Kewajiban Istri

Aku bersiap, setelah selesai mandi. Gadis itu duduk di pojok kamar, entah apa yang akan dia lakukan. Dia termenung menatapku, tentu saja dengan senyum yang selalu dia pamerkan sejak pertama kali dia datang padaku.

“Kamu selalu tersenyum begitu, pasti benar-benar tak ada beban.” Kataku sambil mengenakan dasi.

Dia lantas bangkit dan menghampiri aku,

“Jahatnya! Aku juga punya masalah dan beban pikiran. Ada dua pula!”

“Tetapi, meskipun itu Cuma dua, bagiku ini tetap masalah yang besar.”

Ah, benar juga. Anak ini dijual karena orang tua nya memiliki hutang. Dia pasti tidak bisa cerita kepada siapapun. Belum lagi kurasa sekarang masalahnya bertambah menjadi tiga, karena menikah dengan seorang pria yang lebih pantas menjadi pamannya, dan pria itu adalah gurunya sendiri di sekolah. Sial, kepalaku jadi lebih pening, karena rupanya masalah ini bukan hanya miliknya, tetapi milikku juga.

“Salah satunya...” dia diam sebentar, menggantung perkataannya sambil membuka simpul yang mengikat rambutnya. “Rambutku sedikit tipis, jadi aku kesusahan memilih gaya rambut yang cocok.” Katanya melanjutkan.

“Hah?”

“Aneh, kan pak? Padahal aku suka di kepang. Tapi karena rambutku terlalu tipis jadi kepalaku malah kelihatan besar, hiks. Aku sudah coba pakai minyak alami yang dibuatkan ibu, tapi tetap saja begini, makanya Cuma bisa ikat sebagian.” Dia bicara panjang, sambil menutup wajah.

“Jadi itu... salah satu masalahmu?”

“Ah! Aku malah memperlihatkannya pada pak Damian.”

Polos sekali, memang jiwa remaja yang baru merekah. Masalah kecil soal penampilan menjadi beban baginya. Aku tak mampu menahan gelak, hingga setelah 1 tahun menyendiri di sini aku bisa kembali mendengar tawa yang aku pun tak ingat seperti apa.

“Hah.. ha.. ha.”

dia memandangiku, hingga membuatku tersadar.

“M.a-maaf.”

“Ternyata kalau tertawa, muka pak Damian seperti itu, ya.” Katanya sambil mendekatkan wajah, dengus nafasnya bisa ku dengar dengan jelas, “Kalau melihat bapak tersenyum begitu, aku jadi mulai sedikit menyukai rambut ini.”

Bodoh, kenapa aku jadi hanyut pada suasana yang diciptakannya. Sekarang tiba-tiba aku jadi muak, benci sekali karena dia berusaha menguasai ku.

“Pergi! Tinggalkan aku sendiri.”

Dia menjadi kaku, tetapi dia tidak menuruti perintahku yang menyuruhnya keluar. “Dasinya miring, pak! Biar aku bantu rapikan, ya?” timpalnya, dengan nada lembut sekali. Dia meraih dasi yang menggantung di kerah kemeja yang aku kenakan. Aku yang tak bisa mengendalikan diri, langsung menepis sentuhan tangannya, lalu ku dorong dia hingga terjatuh. Dadaku panas sekali seperti mendidih.

Wajahnya yang putih kemerahan seperti buah persik yang ranum, begitu dekat dengan wajahku, sehingga hatiku langsung bergejolak tak nyaman. Tatapan mataku mendingin, dari bawah dia menahan sakit karena aku menghempasnya cukup kuat. Sedangkan matanya melirik mataku, seperti tengah memberi isyarat bahwa dia memaklumi dan menerima perlakuanku padanya.

Sayang, hatiku tak tersentuh sama sekali dengan tatapannya yang mengharapkan iba. Pagi ini jadi panjang dan kelabu, sementara emosi dan amarah terus menggerayangi kepalaku. Aku membungkukkan badan, lalu ku tarik tangannya kuat-kuat, dia merintih tetapi tak melawan. Lalu setelah sampai di muka pintu kamar, ku dorong lagi badannya dari sisiku, hingga ia kembali terhempas. Tetapi kali ini tak sampai jatuh, ia masih bisa menahan tubuhnya.

Dia tetap di tempat, tetap di sana. Bertahan sekuat tenaga menunggu aku memberi penjelasan dan mengucapkan maaf padanya. Ku dengar bunyi jam, baru aku sadar, aku sudah hampir terlambat datang ke sekolah. Aku bergegas mengambil tas, lalu sekali lagi ku pandangi dia yang masih berdiri di depan kamarku.

“Sudah terlambat, pakailah seragam-mu lalu pergi ke sekolah. Aku berangkat sekarang.”

“Pak,”

Lagi-lagi dia berusaha menyentuh tubuhku, dia menarik sedikit kemeja yang sudah rapi ku pakai,

“Apalagi? Aku sudah terlambat!”

“Apakah aku boleh cium tangan bapak? Sebelum pergi.”

“Untuk apa?”

“Kewajiban istri.”

“Jangan berlebihan, lebih baik kamu bersiap ganti seragam dan berangkat ke sekolah. Ini sudah terlambat. Kamu itu masih kecil, tidak usah terlalu mendalami peran sebagai istri. Memuakkan.”

Sambil tersenyum kaku, Dia menurunkan tangannya pelan-pelan. Mungkin dia sudah hancur seketika itu. Tetapi aku tidak peduli, karena aku memang tak menginginkannya, bagiku dia bukanlah istri. Tetapi aku sudah berbesar hati menerima kehadirannya di rumah ini, sebab jika aku menolaknya maka ayah pasti akan membuat sengsara orang tuanya yang memiliki hutang, itu semua sudah cukup baginya.

Dia terus memandangiku sambil melambai-lambai lembut, ketika aku pergi meninggalkannya. Mungkin dia pun bertahan sekuat tenaga begitu, karena memikirkan nasib orang tuanya. Bukan karena benar-bena menganggap ku sebagai suaminya. Malang sekali, seorang gadis harus terpaksa gugur sebelum bunga bermekaran.

Di perjalanan aku terus memandangi sisi kiri, memang tak ada pemandangan lain, selain aspal dan pepohonan. Tetapi ini jauh lebih menenangkan di banding berkas-berkas yang tertumpuk di meja, lalu jalan raya yang semrawut karena mobil-mobil orang yang melintas, sebuah pemandangan yang biasa ku nikmati dari atas jendela gedung kantor milik ayah. Semua itu hanya kenangan, sebuah memori yang pantas aku lupakan.

Aku selalu melamun jika memandangi suasana bukit, hingga tak ku sadari mobil sudah berhenti di depan gerbang sekolah. Aku turun sambil memasang mimik muka yang datar. Ada beberapa siswi yang menyapa, tetapi tak ku hiraukan. Malas sekali harus memasang senyum dan muka ramah, aku bukan orang yang se-terbuka itu pada orang lain.

“Ku dengar ada siswi yang mengundurkan diri, ya?”

“Benar, dia siswi kelasku. Hmm.. sayang sekali padahal dia sudah di tahun terakhir, sebentar lagi juga akan lulus. Aku sudah membujuknya tetapi dia bilang benar-benar harus berhenti, ada masalah di keluarganya.”

Aku mengerutkan kening saat mendengar percakapan guru-guru di kantor. Aku yang biasanya duduk tenang di kursiku sambil menunggu jam mengajar tiba, merasa terpanggil untuk ikut masuk ke dalam obrolan mereka.

“Maaf, aku tadi tidak sengaja mendengar obrolan pak Donny dan bu Aria, kalau boleh tahu siswi yang berhenti sekolah itu, siapa?” kataku sedikit mencondongkan tubuh ke depan, agar terlihat sedikit serius dalam obrolan.

“Ah, pak Damian. Itu siswi yang keluar itu namanya Elia. Dia murid kelas ku.”

Aku menghela nafas panjang, lalu mundur ke belakang menyandarkan tubuhku pada sandaran kursi.

“Dia bilang ada masalah di keluarganya, dan harus berhenti saat itu juga, sungguh aku sangat menyayangkan keputusannya, tetapi mau bagaimana lagi. Kita tidak bisa berbuat apa-apa.”

Aku megetuk-ketukkan jari jemari ku di meja, tak ku respon lagi ucapan bu Aria. Aku memahami masalah yang di hadapi Elia, tetapi juga sayang sekali dia harus berhenti menempuh pendidikan hanya karena hutang dan terpaksa menjadi istri untuk ku, gurunya sendiri.

“Jadi karena itu dia tidak siap-siap ke sekolah tadi pagi!” kataku dalam hati.

Aku memandang jauh koridor sekolah yang terlihat jelas dari pintu ruang guru yang transparan. Hingga suara bu Aria yang memanggil namaku, memecahkan lamunanku yang Khidmat.

“Pak! Pak! Pak Damian?” ucap bu Aria sambil mengguncang tanganku.

Menyebalkan, beruntung bel pergantian pelajaran berbunyi, lantas segera ku tarik tanganku yang disentuh olehnya. “Maaf, saya harus ke kelas sekarang.” Kataku.

Terpopuler

Comments

Haku

Haku

mantab Elia gas trus

2023-03-21

0

Haku

Haku

waduhh Bru awal ni dah sad

2023-03-21

0

💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦

💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦

Kamu harus sabar Elia... tak semudah itu Damian luluh mau menerima dirimu.. kamu jg harus ngertiin posisi Damian.. bagai buah si malakama... Menolak kasiahan keluargamu akan meriama dampak buruk.. menerima mu sebagai istri blm bisa mengingat umur mu yg terlalu muda... 🤔🤔💪💪💪😘

2023-03-03

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Pengantin dan Guru
3 Siswi yang menjadi Istri
4 Kewajiban Istri
5 Kamu Sebetulnya Tak Suka, Kan?
6 Hati Terbuka dan Tidur Bersama
7 Kelas tambahan dari Damian
8 Pernyataan Cinta Orang Ketiga
9 Dia ingin dicintai
10 Kematian Damian
11 Aku Juga Ingin Membuka Hati
12 First Kiss
13 Berkencan Denganku, Ku Jaga Rahasiamu
14 Kerikil di Pernikahan Guru dan Siswi
15 Karena Aku Mencintai Istriku
16 Perempuan Mana yang Terima?
17 Pelukan, Perjuangan dan Rangkaian kembang
18 Jangan Pernah Melupakan aku, ya!
19 Rasa Sakit dan Cinta Pasutri yang Tersudut
20 Kebahagiaan di Sandaran
21 Tidur Bersama di Satu Ranjang
22 Ketahuan Oleh Rekan di Rumah
23 Dua Wanita Satu Cinta
24 Pertemuan yang diJanjikan
25 Jalan Keluar Cinta Terlarang
26 Pernyataan Cinta di Keharmonian Semesta
27 Masalah Datang
28 Selamat Tinggal Profesi
29 Berjuang bersama di titik terendah
30 Cobaan Besar Kepala Keluarga
31 Suami Frustasi, Istri di Bully
32 Damian untuk Elia
33 Sahabat dalam kesengsaraan
34 Cinta yang Kekal di Hati
35 Perjuangan dan Tanggung Jawab
36 Selamat Ulang Tahun Pengantin
37 Makan Malam Perayaan
38 Ibu Kedua
39 Kembalilah Damian
40 Pria Jahat
41 Cinta yang tak bisa di terka
42 Derita Jilid 2
43 Damian Akan Membuka Hati
44 Awal kebahagiaan Keluarga Kecil Toma
45 Bocah Basket
46 Api Cemburu yang Menyala
47 Romansa Ketenangan
48 Hari Kelulusan
49 Pertemuan dengan Keluarga Besar Toma
50 Elia Meninggalkan Permainan
51 Menantu di rumah mertua
52 Memiliki Milikku Sepenuhnya
53 Empat Penumpang, tanpa Elia
54 Vania
55 Iya, Sayang
56 Ketika Aku di sini, dan Dia di sana
57 Wanita Seribu Muka
58 Perjuangan Cinta
59 Seperti bayang-bayang
60 Yang Mahal dan Yang Bermakna
61 Istri dan Perjodohan
62 Semuanya Berakhir
63 Lambang Kemunafikan Paling Sadis
64 Tanpa Elia, Aku Rindu
65 Dia Tidak Pergi
66 Orang tua Jahat
67 Mengejar Maaf Istriku
68 Kepastian hingga Keputusan
69 Meninggalkan Penjara ku, Menjemput Asa
70 Sepasang Merpati di Musim Semi
71 I Love U! Suami Dadakan - Unchihah Sanskeh
Episodes

Updated 71 Episodes

1
Prolog
2
Pengantin dan Guru
3
Siswi yang menjadi Istri
4
Kewajiban Istri
5
Kamu Sebetulnya Tak Suka, Kan?
6
Hati Terbuka dan Tidur Bersama
7
Kelas tambahan dari Damian
8
Pernyataan Cinta Orang Ketiga
9
Dia ingin dicintai
10
Kematian Damian
11
Aku Juga Ingin Membuka Hati
12
First Kiss
13
Berkencan Denganku, Ku Jaga Rahasiamu
14
Kerikil di Pernikahan Guru dan Siswi
15
Karena Aku Mencintai Istriku
16
Perempuan Mana yang Terima?
17
Pelukan, Perjuangan dan Rangkaian kembang
18
Jangan Pernah Melupakan aku, ya!
19
Rasa Sakit dan Cinta Pasutri yang Tersudut
20
Kebahagiaan di Sandaran
21
Tidur Bersama di Satu Ranjang
22
Ketahuan Oleh Rekan di Rumah
23
Dua Wanita Satu Cinta
24
Pertemuan yang diJanjikan
25
Jalan Keluar Cinta Terlarang
26
Pernyataan Cinta di Keharmonian Semesta
27
Masalah Datang
28
Selamat Tinggal Profesi
29
Berjuang bersama di titik terendah
30
Cobaan Besar Kepala Keluarga
31
Suami Frustasi, Istri di Bully
32
Damian untuk Elia
33
Sahabat dalam kesengsaraan
34
Cinta yang Kekal di Hati
35
Perjuangan dan Tanggung Jawab
36
Selamat Ulang Tahun Pengantin
37
Makan Malam Perayaan
38
Ibu Kedua
39
Kembalilah Damian
40
Pria Jahat
41
Cinta yang tak bisa di terka
42
Derita Jilid 2
43
Damian Akan Membuka Hati
44
Awal kebahagiaan Keluarga Kecil Toma
45
Bocah Basket
46
Api Cemburu yang Menyala
47
Romansa Ketenangan
48
Hari Kelulusan
49
Pertemuan dengan Keluarga Besar Toma
50
Elia Meninggalkan Permainan
51
Menantu di rumah mertua
52
Memiliki Milikku Sepenuhnya
53
Empat Penumpang, tanpa Elia
54
Vania
55
Iya, Sayang
56
Ketika Aku di sini, dan Dia di sana
57
Wanita Seribu Muka
58
Perjuangan Cinta
59
Seperti bayang-bayang
60
Yang Mahal dan Yang Bermakna
61
Istri dan Perjodohan
62
Semuanya Berakhir
63
Lambang Kemunafikan Paling Sadis
64
Tanpa Elia, Aku Rindu
65
Dia Tidak Pergi
66
Orang tua Jahat
67
Mengejar Maaf Istriku
68
Kepastian hingga Keputusan
69
Meninggalkan Penjara ku, Menjemput Asa
70
Sepasang Merpati di Musim Semi
71
I Love U! Suami Dadakan - Unchihah Sanskeh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!