Bab 13

Malik semakin sibuk, ditambah lagi ada orang yang tiba-tiba memborong dagangannya karena menurut orang itu, cilok dagangan Malik beda dari yang lain. Jelas beda, karena punya Malik bebagai rasa dan tekstur cilok yang selalu tetap sama, kenyal dan lembut.

Sampai jam 15:20 WIB, akhirnya keduanya bisa duduk dengan selonjoran. Walaupun dapur masih berantakan, meja pun masih kotor. Tapi, seenggaknya mereka berdua bisa bernapas lega saat hari masih terang dan semuanya sudah terjual.

Malik meminum kopi yang tadi di buatkan oleh sang adik. Kopi sejuta umat yang bergambar kapal. "Ka, nanti kamu yang beresin ya, aku harus pergi." ujarnya pada Mika.

Mika melirik kesal. "Yang benar saja, Mas! Sebanyak ini, masak aku yang beresin." gerutu sang adik.

"Lagian, pergi-pergi terus, perasaan akhir-akhir ini, kamu." lanjut Mika. "Ke mana sih? Semalam juga, Alika telpon, nanya-nanya kira-kira sudah sampai apa belum Mas Malik dari sini." sambungnya.

"Semalam, Giska telepon kamu?" tanya Malik.

Mika mengangguk, lantas meminum kopi miliknya. Setelah menaruh kembali di atas meja, barulah ia kembali bicara. "Iya, nanyain Mas Malik. Mampir ke mana memangnya, sampai aku yang pulang terakhir sudah sampai, Mas Malik yang pulang duluan nggak sampai-sampai."

Malik mengembuskan napas nya kasar. Semalam, Sarah mengalami kontraksi palsu dan menelpon dirinya saat baru menjalankan mobilnya dari kedai. Padahal, ia niatnya ingin menjemput Giska, ingin melihat wajah istrinya yang sangat menganggu matanya selalu.

Namun sayang, gara-gara perut Sarah yang mengalami kontraksi palsu, akhirnya ia harus ke sana dan melupakan Giska. Dan kenapa Malik tidak menjawab panggilan Giska, karena, dia berada di puskesmas, jadi, dia tidak bisa menjawabnya. Lagipula, ponselnya hanya getar tidak bernada dering, itu makanya ia tak mengerti. Ditambah lagi ponselnya tertinggal di dalam mobil.

"Malah, diem. Ke mana Mas?" ternyata, Mika masih penasaran dengan sang kakak.

Malik tak menjawab, ia justru beranjak dari duduk nya dan mulai beres-beres. Ia ingin segera membersihkan kedai dan pergi menemui istrinya. Walau tak harus bicara panjang lebar, namun jika sudah melihat wajahnya, rasanya ia sudah tenang.

Mika yang masih duduk di sana benar-benar heran melihat sang kakak yang kini sibuk ke sana kemari membersihkan dapur. Dari membersihkan meja yang penuh tepung, sampai mencuci panci besar yang tadi di pakai untuk merebus cilok. Lanjut mencuci panci yang biasanya terpajang di depan.

Akhirnya, Mika tak enak jika membiarkan sang kakak bekerja sendirian. Ia lantas bangun dan mulai membantu. Sampai akhirnya semua selesai dan Malik pamit. Meninggalkan Mika yang masih mengepel lantai, karena tadi dirinyalah yang menyapu. Ah, kakak adik yang benar-benar kompak. Ajaran Mama Yuni dan Bunda Anugrah memang keren. Walaupun keduanya anak laki-laki, tapi mereka selalu mengajarkan pekerjaan yang bersifat untuk perempuan.

Kini, Malik sudah sampai di depan Toko Anugrah Muslimah. Namun, keadaan sangat sepi, bahkan tutup. Dahi Malik berkerut seketika, apakah istrinya itu menutup tokonya hari ini?

Malik lantas kembali menjalankan mobilnya menuju rumah, dan ya ... begitu sampai ia bisa melihat motor istrinya di teras. Itu berarti, istrinya ada.

Namun, saat ia sampai di depan pintu, ternyata terkunci. Akhirnya ia mengetuk pintu dan mengucap salam. Namun, sampai lama ia di sana, tidak ada jawaban dan pintu tidak di buka. Lalu, Malik pun mencoba dengan kunci cadangan yang ia pegang.

Pintu terbuka, Malik heran saat kuncinya bisa memutar sempurna. Itu menandakan kalau ternyata pintu nya di kunci, dan anak kunci nya tidak terpasang di sana. Tak banyak berpikir, Malim lantas masuk, mencari keberadaan istrinya.

Pertama ia melihat ke kamar, karena jarak ruang depan ke kamar lebih dekat dari pada ke dapur. Namun ternyata kosong. Lanjut ia mencoba mencari ke dapur, pun sama tidak ada Giska di sana. Terakhir, ia mencoba ke tempat jemuran, dan kosong tidak ada orang di sana, hanya ada beberapa lembar pakaian yang tengah di jemur.

"Ke mana ya?" tanyanya entah pada siapa. "Motornya ada," ucapnya lagi. Malik pun lantas kembali ke kamar, ia membuka lemarinya, tidak ada tanda-tanda Giska kabur. Karena isi lemarinya masih penuh.

Malik mengembuskan napas kasarnya, lantas ia membawa dirinya untuk rebahan di ranjang. Ranjang yang tak pernah ia pakai bersama dengan sang istri. Ranjang yang selalu ia datangi saat istrinya sudah terlelap.

Lama, Malik di sana. Sampai rasa bosan menghampiri nya. Demi untuk menghilangkan rasa bosannya, Malik lantas mengambil ponselnya. Membuka sosial media sang istri yang tidak ada isinya selain baju-baju jualannya.

Lalu ia duduk, membuka room chat nya dengan Giska. Ia membaca pesan-pesan yang tak pernah ia hapus. Sampai pada gambar kiriman dari Giska saat mereka menikah. Di pelaminan indah, bertabur bunga dengan senyum yang indah merekah. Mengalahkan bunga-bunga hiasan yang terpajang di sana.

Sudut bibir nya terangkat, saat mengingat momen sakralnya dengan sang istri tercinta. Mengingat betapa bahagia dan bingung yang ia rasakan bersamaan di waktu itu. Tidak ada yang tahu, di balik senyum indahnya ada beban yang harus ia tanggung. Beban yang kini turut menyakiti hati istrinya.

"Huh...." Malik kembali mengembuskan napas kasar. Ia lantas beranjak, rasanya sudah sangat lama ia menunggu. Tapi, sang istri tak kunjung pulang. Bahkan hari hampir magrib.

Malik lantas keluar rumah, ia berharap tiba-tiba istrinya muncul. Tapi nyatanya, sampai adzan Maghrib berkumandang Giska tak kunjung terlihat.

Akhirnya, lelaki 27 tahun itu masuk kembali ke dalam dan shalat. Niatnya, nanti setelah shalat ia akan mencari Giska nya itu ke kostan Rere dan Lisa.

..._-_-_-_...

Dan kini, ia pergi menggunakan motor Giska. Seusai shalat ia langsung pergi. Ia berharap Giska di sana dan pulang bersamanya. Membayangkan pulang bersama menikmati malam sembari boncengan. Ah, indah sekali jika inginnya jadi kenyataan.

Tapi sangat si sayangkan. Karena, begitu ia sampai di sana, apa yang di katakan kedua karyawati istrinya itu membuat nya semakin heran dan penasaran.

"Maaf, Pak. Tapi, tadi pagi, saya dan Lisa menunggu di depan toko sampai siang, dan Ibu sama sekali tidak datang." begitu ujar Rere.

"Benar, Pak. Saya coba telepon juga tidak di angkat sama sekali. Padahal biasanya, sekali telepon Ibu langsung menjawabnya." tutur Lisa.

"Makanya, kita langsung pulang. Kita berpikiran mungkin, Ibu Giska sakit, makanya tidak ke toko." sambung Lisa.

Malik mengangguk dan berlalu serta berterimakasih karena sudah menemuinya. Sekarang ia tak mengerti ke mana sang istri pergi. Lalu, dengan hati yang berdebar ia mencoba menelpon nomor Giska. Namun tidak tersambung.

Dalam hatinya bertanya, 'ke mana sebenarnya kamu Gis?'

Terpopuler

Comments

Mom Dian

Mom Dian

kemana Giska yaa, apa pergi ke rumah sarah? nih kerjakan tts lagi yaa thor

2023-03-03

0

Neulis Saja

Neulis Saja

why are you care? after she was gone

2023-02-20

0

Buna_Qaya

Buna_Qaya

kalau ada apa-apa sama Giska, tak pites kamu Malika. tak rebus, tak jadiin kecap biar kapok😡

2023-02-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!