Damian kembali ke kamarnya setelah selesai makan malam. Ia mengulas kegiatan hari ini dalam catatan pribadinya dan menuliskan beberapa berita serta gosip penting yang sudah dia dengar hari ini. Manusia sungguh makhluk yang sangat mudah terpengaruh pada emosi. Dengan sedikit kabar saja, orang-orang segera terpicu untuk menjadi emosional. Itulah kenapa pekerjaannya menjadi mudah.
Orang hanya mau percaya apa yang ingin dia percayai, dan mendengar hal-hal yang ingin mereka dengar. Damian sudah terbiasa membaca keinginan seseorang. Karena itu tidak sulit baginya menggali informasi darinya dengan pendekatan persuasif yang terselubung.
Viscount Gausse selalu membanggakan diri sebagai bangsawan yang jujur, tetapi pada kenyataannya, ia berselingkuh dari istrinya. Bahkan orang yang paling jujur sekalipun melakukan kesalahan.
“Menyedihkan,” gumam Damian pelan. Ia membuka pintu balkon lantas membiarkan angin malam menerpa rambutnya yang gelap tersibak. Damian memiliki mata abu-abu gelap yang terlihat sayu. Rambutnya bergelombang, dipangkas pendek, semata-mata agar lebih mudah diatur. Damian tidak terlalu tinggi. Dibanding dua kakaknya yang lain, Damian termasuk yang memiliki tinggi rata-rata.
Saat tengah menghirup udara malam, tiba-tiba dari bawah balkon kamarnya di lantai dua, Damian mendengar suara bisik-bisik orang mengobrol. Ia melongok ke bawah dan mendapati dua pelayan rumahnya sedang berjalan melewati bawah kamar Damian sambil saling bergosip. Secara otomatis Damian pun menajamkan pendengarannya, sambil tetap terlihat tak peduli.
“Aku sudah lama menduga kalau Lady Arabela disiksa oleh suaminya. Lord Castor muda memang sangat sensitif beberapa hari belakangan. Masalah di Dewan Legislatif membuatnya mudah marah. Apalagi ketegangannya dengan Duke,” kata salah satu pelayan berwajah masam.
Pelayan lainnya yang membawa tumpukan handuk baru mengangguk setuju. “Apa kau lihat luka-luka di tubuh Lady Arabela? Aku sampai kehilangan kata-kata saat membantunya berganti pakaian. Aku bertanya-tanya apa Nyonya tahu tentang hal ini?”
“Nyonya Castor pasti membela anak-anaknya. Kau tahu sendiri bagaimana ia mencintai ketiga putranya, lebih dari pada apa pun.”
Pelayan yang membawa handuk itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak penuh simpati. “Memang tidak mudah menjadi perempuan yang menikah,” komentarnya prihatin.
“Karena itu aku memilih menghabiskan hidupku untuk bekerja daripada harus mengurus suami,” sahut yang lain. Keduanya lalu terkikik dan melenggang pergi menjauhi balkon kamar Damian.
Damian tercenung sejenak. Kedua pelayan itu tengah membicarakan rumah tangga kakak pertamanya, Titus. Arabela adalah nama istri kakaknya. Kabar tentang kekerasan dalam rumah tangga itu memang bukan hal baru. Damian mengenal kakaknya dengan baik. Sejak kecil Titus memang bukan orang yang sabar. Ia hanya berpura-pura lembut di depan orang lain, padahal ia suka melampiaskan amarahnya pada orang yang lebih lemah.
Damian mendengkus pelan. Haruskan ia membicarakan ini pada ibunya? Seperti kata pelayan itu, Nyonya Castor pasti sudah tahu tentang tabiat Titus dan bagaimana kakak pertamanya menyiksa Arabela. Selama ini, ibunya tidak mengatakan apa-apa karena di mata Nyonya Castor, anak-anaknya adalah yang paling berharga. Kesalahan apa pun yang dibuat Titus tidak akan menjadi perkara penting bagi Nyonya rumah tersebut.
Akan tetapi, keadaan mungkin bisa berubah kalau Damian ikut campur. Ibunya paling menyayangi Damian, dan ia juga menyadarinya. Nyonya Castor akan mempercayai dan menuruti kata-kata Damian, meski itu tentang kakaknya sekalipun. Berkat Damian juga akhirnya Balbina yang keras kepala dikirim menikah dengan seorang Baron yang tinggal di selatan. Sejak saat kepergian Balbina, kediaman Castor menjadi lebih tenang. Tidak ada lagi orang yang menyuruh-nyuruh Damian melakukan ini itu.
“Sebaiknya aku bicara pada ibu besok pagi sebelum sarapan,” gumam Damian sembari tersenyum simpul.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments