Zoya masih terus mengikuti Ridwan, hanya saja kini ia lebih menjaga jarak sebab tatapan lelaki itu lumayan membuatnya takut. Ingin tak peduli dan mengabaikannya begitu saja tapi entah kenapa hati kecilnya tak mengizinkan. Kehilangan saudara sepupu yang meninggal akibat bunuh diri karena putus cinta membuatnya trauma. Bukan hanya perkara trauma karena ditinggal sepupu saja, lebih pada tak tega pada orang-orang yang ditinggalkan. Zoya tak bisa membayangkan jika sampai lelaki yang sampai saat ini belum ia ketahui namanya itu benar-benar bunuh diri. Bagaimana nasib keluarga yang ditinggalkan? Terlebih ibunya.
Karena terlalu larut dalam pemikiran, Zoya sampai tak menyadari jika Ridwan berhenti mendadak hingga akhirnya dahinya tepat menabrak punggung lelaki itu.
“Gue kan udah bilang jangan ngikutin! Masih aja ngebuntut lo!” ketus Ridwan.
Zoya mengusap keningnya yang lumayan sakit, kemudian tersenyum tanpa mengeluh sakit sedikit pun. “Aku nggak ngikutin Mas nya kok, emang aku pulangnya lewat sini.”
“Oke kalo gitu gue lawat jalan lain aja.” Ridwan berbalik berjalan ke arah yang berlawanan.
Zoya gelagapan karena lelaki itu putar arah, ia takut Ridwan kembali ke jembatan dan melanjutkan aksi bunuh diri yang tadi ia gagalkan. Ia kembali mengikuti Ridwan, tak apalah jika nanti kena marah lagi yang penting niatnya baik.
Ridwan sadar betul jika gadis yang membawa tas jinjing besar itu masih mengikutinya meskipun dia tak menengok sama sekali. Sengaja supaya Zoya lelah Ridwan berjalan tak jelas kesana kemari, niatnya tentu saja supaya gadis itu berhenti mengikutinya. Alih-alih berhenti diikuti justu dirinya sendiri yang kelelahan karena muter-muter tak jelas. Alhasil ia masuk ke indo April dan mengambil satu botol air mineral.
Di depan kasir Ridwan mematung, ia baru sadar jika tak membawa dompet sama sekali karena dengan bangganya benda itu ia berikan pada Mami Jesi sebelum pergi. Hanya sisa beberapa rupiah saldo e-money nya namun raib bersama HP yang terjatuh ke sungai.
“Bayar sekalian sama punya aku, Mba.” Ucap Zoya yang baru saja meletakan air mineral dan dua bungkus roti rasa cokelat. “jadi berapa?” tanyanya seraya berusaha mengambil dompet dari tas kecil di punggungnya.
“Maaf Mas, aku minta tolong pegangin sebentar.” Karena kesulitan, Zoya menyerahkan tas jinjingya pada Ridwan. Lelaki itu tak berkomentar hanya menerima tas jinjing lumayan besar yang sedari tadi di bawa Zoya.
“Pantesan kuat ngikutin jauh juga, ternyata ini tas enteng.” Batinnya.
Selesai membayar Zoya mengajak Ridwan duduk di kursi yang terdapat di depan Indo April. “Duduk dulu Mas, ntar kita lanjut lagi muter-muternya. Cape.” Ia tersenyum sambil mengeluarkan air mineral dan roti yang dibeli.
“Minumnya.” Lanjutnya sambil menyodorkan air mineral ke sisi Ridwan.
“Makasih.” Ucap Ridwan lalu meneguk air miliknya.
“Ternyata Mas nya bisa bilang makasih juga. Gitu dong Mas jangan galak-galak.” Ledek Zoya.
“Hm.” Balas Ridwan irit.
“Sama rotinya juga dimakan Mas.” Ucap Zoya. “Eh sebentar ada Bu Salma, kebetulan.” Zoya membuka tas jinjingnya dan mengambil satu buah kotak bekal kemudian ia masukan pada paper bag.
“Nitip dulu, Mas. Jangan kemana-mana yah.” Ucap Zoya sebelum pergi.
“Eh ketinggalan katalognya.” Baru beberapa langkah gadis itu sudah kembali lagi untuk mengambil katalog yang dari covernya saja terlihat tak asing bagi Ridwan.
Ekor mata Ridwan reflek mengikuti kemana Zoya pergi. Gadis itu menghampiri ibu-ibu yang baru saja keluar dari indo april bersama seorang anak kecil. Zoya terlihat sangat ramah sambil sesekali tersenyum seraya menunjukan katalog yang ia bawa. Terakhir gadis itu menerima uang dan kembali duduk di dekatnya dengan senyum sumringah.
“Alhamdulillah rejeki nih, Mas.” Zoya memasukan empat lembar uang berwarna merah yang baru saja ia peroleh. “Nggak sia-sia aku ngikutin Mas nya kesana kemari eh ujung-ujungnya ketemu langganan disini. Sekalian nganterin pesenan beliau plus dapat pesenan baru. Emang yah kalo niat baik tuh selalu dapat balasan yang baik juga.” Ocehnya sendiri.
“Berhubung aku dapat rejeki banyak nih hari ini, Mas nya mau makan apa biar aku tlaktir deh.” Tawar Zoya.
“Tapi jangan yang mahal-mahal yah.” Imbuhnya sambil tersipu.
“Gue nggak lapar.” Jawab Ridwan, tapi perutnya tak bisa berdusta. Cacing-cacing di perutnya berbunyi hingga terdengar oleh Zoya.
“Oke deh Mas nya nggak laper tapi cacingnya lapar. Batagor aja yah?” tawar Zoya. Ia langsung memesan batagor yang mengkal di depan indo April.
Sambil menunggu pesanannya datang, Zoya mencatat list produk yang diinginkan pelanggannya kemudian mengirim pesan ke perusahaan.
“Alhamdulillah hari ini mantap banget.” Ucap Zoya lirih.
“Mas namanya siapa? Dari tadi diem aja. Beneran patah hati yah, Mas?”
“Kenalin, aku Zoya.”
“Kalo Mas nya nggak mau ngomong yah nggak apa-apa, yang penting jangan bunuh diri aja.”
“Nama gue Ridwan. Gue nggak ada niat bunuh diri, jadi please jangan bahas itu terus. Gue juga nggak patah hati, cuma lagi ribut aja sama nyokap jadi males pulang.” Jawab Ridwan.
Zoya mengangguk seolah paham. “Oh gitu…”
“Aku nggak mau kepo sih kenapa Mas Ridwan ribut sama ibunya Mas. Tapi aku punya solusi nih yang bisa bikin emak-emak seketika bahagia.” Lanjutnya.
“Apa?”
Zoya tersenyum lalu mengeluarkan set pengukus makanan berwarna hijau dari tas jinjingnya. “Nih Mas kenalin kukusan loveware. Produk best seller yang disukai emak-emak, ibu Mas pasti langsung maafin kesalahan Mas Ridwan kalo dikasih ini.” Zoya langsung menjelaskan keunggulan produk di depannya.
Panjang lebar gadis itu berbicara hingga pesanan batagor yang datang sampai dingin. Karena tanggapan Ridwan biasa saja bahkan terkesan tak tertarik, Zoya beralih mengambil katalognya dan menunjukan aneka produk lain hingga kuping Ridwan terasa panas mendengarnya.
“Jadi Mas Ridwan mau yang mana? Kalo sekarang Mas nggak pegang uang bisa kredit deh tapi harganya sedikit beda. Beda dikit banget tapi dijamin oke deh.” Ucapnya begitu semangat dengan mengacungkan kedua jempol.
Ridwan hanya menghela nafas Panjang, “pantesan ngoceh mulu dari tadi nggak cape-cape, ternyata sales. Mana sales produk dari perusahaan Papi pula” Batin Ridwan.
“Mas kok malah diem aja? Mas mau yang mana? Jangan bilang Mas bingung milih produk terus pengen sama yang jualannya aja yah?” ledeknya tanpa malu.
Ridwan yang sedang meneguk air mineral karena merasa cape mendengar ocehan Zoya mendadak tersedak. “Ya ampun sales produk Papi gue bisa kelewat PD kayak gini.” Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
senja
sambil nungguin si devva sama shaka up date...ngulang kinder joy sama rid rid /Facepalm//Grin/
2024-03-08
0
Hikmah Nayla
mangkal gaisss
2023-12-31
0
Hikmah Nayla
traktir
2023-12-31
0