...Masa lalu adalah bayangan gelap yang kerap Bergelayut dalam ingatan...
"Maaf bukan maksud Mama untuk nggak ngelanjutin hubungan sama Papa. Tapi...,'" Mama memegang bahu Devan, menatap Devan dengan tatapan serius.
“Tapi, keegoisan Mama jauh lebih besar daripada keinginan Mama untuk tetap tinggal bersama Papa, kang Iya, Devan tahu,” tanggap Devan ketus memotong ucapan Mama, “ Devan udah tahu akhirnya bakalan kayak gini, kok.”
Mama menghela napas, “Kalau kamu udah seumur Mama, kelak kamu bakalan ngerti gimana Perasaan Mama dan Papa. Kenapa pada akhirnya kita memilih Pisah, cerai, dan nggak tinggal bersama lagi."
“HAHAHAHA....” Devan berusaha tertawa keras, “Mama dan Papa itu aneh, ya Bilang kalau kelak Devan bakalan ngerti kenapa Mama dan Papa bisa Pisah Nggak ! Sampai kapan Pun Devan nggak akan mau ngerti hal itu. Karena kalau udah seumuran Mama dan Papa, Devan nggak mau ikuti jejak Mama dan Papa."
“ Devan, Mama tahu ini Pasti berat buat anak seumuran kamu. Tapi—"
“Berat untuk anak SMP, kelas 9, yang mau UN, kayak aku. Pada saat orangtua lain sibuk semangatin anaknya, membakar semangat anaknya, Mama dan Papa malah sibuk membakar emosi Devan. Mama tahu nggak Makasih untuk beban Pikiran nggak Penting kayak gini. Ganggu banget, Mah. Asli.”
“Dulu, Devan sayang sama Mama. Mama yang biasa Peluk Devan dan ajak main Devan. Tapi, sekarang, Mama bukan yang dulu lagi. Mama udah kayak monster buat Devan. Maaf, Ma, kalau Perkataan Devan kasar begini dan nyakitin Mama. Lebih baik Mama jangan ganggu Devan lagi. Devan nggak mau jadi anak yang durhaka.” Devan bersiap meninggalkan ruang tamu, dia berjalan ke atas untuk mengambil Perlengkapan Musik yang belum Pernah dia gunakan sebelumnya.
“ Devan dengerin Mama dulu!” Panggil Mama dengan nada suara yang semakin meninggi, “Kamu nggak hormatin orang tua kamu kalau gini caranya."
“Harus, ya, Devan hormati orang yang nggak Pernah menghormati Pernikahan dia sendiri Nggak Pernah menghormati Perasaan anaknya Harus” Devan berlari ke kamar, membuka Pintu kamarnya, dan mengambil Perlengkapan Musik yang belum Pernah dia gunakan.
“ Devan, Mama belum selesai ngomong.”
Setelah menuruni anak tangga, Devan kembali berjalan mendekati ruang tamu untuk menemui Mama, “Dari dulu, Devan mau balikin Perlengkapan Musik ini ke Om Broto. Bilang sama dia, Perlengkapan Musik Devan sudah cukup yang dari Papa. Devan nggak Perlu alat-alat Musik yang super-canggih kayak gini. Jangan lupa kasih tahu, nggak usah caper sama Devan. Beliin ini-itu. Kelak, Devan bakalan usaha buat beli segalanya sendiri, kok, nggak butuh bantuan Om Broto."
“Kamu harus jauh lebih sopan, ya, sama orangtua!” Mama mulai membentak.
“Oh, sejak kapan ada aturan buat seorang anak harus sopan sama selingkuhan orangtuanya Astaga Mama jangan bercanda deh.” Devan mengangkat langsung Peralatan Musik yang dihadiahkan oleh Om Broto kepadanya. “Mama bisa angkat sendiri atau Devan anterin ke mobil dia yang ada di depan rumah”
“Cukup, Devan” Mama berdiri dari tempat duduknya, “Kamu ini didikan Papamu, makanya nggak sopan sama orangtua."
“Aku ini didikan Papa karena Papa jauh lebih sering di rumah daripada Mama, kan. Kalaupun aku nggak sopan, nggak masalah, yang jelas aku bukan orang munafik yang menyia-nyiakan Pernikahan, suami, dan anaknya sendiri."
Devan berjalan keluar rumah, membawa Peralatan Musik, dan membuka Pintu mobil Om Broto. Di bagian belakang mobil, sudah Penuh Peralatan barang milik Mama, beserta koper-koper besar. Devan tersenyum ke arah Om Broto dan meletakkan Peralatan Musik Pemberitaan Om Broto.
“Lho, kok, dibalikin, Nak,” ucap Om Broto sembari membalikkan kepalanya ke jok mobil bagian belakang.
“Yang lama masih bagus, kok, Om. Lagian juga ini terlalu mewah. Ngeri malah rusak karena aku nggak bisa Pakainya,” jawab Devan dengan senyum, “Gimana, Om, resepsi Pernikahan kemarin Lancar,"
Om Broto langsung tersenyum, mencoba memasang sikap ramah mungkin, “Ramai. Lancar.”
“Oh, kayak jalan tol aja, ya, ramai lancar.” Devan terkekeh, “Makasih, ya, Om, buat alat Musiknya. Maaf, Devan nggak bisa terima.”
Seperti memahami Perasaan Devan, Om Broto hanya membalas dengan senyum singkat, “Iya, nggak apa-apa, mungkin lain waktu, kalau kamu siap nerimanya, bakalan Om antar ke rumah kamu, ya."
Devan tidak menjawab, “Titip Mama, ya, Om. Jangan dibikin nangis.”
Om Broto terdiam sesaat, menatap wajah
Devan beberapa saat. Ucapan Devan membuat hatinya bergetar. Dia tidak menyangka, anak seumuran itu, bisa menerima Perpisahan orangtuanya dengan cukup lapang.
Belum sempat Om Broto membalas ucapan Devan, namun Devan sudah lebih dulu meninggalkan mobil. Dia melihat Mama sudah keluar dari Pintu rumah, berjalan ke arah mobil milik Om Broto.
Devan melirik sesaat ke arah Mama, namun Mama hanya berjalan lurus-lurus tanpa menatap Devan. Devan masuk ke Pagar rumah, kemudian menutup Pagar dengan cepat. Sungguh, sebenarnya, dia sangat ingin menangis. Tapi, Papa bilang, seberat apa pun masalah, Pria tidak boleh menangis. Jika dia nampak lemah di depan seorang cewek, maka dengan apalagi dia bisa menunjukan Pada cewek bahwa dia adalah laki-laki kuat
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Anonymous
lanjut Thor
2023-01-13
0
Miko
jangan lupa Thor updatenya
2023-01-13
0
Nia
jangan lupa Thor updatenya
2023-01-13
0