Bab 3

Alya kaget saat melihat panggilan masuk terpampang nama Anthony dilayar ponselnya. Ia tahu itu adalah asisten pribadi yang bekerja untuk Dama, dan dia juga yang membantu mendaftarkan pernikahannya dan Dama.

"Apakah sesuatu terjadi?" Alya bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Melody, aku akan keluar sebentar untuk  menjawab telepon. Aku akan segera kembali." Alya berdiri dan bergegas untuk keluar tanpa menunggu jawaban Melody.

"Halo," Alya segera menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan Anthony begitu ia berada di luar.

"Nona muda, bilang Anda keluar dari tempat makam itu," pinta Anthony dengan nada pelan, akan tetapi tetap terdengar tegas.

"Hmm, ini aku sudah ada di luar, memang ada apa?" tanya Alya dengan tetap menempelkan gawai canggihnya di daun telinga.

Menjawab pertanyaan dengan ketus itu sudah menjadi ciri khas dirinya sejak dulu.

"Kalau begitu, Nona Alya menyeberanglah di kanan jalan," pinta Anthony lagi.

"Ada apa, aku belum selesai makan. Ini masih banyak mie yang aku pesan, kalau kamu mau tunggu aku sebentar," ucap Alya.

Dama yang mendengar itu pun angkat suara, "Bilang ke dia sekarang juga. Kalau tidak, maka aku akan memberikan dia hukuman."

Alya yang mendengar ucapan Dama, ia mendesah. Ia tahu betul hukuman apa yang akan ia dapat. Pasti hukuman  untuk membuat ia tak bisa berjalan lagi.

"Ya, tunggu. Aku akan membayar dulu," ucap Alya. Lalu ia mematikan gawainya.

"Melody, kamu lanjut makan, ya. Aku sudah bayar, aku ada bisnis yang besar ini," pamit Alya seraya mengambil tas miliknya.

Mendengar kata bisnis, ia pun menjadi penasaran apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya dengan bisnis besar.

"Aku ikut," pinta Melody.

"Jangan! Lebih baik kamu nikmati mie kamu," ucap Alya lalu ia berlari keluar.

Alya menoleh kebelakang, ia lega saat Melody duduk kembali di kursinya dan tidak mengikuti dirinya. Kalau sampai tahu masuk ke dalam mobil mewah pasti dia mengira ia sedang menjual diri. Pada dasarnya sama saja ia sedang menjual diri itu sebutan yang pantas untuk ia.

Alya masuk dalam mobil bagian belakang penumpang.

Suasana di dalam mobil begitu hening seolah-olah udara membeku. Alya duduk tegak dan bahkan tidak berani bernapas dengan keras.

Ketika Anthony memberi tahu bahwa mereka berada di seberang jalan saat di telepon, jujur ia sangat terkejut hingga jantungnya hampir melompat keluar dari tempatnya. Ia takut

Kalau teman-teman kuliahnya mengetahui hubungannya dengan Dama, ia pasti akan dihujani pertanyaan yang tak ada habisnya. Tak hanya itu, pasti ia akan di anggap sebagai penggoda dan pelakor.

"Apa yang harus aku katakan?" gumam Alya agar suasana mencair. "Haruskah aku bertanya apakah dia sudah makan?" imbuhnya lagi dalam hati.

Alya mencoba untuk membuka mulutnya dan hendak berbicara. Namun, mobil yang melaju lurus tiba-tiba membelok hingga menyebabkan Alya terjatuh ke samping tak terkendali. Ia jatuh di tubuh Dama dengan wajahnya menghadap ke bawah.

Alya tercengang saat tanpa sengaja tangannya menyentuh sesuatu.

"Bangun!"

Suara laki-laki yang agak tertekan terdengar di atas kepalanya dengan sedikit suara serak.

Alya bangun dengan cepat, wajahnya memerah bagaikan kepiting rebus. Kemudian ia dengan cepat untuk menjelaskan pada Dama.

"Aku, aku tidak sengaja melakukannya!" ucap Alya gagap. Entah mengapa dirinya yang pemberani seketika mati kutu kalau berhadapan dengan Ken Ragen Damaputra.

Dama mengerutkan kening.

Alya menjadi semakin cemas, berpikir bahwa dia tidak mempercayainya. Ia menarik lengan bajunya dan bersumpah untuk membuktikan bahwa ia memang tidak sengaja tadi.

"Aku bersumpah, jika aku sengaja memanfaatkanmu, maka aku tidak bisa lulus dari perguruan tinggi dan …."

"Hentikan!" Suara dingin Dama menyela sebelum Alya bisa selesai berbicara.

"Itu semua gara-gara Anthony tiba-tiba membanting setir mobilnya. Aku belum pasang sabuk pengaman jadi tidak bisa mengendalikan badan. Aku sudah minta maaf. Apalagi yang bisa aku lakukan dan ...." keluh alya..

Dama menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Diam!"

"Baik!"

"Apakah kamu makan bawang putih?" tanya Dama yang mencium bau yang menyengat membuat ia mual dan ingin muntah.

Alya tertegun.

"Apa yang dia katakan?" gumam Alya dalam hatinya.

"Duduklah di sana. Anthony, buka jendelanya!" pinta Dama.

"Ya."

Anthony membuka jendela, melirik Alya yang tertegun, ia bersimpati dengan Nyonya mudanya. Meskipun bosnya tidak banyak bicara, ketika dia melakukannya, kata- katanya menyakitkan.

Alya, hanya bisa memalingkan wajahkya ke arah jendela dan berdiam di sepanjang perjalanan.

Alis Dama berkedut saat ia memperhatikan setiap gerakan kecil wanita itu. Wanita itu meringkuk seperti kucing liar. Dia sesekali meliriknya dan kemudian dengan cepat menarik pandangannya, tampak seperti hewan kecil yang menyedihkan.

Sudut mulut Dama melengkung ke atas. Ia tiba- tiba merasa senang saat senyum melintas di matanya. Sementara Alya mendengus kesaql. Ia membenci orang-orang yang menurutnya banyak tingkah.

"Bagaimana bisa makan mie goreng tanpa cabe dan aku tak bau bawang putih? Apakah baunya begitu buruk?" batin Alya mengumpat dalam hatinya.

"Dia seharusnya menurunkan saja dirinya, tidak mengajaknya kalau dia tidak tahan dengan baunya," umpat Alya lagi.

Mobil membelok dengan keras lagi, menyebabkan kepala Alya membentur kaca.

"Ada apa dengan keterampilan mengemudi Anthony? Apakah dia memiliki dendam terhadapku?" Natin Alya dengan wajah  meringis kesakitan.

"Anthony!" Dama menggeram dengan tanda peringatan saat wajahnya menjadi garang. Ia melirik dahi kemerahan Alya.

"Tuan Muda, banyak sepeda listrik di jalan yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Saya hanya bisa berbelok secara refleks untuk menghindarinya ketika mereka tiba- tiba keluar ke jalan," jelas Anthony.

Kemudian, ia memandang Alya dan berkata, "Nyonya, maaf. Apakah Anda baik-baik saja?"

Alya menggosok dahinya yang sakit dan berkata, "Tidak apa-apa. Ini bukan salahmu."

***

Alya, bergegas ke atas segera setelah ia sampai di rumah untuk menyikat giginya dengan kasar di kamar mandi dan menyemprotkan penyegar nafas. Baru kemudian ia merasa jauh lebih baik.

Karena tidak ada seorang pun di kamar tidur, dan Dama tidak naik ke atas, ia diam-diam datang ke samping tempat tidur, berbaring dan mengeluarkan sebuah kotak dari bawah tempat tidur. Di dalam kotak itu ada buku hariannya.

Ia memiliki kebiasaan menulis buku harian dan kebiasaan ini telah bertahan selama bertahun- tahun selama ini.

Saat ia menyimpan uang yang dihasilkan hari ini, seseorang mengetuk pintu kamar.

"Nyonya?"

Alya menjawab dan pergi untuk membuka pintu.

"Nyonya, apa yang kamu lakukan?"

"Ah, tidak apa-apa." Alya memegang lengan wanita tua itu.

"Hana, apa yang terjadi?"

"Tak ada," jawabnya.

"Hmm, Hana. Bagaimana perwira militer yang tangguh berubah menjadi sombong?" tanya Alya.

"Maksudnya?" tanya Hana bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!