saja kamar ini sesuka mu!” kataku
menunjukkan kamar di pojok ruangan. Senyumnya kembali terukir meski mungkin masih ada banyak pertanyaan di benaknya.
Aku selalu melamun, membaca buku sepanjang malam. Lalu paginya aku akan berangkat bekerja. Hari ini juga aku tidak bisa tidur dan sudah keburu pagi. Aku hanya meratapi diri di atas kasur. Sambil mendengar kicauan burung dengan Khidmat. Aku hampir melupakan satu hal, siswi ku yang sekarang sudah menjadi istri.
“Apa yang kamu lakukan?!” kataku.
Lantai sudah bersih mengkilat, saat aku keluar kamar. Dan dia? Dia bolak balik dari ujung ke ujung menggeser kain lap, berlarian dengan semangat.
“Selamat pagi, pak Damian. Ini pagi yang cerah. Coba lihat, salju yang turun semalam sudah mulai mencair.”
Untuk pertama kalinya, aku melihat luar dengan cermat. Suasana pagi yang hanya ku nikmati dari balik dinding kamar. Lalu perhatian ku kembali pada gadis yang berlutut di bawah kakiku ini.
“Mau cuci muka dulu, pak? Aku sudah siapkan air hangat. Biar aku bantu, ya!”
“Aku bisa sendiri.”
“Aku ingin berguna untuk pak Damian, jadi biarkan aku merawat mu ya, pak?”
Di katakan merawat pun, ini semua hanya akan sia-sia saja. aku mengambil air di wastafel dan membasuh wajah pelan-pelan. Tiba-tiba dia mengambil tindakan begitu saja, mengelap wajahku dengan kain sembarangan.
“Tidak usah di lap!” kataku sedikit membentak.
“Pak Damian..”
Bukannya takut, atau berkecil hati. Dia malah memegang kedua pipiku lembut, mendekatkan wajahnya di wajahku.
“Kantung matanya tebal sekali, apa semalaman pak Damian tidak bisa tidur?”
Aku yang tak suka disentuh lantas menepis tangannya kasar. “Bukan apa-apa ini semua tak ada hubungannya dengan dirimu!” aku pergi meninggalkan dia di dapur. Di muka pintu ku yakinkan dia sekali lagi. “Tidak usah pedulikan aku, aku tidak membutuhkannya.”
Bam
Aku membanting pintu keras, lalu dari dalam dia kembali berkata dengan suara lirih.
“Aku sudah menyiapkan sarapan untuk pagi ini, pak.”
“Aku tidak nafsu makan.” jawabku malas.
Tetapi, setelah itu...
ku pikir dia akan menyerah dan semakin kecil hati untuk menghadapi aku suaminya. Ternyata itu semua salah, dia adalah sosok gadis ceria yang tidak mudah patah semangat. Di hari-hari selanjutnya dia semakin gencar memberikan aku perhatian. Terkadang aku sampai muak, karena hariku yang biasanya tenang dan datar di usik oleh kehadirannya yang seperti genderang tersesat yang mencari irama keras dalam diriku.
“Permisi, pak Damian! Aku bereskan kamarnya, ya.”
Dia, sangat sabar. Sampai aku merasa mengalami gelisah berkepanjangan karena kehadirannya memberikan hal awam yang tak pernah aku dapatkan sebelumnya, dia melipat selimut yang aku pakai, membersihkan tiap sudut kamar dan merapikan seprai kasur.
Bukan itu saja, setiap pagi dia pergi ke pasar dan pulang membawa sayuran yang banyak.
“Aku baru pulang belanja dari desa.”
Tenaganya sangat kuat, untuk ukuran siswi SMA pada umumnya. Dia membersihkan rumah, belanja, memasak, bahkan sempat memperhatikan pakaian yang aku kenakan. Sialnya, dia terlalu berisik sampai hatiku ini risih karena kehadirannya. Aku sudah mati, jiwaku sudah beku. Semua yang dilakukannya hanya akan membuatku semakin resah.
“Silahkan dimakan.” Katanya menyodorkan sepiring nasi dan ikan bakar untuk sarapan. Dia selalu tersenyum, seperti sakura saat gugur.
“Kebanyakan.”
“Hah? Benarkah? Biar aku kurangi sebentar ya pak.”
Langit terasa begitu teduh dengan awan putih menggantung. Sementara matahari sudah naik semakin tinggi. Aku masih tak percaya memiliki pengantin belia sepertinya. Benar, dia adalah siswi ku, sebuah hubungan yang jelas sangat sulit untuk di jalani. Ku perhatikan sosoknya, yang sekarang sedang menuang nasiku yang berlebihan. Mengapa dia selalu tersenyum? Dia berusaha memberikan warna di kehidupanku yang kelabu. Tetapi sayangnya, aku tak akan pernah merasai cinta.
“Aku sudah menggosok pakaian pak Damian.”
“Lain kali tidak usah, itu tidak perlu.”
“Siswi di sekolah sering membicarakan bapak, tampan tapi sayang sangat cuek.”
“Terserah, aku tidak peduli.”
Setelah selesai sarapan, aku pergi meninggalkannya dan segera mandi. aku sudah seperti orang gila karena bicara sendirian. Sejak anak itu datang, hidupku jadi berantakan. Ku pikir dia akan bosan kalau terus ku diamkan. Aku benar-benar tidak nyaman, aku jadi tidak memiliki waktu menenangkan diri seperti biasanya.
Bak
“Sial! Tidak sampai.” Kataku menggerutu saat kain lap yang ku pakai untuk menggosok punggung tidak sampai ke tulang belikat belakang.
Lalu tiba-tiba...
“Aku masuk!”
Dia mendobrak pintu kamar mandi begitu saja, dan masuk tanpa aba-aba.
“Hei, apa yang kamu lakukan.”
“Biar aku bantu ya pak? Izinkan aku menggosok punggungmu.”
“Tidak usah! Pergi sana.”
“Pasti sulit kan menggosok sendiri? Sini biar aku bantu.”
“Pergi kamu! Aku tidak butuh siapapun.!”
Sorot matanya sedih saat aku membentaknya, tapi itu wajar saja karena yang di lakukannya sudah keterlaluan. Apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya? Aku menyiramkan air, membuat tubuhnya sedikit basah, “Pergi!” pekik ku sekali lagi. Lantas membuat dia terperanjat, dan pergi keluar.
Bodoh. Apa yang dia pikirkan? masuk ke kamar mandi saat ada seorang lawan jenis yang sedang telanjang. Yah, memang kalau dilihat dari tingkah lakunya. Mungkin dia mantan putri pelayan. Gadis polos yang belum tahu dunia luar. Tetapi dia begitu berkilauan seperti matahari pertama setelah musim dingin.
“Dia pasti tidak memiliki masalah hidup.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
🌻 y_alcalief 🌻
aku nyimak karya mu yg ini thor
2023-06-06
1
Haku
meheheheh
2023-03-21
0
AwanMendung26
Semangat Elia. Semoga suatu saat pak Damian bisa berubah dan menerima kamu.
2023-03-07
1