Red Lotus

Damian keluar rumah dengan suasana hati yang buruk. Setelah apa yang dikatakan Marcus padanya, Damian pun menjadi merasa buruk terhadap dirinya sendiri. Akhirnya, demi memperbaiki suasana hatinya itu, sekaligus mengumpulkan informasi untuk keperluan pekerjaannya, Damian pun segera menuju satu-satunya tempat yang paling relevan: rumah bordil.

Pemuda itu menyuruh kusir kereta kudanya untuk menuju salah satu rumah bordil terbesar di distrik lampu merah Ponza. Tempat seperti itu adalah pusat pertukaran informasi dan gosip terbaru. Damian selalu mendapat banyak berita setiap kali datang ke sana. Salah satu tempat langganannya bernama Red Lotus. Itu adalah rumah bordil yang terbesar dan paling tersohor.

Begitu kereta kudanya sampai di tempat yang dimaksud, Damian pun segera turun dan masuk ke sebuah bangunan mewah dengan arsitektur yang unik terbuat dari kayu serta bambu. Benar-benar berbeda dari jenis bangunan yang lumrah di Ponza.

Sejumlah lampion warna merah menghiasi teras bangunan tanpa halaman itu. Damian masuk ke dalam dan mendapati sebuah ruangan luas serupa kedai makan. Meja kursi kayu berjajar rapi di ruangan tersebut. Beberapa pria tampak duduk di meja-meja tersebut, dengan ditemani wanita-wanita cantik yang menempel rapat pada tubuh mereka.

Suara cekikikan serta obrolan ringan terdengar dari segala arah. Aroma wangi bunga mawar menguar dari tempat itu. Menggoda dan melenakan siapa pun yang datang, termasuk Damian.

“Anda sudah datang, Tuan Muda,” sapa seorang wanita berambut gelap yang menganakan pakian tipis dan terbuka di beberapa tempat sensual.

“Apa kau menungguku, Cassia?” Damian balas bertanya.

Perempuan bernama Cassia itu lantas beringsut mendekati Damian dan merangkulkan lengannya ke tubuh Damian. Satu tangannya yang lain membelai dada Damian dengan manja. “Tentu saja. Bagaimana mungkin saya tidak menunggu pelanggan setia seperti Anda, Tuan. Saya merindukan Anda,” ucap gadis itu sembari berbisik di telinga Damian.

Damian tersenyum senang. Ia lantas menaruh tangannya di pinggang Cassia lalu berjalan menuju tangga lantai dua.

“Anda mau langsung ke kamar? Tidak mau menikmati makanan dulu? Atau perlu saya kirim pelayan untuk mengirim camilan ke kamar kita?” tanya Cassia menawarkan.

Damian menggeleng pelan. “Aku sudah sarapan di rumah. Hari ini aku hanya ingin memakanmu saja,” godanya sembari membelai wajah Cassia yang putih mulus nan cantik.

Cassia terkikik geli. Mereka berdua pun berjalan dengan mesra ke lantai dua, tempat bilik-bilik kamar mewah yang biasa digunakan sebagai ruangan privat bagi para pelanggan dan wanita penghibur. Begitu memasuki ruangan dengan dekorasi dominan warna merah, Cassia lantas menutup pintu lalu mulai membuka belitan-belitan tali dari pakaian tipisnya.

Damian merebahkan diri dan duduk di atas ranjang empuk berkelambu merah. Cassia sangat lihai menggoda pria. Ia berjalan perlahan-lahan sembari menanggalkan pakaiannya satu per satu. Setelah sampai di depan Damian, tubuh Cassia sudah telanjang sempurna.

Damian mengecup dada Cassia dengan lembut. Kedua tangannya membelai punggung perempuan itu dan mulai menggerayangi tempat-tempat sensitif lainnya. Cassia melenguh pelan, menikmati sentuhan Damian yang sangat menggairahkan.

Keduanya pun mulai bercumbu. Damian menarik tubuh Cassia hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Pemuda itu mulai mencium bibir  Cassia dengan intens. Kedua tangannya mendekap Cassia dan mulai bergerak ke tempat-tempat yang membangkitkan gairah.

“Apa kau masih bertemu dengan Viscount Gausse?” tanya Damian di tengah-tengah permainan mereka.

Cassia masih melenguh beberapa kali, tetapi tetap menjawab. “Terakhir kali dia datang kemari dua hari yang lalu. Ia datang saat tengah malam. Menyamar. Menggunakan jubah panjang,” jawab perempuan itu di tengah-tengah lenguhannya yang nikmat.

Damian terus menciumi tubuh Cassia, menyentuhnya di berbagai tempat. Dan kini, pemuda itu pun mulai melepas pakaiannya sendiri, menampilkan dada bidang dan otot perut yang liat. Tubuh Damian memang sangat atletis. Tak heran banyak wanita tergila-gila padanya.

“Apa kau sudah melakukan apa yang kusuruh saat bertemu dengan pria itu?” Damian kembali melontarkan pertanyaan sembari memasukkan jari-jarinya di titik sensitif Cassia.

Cassia tidak bisa menahan diri untuk tidak melenguh keras penuh kenikmatan. Tubuh gadis itu menggelinjang tanpa bisa dikendalikan. Meski begitu Cassia masih mengusahakan diri untuk menjawab pertanyaan Damian.

“Su, sudah. Aku mengambil sapu tangan dan pena pribadi miliknya. Ku, kusimpan di kotak dalam lemari itu,” jawab Cassia sembari menunjuk sebuah lemari kayu yang menempel di dinding, tak jauh dari ranjang mereka.

Damian tersenyum puas lantas mengecup bibir Cassia sekali lagi. “Bagus,” pujinya pendek. “Nah, sekarang giliranmu melayaniku,” lanjut Damian sembari mengangkat tubuh Lamia ke atas tubuhnya sendiri. Kini pemuda itu merebah dengan nyaman di atas tempat tidur, dan membiarkan Cassia bekerja di atas tubuhnya.

Kurang lebih satu jam kemudian, Damian pun keluar dari rumah bordil. Ia bertemu beberapa orang yang dia kenal. Pemuda-pemuda bangsawan dari keluarga lain yang juga gemar menjajakan perempuan. Damian tidak terlalu dekat dengan mereka, dan karenanya tidak perlu menyapa.

Pemuda itu juga tidak pernah berusaha menyembunyikan diri saat datang ke rumah bordil. Toh semua orang tahu apa pekerjaannya. Dan Damian juga belum berkeluarga. Jadi sah-sah saja bagi seorang pria lajang untuk bertemu wanita-wanita cantik.

Meski begitu, Damian sebenarnya memiliki seorang tunangan. Gadis bangsawan dari keluarga Baron. Lucelia Brutus. Hubungan pertunangan mereka sudah ditetapkan sejak Damian berusia tujuh belas tahun. Lucelia lima tahun lebi muda darinya. Karena itu, sampai sekarang mereka belum menikah. Setidaknya tahun depan, saat Lucelia genap berusia tujuh belas tahun, pasangan tersebut baru bisa menikah secara resmi.

Sembari menunggu Lucelia dewasa dan melakukan debutante, Damian memutuskan untuk melanjutkan hobinya mengunjungi rumah bordil dengan terbuka. Tanpa perlu ditutup-tutupi. Kondisi itu mungkin akan berbeda kalau dia sudah menikah nanti. Ia tidak lagi bisa bebas berkeliaran di distrik lampu merah itu. Padahal di tempat itu, Damian bisa mendapat banyak informasi, termasuk menjebak targetnya.

Seperti salah satunya hari ini. Damian pulang dengan menenteng sebuah kotak kayu yang berisi sapu tangan dan pena pribadi milik Viscount Gausse. Sebaris nama terbordir di sapu tangan tersebut. Sementara pena hitam itu juga terukir nama Cedric Gausse, menunjukkan bahwa kedua benda itu memang milik sang Viscount.

Dengan kedua benda ini, tuntutan di persidangan atas kasus perselingkuhan Viscount Gausse akan bisa dimenangkan oleh istrinya. Selama ini Damian memang sudah dibayar oleh Viscountess untuk mencari bukti perselingkuhan suaminya. Kurang lebih satu minggu sejak permintaan tersebut, Damian kini sudah berhasil mendapat dua bukti yang sangat penting. Satu bukti lainnya, akan Damian siapkan dengan mendatangkan seorang saksi dari rumah bordil. Cassia sudah bersedia melakukannya. Semuanya sempurnya. Kejahatan memang harus dihukum dengan setimpal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!