Bab 2

Alya bersin-bersin, ia berulang kali menggosok hidungnya dan bertanya-tanya siapa yang sedang membicarakan dirinya te hingga  menyebabkan ia seperti orang sedang sakit saja.

"Alya, apakah kamu sedang flu, atau tidurmu tidak nyenyak?" tanya temannya

Tentu saja, ia tidak tidur dengan nyenyak karena Dama menghukumnya semalaman yang membuat ia kesakitan sehingga ia tidak bisa tidur.

"Hei, hei, lihat ini berita tentang Jasmine Laura. Dia gadis yang sangat beruntung. Tidak hanya cantik, tapi dia juga berpacaran dengan pria kaya,"  seru salah satu teman Alya.

"Siapa pria ini? Kenapa aku belum pernah mendengar tentang dia sebelumnya? Apakah dia seorang selebriti?" Gadis lain menimpali, sebut saja Sofi.

"Jangan berpikir konyol! Bagaimana bisa selebriti pria dibandingkan dengan pria seperti Ken Ragen Damaputra?"

"Eh, apa latar belakangnya?" tanya Sofi .

"Dia orang penting di negeri ini, satu- satunya pewaris Keluarga Damaputra. Dia berasal dari keluarga terpandang dan lahir dari darah biru. Keluarganya sangat berpengaruh di pemerintahan negeri kita. Kamu selalu bisa melihat anggota Damaputra Keluarga pada jam 07.30 malam

program di saluran yang dikendalikan negara," jelas Rara.

Semua orang tercengang setelah mendengarkan detailnya, tidak menyangka Jasmine mendapat dukungan kuat di belakangnya.

Alya juga tertegun. Ia tidak tahu betapa hebat dan kuatnya keluarga Dama yang sebenarnya.

Ia tahu bahwa Keluarga Damaputra kaya dan berkuasa, tetapi dia tidak pernah berharap pengaruh mereka begitu luar biasa di negeri ini.

Alya mengantuk saat mendengarkan gosip tentang keluarga Damaputra yang tidak ada habisnya itu. Ia memilih untuk tidur saja.

Begitu ia bangun, semua orang berkemas dan bersiap untuk pergi. Mata Alya berputar-putar, dan ia segera bangkit untuk mengejar sahabatnya.

"Ira, Sayang." Teriak Alya yang di tinggal sahabat baiknya.

Ira, menoleh dan menunggu temannya yang memiliki sifat suka tidur dimana-mana itu.

"Apakah kamu akan pulang?" tanya Alya merangkul bahu Ira.

Ira melemparkan pandangan ke samping, "Alya, cukup dengan senyum licikmu. Apa yang kamu inginkan?"

"Aku ingin memberi informasi pada kamu. Apakah kamu menginginkannya?" tanya Alya.

Ira mendengus, "Apa itu? Tentang apa, maksudku?"

"Tentang informasi laki-laki kaya, seperti yang sedang kau cari. KEN RAGEN DAMAPUTRA," ucap Alya.

"Jangan bilang kalau menjual informasi dari hidup di kelas tadi," selidik Ira.

Alya menggeleng.

"Apakah kamu yakin ingin menjual berita itu kepadaku?" tanya Ira.

Alya mengangguk, ia memang memasang jasa apapun pada dirinya asal itu bisa menjadi uang dan halal. Hidupnya yang miskin, namun ia kuliah dan bertahan hidup mengajarkan untuk hidup keras dari kecil. Ia tak peduli menyandang status mata duitan.

"Apakah kamu ingin berita tentang Ken Ragen Damaputra?" tanya Alya sekali lagi untuk memastikannya.

Mata Ira langsung membelalak dan menyahut, "Ya, berapa kamu menjualnya?"

Alya bisa menebak, selama itu sesuai dengan minatnya, dia pasti rela menghabiskan banyak uang untuk membeli berita.

Alya tersenyum dan berkata, "Seratus ribu untuk sepotong informasi. Mari kita lihat berapa banyak informasi yang kamu inginkan."

"Sialan, ini sangat mahal. Kenapa kamu tidak merampokku sekalian saja?" ucap Ira. "Kamu itu sahabatku, seharusnya itu gratis," imbuhnya lagi.

"Apakah kamu tidak menginginkannya? Jika kamu tidak menginginkannya, aku akan pergi dan mencari orang lain," ancam Alya.

"Ya, ya, ya! Kembalilah ke sini!"

Alya menarik Ira untuk duduk bangku taman di area kampusnya. Mereka segera melakukan bertukar informasi dengan uang tunai.

"Golongan darah?"

"Tipe AB." Alya menjawabnya.

"Dia suka makan apa?"

"Lebih ke arah makanan ringan."

"Majalah apa yang biasanya dia suka baca?"

"Hal- hal bisnis dan militer dan sebagainya," ucap Alya.

"Apa hobinya?"

"Dia punya banyak hobi. Pertanyaan selanjutnya."

"Lalu bagaimana dengan ukuran tubuhnya?" Ira bertanya lagi.

"Ini bisa dianggap sebagai pertanyaan pribadi, maka aku minta lima ratus ribu," ucap Alya.

"Tidak mau," tegas Ira.

"Pertanyaan semacam ini itu sulit didapat, mau nggak kamu?"

"Alya, kita membuat kesepakatan! Kamu tidak bisa menaikkan harga sesukamu!" erang Ira. Ini sama saja pemerasan, andai ini bukan tentang putra pewaris Damaputra ia ingin menghabiskan tabungannya.

Alya memasang ekspresi liciknya dan berkata, "Ira, jika aku menjual berita semacam ini ke majalah gosip, harga yang mereka tawarkan akan jauh lebih tinggi dari kamu. Harga segitu sudah menjadi

harga bersahabat."

Ira ragu- ragu sebelum berkata, "Baik! Empat ratus ribu kalau begitu! Aku akan membayar!"

"Kamu memang cantik dan pantas jadi orang kaya kelak," puji Alya seraya ia mengambil uang itu.

Kini tubuh telanjang Dama tiba- tiba terlintas di benak Alya. Ototnya yang kuat dan kencang, otot perutnya yang menonjol, dan tubuh laki-lakinya yang sempurna yang penuh dengan kejantanan. Wajahnya entah bagaimana mulai memanas. Segera, ia menelan air liurnya untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering.

"Dia memiliki tubuh yang tinggi, dada seperti roti sobek, lengan yang sangat kekar. Pas untuk dipeluk," ucap Alya masih ingat betul apa yang mereka lakukan tadi malam.

"Ukuran tubuhnya …." Alya menggantung ucapnya.

Ira menelan ludah, menjilat bibirnya, dan mulai membiarkan imajinasinya menjadi liar saat mendengar penjelas Alya.

Alya sedang menghitung uang di tangannya. Ia melirik Ira dan mengerutkan kening melihat ekspresinya.

"Sungguh mesum perempuan!" gumam Alya dalam hatinya.

"Kalau tak ada lagi aku akan pergi sekarang," ucap Alya bangkit dari duduknya.

Alya bersyukur setidaknya ia mendapatkan uang tambahan satu juta, akan ia gunakan uang itu untuk menabung.

Saat Alya berbicara, Ira yang tersadar dari khayalan, ia seketika  bangkit dan pergi.

"Tunggu!" teriak Ira.

Alya berbalik dan bicara sambil sedikit berteriak, "Apalagi yang ingin kamu ketahui?"

"Ada desas-desus bahwa Tuan Dama diam-diam menikah. Apakah kamu punya informasi tentang itu?"

Alya melirik Ira, "Kamu mau tau itu benar atau tidak?"

Ira mengangguk.

"Mau tahu?" ucap Alya memastikan lagu.

"Baik. Aku akan menambahkan sepuluh lima ratus ribu," sahut Ira.

Alya tersenyum dan berkata, "Ira Maya, jangan terlalu naif. Pertanyaan semacam ini bernilai satu juta."

"Ini penipuan!" kata Ira dengan menahan emosinya.

"Oh tidak, kamu salah. Bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa aku menipumu? Ini masalah kesepakatan bersama. Kamu memberi aku uang, dan aku akan memberikanmu informasi. Ini tidak lebih dari transaksi, ini bisnis seperti biasa. Kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan dariku, dan aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan," ucap Alya.

Ira terdiam.

Alya tersenyum dan melambaikan tangan,  "Sampai jumpa! Ingatlah untuk datang kepadaku lagi jika ingin mengetahui lebih detail tentang informasi Dama."

"Alya, kembalilah!"

"Jika aku kembali, pasti akan dicaci maki sama dia. Lebih baik aku pergi!" batin Alya, ia mempercepat langkah kakinya dan pura-pura tidak mendengar teriak Ira.

"Hei, katakan padaku, bagaimana kamu tahu tentang semua hal ini?" teriak Ira penasaran.

"Berhenti di sana! Kamu tidak bisa pergi kecuali kamu menjelaskannya! Kalau tidak, kembalikan uangku!" teriak Ira lagi.

Ira melangkah untuk mengejar Alya.

"Sialan!" Alya melirik Ira yang terus mengejar di belakangnya.

Saat Alya bingung akan kejaran Ira, ia melihat Melody. Ia pun menghampiri dia untuk meminta pertolongan pada dia.

"Tolong aku," bisik Alya.

Melody mengangkat alisnya dan menatap Ira, sementara Ira menelan ludah dalam-dalam dan pergi meninggalkan Alya dan Melody.

"Ikuti aku." Melody berbicara sambil memberikan tatapan dingin.

"Oke."

Melody membawa Alya keluar area kampus, ia mengajaknya ke warung mie ayam yang berada di trotoar jalan.

"Makan siang ini, aku yang traktir. Kamu bisa memesan apa pun yang kamu mau," ucap Alya dengan bangga, ia meletakkan uang yang diperoleh dari Ira di atas meja.

Melody mengeluarkan sepasang sumpit dan berkata sambil tersenyum tipis, "Apakah kamu kaya sekarang?"

"Haha, aku baru saja mendapatkannya."

"Berapa banyak yang kamu hasilkan?"

Alya mengerucutkan bibirnya. "Ira terlalu pelit. Aku tidak bisa menghasilkan banyak uang darinya."

"Alya Ramadhani!" Melody menggebrak meja dan tiba- tiba meninggikan suaranya.

Alya melompat karena terkejut, sehingga ia mengusap dadanya.

"Ehm, ada apa?"

"Hentikan aktingmu!" Melodi menatap Alya dengan tatapan garangnya.  "Kapan kamu akan berhenti melakukan bisnis seperti ini?"

"Ini bisnis menguntungkan bagiku," jelas Alya.

"Bisnis?" Melody tampak sangat kecewa pada Alya. "Kamu selalu membawakan barang belanjaan untuk dibawa pulang seharga seratus ribu, dan kamu membelikan mereka minuman dan hanya mendapat lima ribu per botol. Kamu bahkan membeli pembalut untuk mereka dari supermarket. Tak hanya itu kamu juga mau disuruh membelikan mereka k*nd*m untuk mereka," kesal Melody.

Alya menutupi mulut Melody dan berkata, "Pelankan suaramu. Yang lain menatapku. Ini sangat memalukan."

Melody dibuat terdiam.

"Baik, aku memang tahu ini salah. Liburan kita sudah dekat. Aku akan berhenti melakukan bisnis perdagangan yang biasa-biasa saja ini. Aku bisa mendapatkan banyak uang dengan pekerjaan paruh waktu yang akan aku ambil di cafe," ucap Alya.

Ia melakukan  semua ini karena ayahnya yang berada di rumah sakit, serta ia butuh biaya hidup dan biaya kuliahnya. Semuanya butuh uang. Ia tidak bisa bertahan hidup di dunia ini jika ia tidak punya uang. Meskipun uang yang diperoleh tidak banyak, ia yakin suatu saat akan mampu mengumpulkannya. Suatu saat nanti ia berniat mengambil alih biaya pengobatan ayahnya, dan membayar kembali hutangnya kepada Keluarga Damaputra agar kontrak pernikahan mereka berakhir.

Melody menghela nafas dan melepas tangan Alya yang ada di lengannya. Ia menatapnya dengan intens.

"Lalu, jelaskan padaku, kenapa kau tahu banyak tentang informasi pribadi Ken Ragen Damaputra?

Mata Alya membelalak. "Melody, apakah kamu menguping pembicaraanku dengan Ira?"

"Bagaimana kamu bisa menyalahkanku?"

Melody dari tadi sejak Ira dan Alya duduk ia sudah ada disana, sayangnya mereka tidak memperhatikan dirinya yang dari tadi duduk sambil membaca buku. Maka ia tidak bisa dikatakan  menguping.

Wajah Melody terpelintir dengan jijik. menguping? Saya berjemur di bawah sinar matahari dan Anda pergi ke sana

membuat kesepakatan yang curang di belakangku.

Alya mengerucutkan bibirnya.

"Katakan yang sebenarnya. Bagaimana kamu tahu sesuatu yang bahkan gosip di majalah itu tidak ada?"

Melody mengangkat wajah Alya agar menatapnya, "Jangan bilang kamu tertarik pada tuan muda yang kaya dan berkuasa itu, sama seperti Ira, bukan?"

"Hah?"

"Apakah karena kamu juga menyukai Dama? Itu sebabnya kamu melacak gosip seperti ini! Kamu bahkan tahu makanan apa yang dia suka!"

Alya tersedak minumannya.

"Benarkan kamu menyukai dia?" selidik Melody.

"Tidak, aku tidak menyukainya, sama sekali tidak!" ucap Ayla cepat. "Mana mungkin aku jatuh cinta sama dia, aku ini sadar diri. Aku siapa dan jatuh cinta sama siapa?" imbuhnya lagi.

"Aku tahu kamu sedang menyembunyikan  sesuatu dariku," kata Melody.

Alya terdiam.

Di  jalan utama, Anthony melirik pria yang sedang melihat dokumen di kursi belakang dari kaca spion. Setelah berpikir sejenak, ia memberanikan membuka percakapan.

"Tuan Muda," ucapnya pelan dan Dama

mengangkat kepalanya menatap dirinya.

"Wanita itu sepertinya nyonya," ucap Anthony mengarahkan jari telunjuk tangannya ke arah seberang sana.

Tangannya tiba-tiba sedikit gemetar, dan pena tanda tangan hitam itu langsung berhenti. Dama mendongak ke arah yang ditunjuk Anthony. Kedua netranya mengikuti seorang gadis tinggi dan ramping yang sibuk mengobrol dan memakan.

Dama mengalihkan pandangannya, menutup dokumen itu, dan berkata, "Apakah kamu sudah tahu siapa yang mengambil foto-foto yang ditayangkan di berita tadi malam? Mengapa stasiun TV berani menyiarkannya?"

Anthony mengangguk dan berkata, "Aku menemukannya."

"Singkirkan paparazzi itu. Aku tidak ingin melihatnya di negeri ini lagi. Adapun TV swasta, hubungi para pemimpin dan minta mereka untuk menghapusnya. Mereka meminta izin padaku dulu sampai aku memberikan izin untuk menyiarkan atau tidak," jelas Dama.

Anthony duduk tegak dan memperhatikan pria yang memasang wajah dingin itu.

"Tuan, sebenarnya alasan stasiun TV berani menyiarkan berita tadi malam adalah karena ada yang turun tangan dalam kasus ini."

Dama mengangkat alisnya, "Siapa?"

Anthony menyebutkan sebuah nama sesuai informasi yang didapatkan, "Lina Mardiana."

Wajah Dama tiba- tiba menjadi dingin, dan ada kilatan sedingin es di matanya.

"Dia?"

Mengetahui tuan mudanya sangat marah sekarang, Anthony berkeringat dingin dan tidak berani berbicara lagi.

Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Anthony perlahan melaju ke mobilnya kembali.

"Tuan Dama, apakah Anda ingin menelepon Nyonya dan menjemputnya?" tanya Anthony untuk memecahkan kesunyian setelan ketegangan barusan.

Dama mengangkat matanya dan melirik sinis ke arah Anthony, "Apa mulut kamu tidak bisa diam?! Kamu terlalu banyak bicara seperti wanita saja."

Di dalam hatinya, Anthony merutuki dirinya sendiri kini ia hanya bisa mengangguk patuh.

"Kalau begitu jangan banyak bicara!"

"Ya."

"Hubungi dia dan minta dia keluar," ucap Dama beberapa saat kemudian.

"Hah?" ucap Anthony bingung.

"Kamu tidak hanya terlalu banyak bicara, tetapi kamu juga tuli?" hardik Dama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!