Bab 9 Mulai Detik Ini Kau Milikku!!

"Eh papi, kapan nyampenya? Kok nggak kasih kabar ke aku? Sini duduk dulu!" Dimas bersikap baik kepada ayahnya.

"Kiara itu pewaris seluruh kekayaan Arkana, jangan sesekali menghina cucuku!" Arwan menatap tajam ke arah tamu undangan," Dia bukan anak angkat! Sekali lagi jangan menghina cucuku."

Suara dingin dan tatapan tajam itu mampu menipiskan oksigen yang ada di ruangan megah itu. Mereka yang menghina Kiara tadi seketika bungkam tanpa suara. Mereka begitu takut dengan pria paruh baya di depan.

Dimas menelan saliva nya, kemudian menghirup oksigen yang pemasukannya mulai menipis. Perlahan Dimas menatap wajah merah sang ayah, dia memperlihatkan wajah polos seakan-akan tidak tahu apa-apa.

"KAU! Jangan sok berkuasa di kediaman ini, kau bukan siapa-siapa disini. Ingat! kau hanya gadis kecil yang diangkat oleh anak saya. Dasar! kacang lupa kulitnya." Arwan Arkana meninggalkan mereka, dia mencari keberadaan sang cucu tercinta.

Hati Anira sakit, dia tidak menyangka akan mendapat perlakuan tersebut dari orang yang selalu di baikinya itu. Sia-sia perlakuan sopan dan baik yang diberikannya kepada pria paruh baya itu, tak sedikitpun rasa sayang Arwan kepadanya. Anira memutuskan untuk meninggalkan tamu undangan, dirinya malu di depan tamu undangan.

"Pasti aku akan dipermalukan di sekolah," Anira menatap langit-langit kamar yang diberi warna biru terang dengan sedikit warna putih.

"Apakah tidak ada sedikit kebahagiaan untukku? Kiara begitu sempurna memiliki keluarga yang utuh dan kakek yang menyayanginya. Sedangkan aku? Aku tak punya apa-apa di dunia ini." Anira meratapi nasibnya, dia seakan-akan menjadi korban dalam kehidupan ini. Anira tak menyadari bahwa korban sesungguhnya adalah Kiara.

Tok!

Tok!

Tok!

Dimas mengetuk pintu, dia tidak mau Anira mengalami tekanan mental akibat perbuatan sang Papi yang menghinanya di depan umum. Dimas tahu apa yang dikatakan papinya itu benar, tapi dia tidak tega kepada Anira.

"Buka nak!" Dimas bersuara dibalik pintu, walau tak mendapat balasan sama sekali.

"Ayah ingin bicara sama kamu," Dimas kembali bersuara, tapi orang dibalik pintu seakan-akan tuli.

Dimas meninggalkan Anira, dia ingin memberikan ruang kepada Anira untuk menenangkan pikirannya. Dimas meninggalkan kamar itu dengan hati yang sedikit gundah.

Ini semua karena Kiara! kalau saja anak itu tak berulah, mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku akan bikin perhitungan kepada anak itu jika Anira mengalami tekanan mental! batin Dimas.

Arwan menyusuri setiap inci dari kediaman Arkana, tapi tak menemukan Kiara. Arwan segera memerintahkan anak buahnya untuk mencari Kiara di seluruh kediaman itu. Dirinya merutuki kebodohannya yang tidak mengawasi sang cucu.

"Kiara dimana sih!" Arwan sudah lelah mencari Kiara kesana-kemari. Diumur yang sudah mencapai 58 tahun membuat dirinya mudah merasa lelah.

Arwan segera merogoh sakunya, dia menyalahkan handphone, kemudian melihat rekaman CCTV yang terpasang di seluruh tempat. Dia mendapati Kiara yang dibawa oleh seorang lelaki.

"Sial! Siapa pria ini? semoga dia bukan pria yang jahat." Arwan seakan putus asa mencari cucunya, dia tak mendapat petunjuk lain tentang pria yang membawa Kiara.

CCTV di Kediaman itu baru dipasang beberapa bulan terakhir atas permintaan dari Emillio. Arwan merutuki kebodohannya karena tidak dari dulu memasang CCTV untuk mengawasi Kiara. Arwan Arkana adalah keluarga yang cukup berpengaruh di Indonesia. Arkana Grup sudah menjadi perusahaan internasional dan dikenal oleh banyak orang.

Arwan Arkana memilih pergi ke sebuah taman kota yang selalu dikunjunginya itu. Dia ingin mengingat kenangan bersama sang istri dan cucunya. Arwan Arkana kini sudah mulai berdamai dengan keadaan.

"Tidak banyak berubah yah," Arwan memperhatikan wahana permainan yang ada di taman. " Princess Arkana kini sudah besar sayang." Arwan masih memandangi wahana itu.

Matanya kini melihat jalan tempat sang istri meninggal, air matanya jatuh. Arwan sampai sekarang masih merindukan istri yang sangat di cintainya. "Sudahlah! aku tak boleh cengeng."

***

Kiara kini berada di depan rumah kediaman Ravendra. Kiara digendong diatas punggungnya Xavir. Kiara tadi sempat tertidur saat bercerita kepada Xavir. Xavir yang merasa kasihan membawa Kiara ke rumahnya.

Krek!

Xavir membuka pintu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menahan Kiara agar tidak jatuh dari punggungnya. Xavir mengendap-ngendap agar sang bunda tidak tahu dia membawa seorang gadis.

"Habis ngapain kamu!" Suara cempreng Riri membuat jantung Xavir seakan mau berhenti.

Xavir menidurkan Kiara diatas Sofa, dia memandang wajah sang bunda yang terlihat merah menahan emosi. Xavir tersenyum malu, dia seperti kucing yang sedang tertangkap basah. "Bunda! hehehe." kekehnya.

Riri menjewer telinga Xavir dengan kuat, "Bunda tak mengajarkan kamu bersikap kurang ajar! Belajar dari mana kamu?"

"Dari kakak!" Ceplosnya.

Xavier yang baru masuk itu langsung bersuara,"Aku udah tobat ya, jangan sangkut-pautkan diriku!"

"Kamu apakan anak orang sampe dia pingsan begini? Kamu nggak apa-apain kan?" Riri mengintimidasi anak bungsunya.

"Nggak ko bund! Kiara itu hanya tidur. Dia mungkin lelah dengan masalah yang dihadapinya." Xavir mencoba meyakinkan Riri agar tidak salah paham kepadanya.

Kiara tidak lagi memakai baju pelayan, dirinya kini memakai piyama panjang berwarna Dongker. Xavir memang mengganti pakaian Kiara agar sang bunda tidak memikirkan macam-macam tentang dirinya.

Apa dia akan marah setelah bangun nanti? sudahlah! yang penting dirinya nyaman dengan pakaian itu. batin Xavir.

Xavir menyelimuti Kiara dengan selimut berwarna Dongker, tak lupa dia juga memberikan kecupan singkat di dahi Kiara. Xavir juga membisikan sesuatu di telinga gadis itu."Mulai detik ini kau milikku."

Xavir meninggalkan Kiara di kamarnya, sedangkan dia akan tidur di kamarnya Xavier. Xavir begitu malas pergi ke lantai bawah. Xavir langsung mendobrak pintu Kamar.

"Kenapa kesini? Jangan merusak barang ku!" Xavier kaget karena pintunya yang didobrak oleh Xavir.

"Ya-ya." Xavir segera menghampiri kasur, dia langsung tidur di kasur itu tanpa memperdulikan kakaknya yang sedang marah.

Xavier berbaring di samping Xavir, dia memandangi Xavir. Xavier merasa sesuatu yang besar akan menghampirinya di kemudian hari. Entah firasat itu benar atau tidak.

"Semoga firasatku salah, semoga kita tidak berkelahi karena seorang cewek." Xavier kemudian menutup matanya.

Riri dari tadi melihat apa yang dilakukan kedua anaknya itu, dia juga melihat Xavir yang mencium dahi Kiara. Wanita itu tersenyum, dia tidak menyangka anaknya itu sudah beranjak dewasa sekarang.

Dari kamar terdengar suara perempuan yang sedang berteriak dan sedikit terisak, Riri memasuki kamar yang ditempati oleh Kiara. Kiara tengah mengigau, dia selalu saja berteriak dan menangis.

"Nenek! Aku tak kuat, jemput lah aku nek! hiks... hiks... Apakah dengan kematianku bunda dan ayah akan sadar?" Kiara semakin terisak dengan keadaan yang masih menutup mata.

Riri mendekati Kiara, dipeluknya tubuh gadis itu, tak lupa juga mengelus kepalanya. Riri tak tega melihat Kiara yang sedang menangis dalam tidurnya itu. Dia tidak tahu sedalam apa tekanan yang diterima gadis ini. Riri memutuskan untuk tidur disamping Kiara hingga pagi tiba.

Kiara terbangun dari tidurnya, dia melihat ruangan yang begitu asing dimatanya. Matanya Kini memperhatikan piyama yang tengah dipakainya. Kiara ingat dia tidak berganti pakaian semalam.

"Siapa yang mengganti pakaianku? aku tak menggantinya semalam." Kiara mencoba kejadian semalam.

Tiba-tiba dirinya teringat tentang Xavir yang dikiranya Xavier."XAVIER! KAPARAT KAU!"

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!