Bab 2 : Hadwan Harsa Haryaka

..."Sederhana, tidak terlalu berarti, tetapi mampu memikat hati."...

...~~~...

"Wardah, kamu hebat." Naina mengacungkan jempolnya di hadapan Wardah.

"Biasa saja. Sudahlah, jangan dibicarakan lagi. Lebih baik, kita makan saja, waktu istirahatnya sebentar lagi habis," imbuh Wardah dan Naina pun mengangguk mengerti.

"Iklima, kamu kenapa?" tanya Wardah sembari memegang pundak kiri Iklima.

"Eh, iya ada apa?" Iklima tersadar dan menatap Wardah, seakan tidak terjadi apa-apa.

"Itu mie ayamnya di makan dulu, nanti keburu dingin," ujar Wardah sembari menatap heran Iklima yang tidak seperti biasanya bagitu.

"Oh iya, terima kasih Wardah," balas Iklima, dan segera memakannya.

"Iklima, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Wardah yang tidak bisa menyembunyikan keheranannya.

Iklima terdiam, kemudian tersenyum. "Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja makannya, Wardah," jawab Iklima yang sebenarnya, sedang memikirkan seseorang.

Setelah selesai mengisi perut mereka, ketiga gadis cantik itu pun kembali ke kelas. Namun, di tempat yang sama, Iklima kembali melihat sosok yang sedari tadi membuat pikirnya tidak menentu.

"Hadwan," panggil Ikbal—siswa yang paling dekat dengan Hadwan.

Dari kejauhan, Ikbal memangilnya dan di saat itu pula, Hadwan menoleh ke belakang.

Deg! Jantung Iklima berdetak dengan begitu kencangnya pada saat wajah laki-laki itu terlihat dengan begitu jalas oleh Iklima. Kebetulan Hadwan tidak jauh dari ketiga gadis tersebut berada, sehingga Iklima bisa melihat wajahnya.

Ikbal langsug memeluk tubuh Hadwan dan ketiga gadis itu mematung. Apalagi Iklima, dia seakan tidak mengerti dengan perasaannya yang tiba-tiba saja berhenti di tempat itu.

"Iklima, ayo kita pergi dari sini. Sebentar lagi bel masuk kelas berbunyi," ajak Naina sembari menarik tangan Iklima yang masih terdiam, melihat kedua laki-laki yang tidak jauh dari hadapannya.

"Eh, jangan ditarik-tarik, Nai! Sakit tahu," pekik Iklima yang langsung membuat Naina menurunkan genggaman tangannya dari Iklima.

"Maaf, Iklima. Kamunya juga lama. Ya udah aku tarik saja tadi, hehe ...." Naina mengusap tangan Iklima dengan lembut.

"Eh, udah. Enggak papa, Nai," tolak Iklima yang menghentikan Naina mengusap tangannya.

"Ya udah, cepetan kita masuk kelas. Nanti bel masuk berbunyi," ujar Wardah yang lebih dulu melengkahkan kakinya, meninggalkan kedua sahabatnya.

"Iya, iya. Tunggu bentar." Naina menoleh kepada Iklima. "Yuk, Iklima," ajaknya pada Iklima.

"Iya," jawab Iklima. Namun, sebelum pergi dari tempat itu. Iklima kembali melihat ke tempat di mana ia melihat Hadwan dan Ikbal berada.

Sangat disayangkan, Hadwan dan Ikbal sudah tidak ada di sana.

"Iklima, ayo cepat ke sini," teriak Naina yang sudah berada di samping Wardah.

"Iya, bentar!" jawab Iklima, dan pergi menghampiri kedua sahabatnya.

Beberapa saat kemudian, ibu guru di sekolah terlihat sedang menjelaskan materi fisika, dan Iklima malah tidak fokus dengan pelajarannya.

"Iklima, tolong berikan contoh konsep materi yang Ibu jelaskan tadi," pinta guru fisika yang mengajarnya.

"Iklima, itu kata Bu Hilma," ucap Wardah sembari menyenggol tangan kanan Iklima.

"Eh ... emangnya ada apa, Wardah?" tanya Iklima yang seakan-akan tidak mengetahui apa-apa.

"Itu, lihat ke depan," perintah Wardah.

Belum sampai Iklima melihat ke depan, Bu Hilma sudah kembali bersuara.

"Bagaimana Iklima? Apa sudah ada contohnya?" tanya Bu Hilma kembali.

Iklima nampak kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba saja diberikan kepadanya, sedangkan sedari tadi, ia tidak mengerti dengan apa yang gurunya jelaskan karena pikirnya kali ini tidak bisa fokus.

"Em ... contoh apa ya, Bu?" tanya Iklima dengan sedikit takut.

"Apa kamu tidak mendengarkan pernyataan Ibu tadi? Iklima, kamu kurang fokus. Lain kali jangan ulangi lagi!" tegas Bu Hilma pada Iklima.

Guru itu juga tahu bahwa tidak biasanya Iklima tidak bisa menjawab pertanyaan darinya, karena itulah Bu Hilma masih bisa memakluminya.

"Baik, Bu." Iklima pun kembali memerhatikan gurunya yang sedang memberikan materi di depan, walaupun pikirnya masih belum bisa fokus.

...****************...

Dring! Dring!

Suara bel pulang sekolah sudah berbunyi, para siswa mulai mempersiapkan diri untuk pulang. Bagitu pula dengan Iklima, Naina, dan Wardah yang sudah siap dengan tas gendongnya.

"Baik, minggu depan kita akan bahas kembali materinya. Sekarang kalian bisa berdoa dan pulang," ucap Bu Hilma yang mengakhiri pembelajarannya.

"Oke, Bu." Serempak para murid menjawab.

Setelah keluar dari kelas, Wardah melihat Iklima yang sedari tadi terlihat agak berbeda. Maka dari itu, dia pun berinisiatif langsung bertanya kepadanya.

"Iklima, kamu ini kenapa? Kok dari waktu istirahat, kamu kelihatannya beda banget. Apa ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan?" tanya Wardah penasaran.

"Enggak ada ... aku baik-baik saja. Mungkin kamu saja yang mikirnya gitu," sanggah Iklima, ia tidak mengatakan yang sebenarnya.

"Oh baiklah. Mungkin iya, aku salah," balas Wardah yang sebenarnya masih ada rasa aneh pada diri Iklima.

"Nai, laki-laki yang tadi pagi kamu sebut aneh. Dia siapa sih? Kayaknya sedikit berbeda dari siswa lainnya di sini," tanya Iklima, dengan sedikit penasaran.

"Oh, dia Hadwan Harsa Haryaka. Siswa kelas 12 IPA, dan yang tadi memanggilnya itu adalah Ikbal, teman yang paling dekat dengannya. Selain dia, tidak ada yang berteman dengannya," jelas Naina dengan beruntun.

"Tapi kenapa tidak ada yang berteman dengannya selain Kak Ikbal?" tanya Iklima kembali. Dia sangat ingin mengetahui tentang Hadwan.

"Hadwan orangnya sedikit aneh. Jadi, enggak ada yang mau berteman dengannya," jawab Naina. Dengan begitu, barulah Iklima mengerti.

"Oh, gitu." Iklima pun tidak kembali bertanya, karena ditakutkan akan membuat kedua sahabatnya curiga kalau sebelumnya sedari tadi, ia memikirkan laki-laki tersebut.

"Eh, untuk apa kamu tanya tentang Hadwan kepada Naina?" tanya Wardah dengan sedikit curiga.

Deg! Iklima terdiam. Hal yang ditakutkannya mulai dicurigai oleh Wardah. Namun, ia tidak akan membuat kedua sahabatnya tahu dulu, karena mau dibilang apa nantinya jika seorang Iklima mulai penasaran dengan sosok Hadwan.

"Pengen tahu aja, soalnya aku kan baru lihat dia di sekolah ini," jawab Iklima dengan sedikit menampilkan senyum manisnya.

"Kirain apa? Eh ternyata cuman ingin tahu aja, padahal emang udah dari dulu dia ada di sekolah ini, tapi karena Hadwan orangnya gitu, terus kamu sibuk. Ya pantas saja, kalau Iklima tidak mengetahuinya," lontar Wardah sembari tertawa.

"Betul juga kata Wardah," sahut Naina yang langsung membuat kedua sahabatnya tertawa.

"Sudah ah, Ayahku sudah menjemput. Aku duluan ya," ucap Wardah dan diikuti oleh Naina.

"Iklima, aku juga duluan ya. Orangtuaku sudah datang juga," ucap Naina dan mendapatkan anggukan dari Iklima.

"Ya, hati-hati di jalannya," balas Iklima sembari tersenyum.

Setelah kepulangan Naina dan Wardah, Iklima masih menunggu ayahnya yang belum juga datang menjemputnya.

Namun, sudah sepuluh menit berlalu, Iklima tidak melihat tanda-tanda kedatangan ayahnya. Murid sekolah juga sudah mulai menyurut, dan Iklima masih belum mendapatkan jemputan.

Sudah berapa kali menghubungi ayahnya, terapi tidak mendapatkan jawaban. Namun, tidak lama dari itu, Ayah Adam mengirimkan pesan singkat kepada putrinya bahwa ia tidak bisa menjemputnya, karena ada urusan kantor yang mendadak. Dengan begitu, Iklima pun kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.

Terpopuler

Comments

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐

Interaktif banget 👍👍

2023-06-29

1

◌⑅⃝𖤐𝑘𝑎𝑧𝑢𝑚𝑖 [𝓗𝓲𝓪𝓽]𒈔

◌⑅⃝𖤐𝑘𝑎𝑧𝑢𝑚𝑖 [𝓗𝓲𝓪𝓽]𒈔

wah, bagus kata² nya kk😆

2023-05-29

1

Ayano

Ayano

Introvert
Jan disalahartikan ya

2023-05-16

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 47 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!