Dari dalam kamar Ridwan bisa mendengar Mami Jesi yang sedang ngoceh-ngoceh di luar sana, bisa dipastikan telinga Papi Rama pasti sudah panas. Seolah tak peduli dengan keramaian di ruang tamu, Ridwan memilih mengambil earphone dan memasangkannya di telinga. Kedua jarinya mulai asyik dengan benda pipih yang menyala di kegelapan kamar.
“Kak Ridwan tega banget nggak datang di ulang tahun aku. Aku laporan ke Mami Jesi loh besok.” Notifikasi chat masuk dari Lea yang muncul di bagian atas layar membuatnya geram. Tepat jam dua belas malam dan membuat karakter yang sedang ia mainkan mati.
Ridwan tak membalas chat tersebut seperti biasanya. Ia hanya tersenyum ilfeel sambil mengubah setelan ponselnya ke mode game sehingga tak ada yang bisa menganggu kesenangannya. “Gue diemin selama ini, gue kira tuh anak beneran lugu kayak kata Mami. Eh taunya covernya doang lugu aslinya kelewat suhu.” Batin Ridwan.
Selama menjalin hubungan dengan Lea dirinya memang tak pernah ambil pusing. Sekedar menuruti keinginan Mami Jesi supaya tak terus-terusan berisik. Pertunangannya dengan Lea pun termasuk singkat karena setelah dua minggu berkenalan ia langsung menyetujui keinginan sang Mami. Cinta? Entahlah, selama ini Ridwan hanya ingin membuat mami nya bahagia saja. Ia menurut karena Kakaknya saja hidup bahagia dengan lelaki yang dipilihkan Mami Jesi sejak mereka masih sangat kecil.
Di mata Mami Jesi, Lea adalah gadis super lugu, polos dan baik. Ditambah latar belakang gadis itu dari keluarga yang lumayan ternama dan salah satu patner bisnis suaminya. Masalah popularitas keluarga bukan merupakan alasan Mami Jesi memilih Lea sebagai calon menantunya, pengalaman dikhianati sahabat dan mantan pacarnya dulu membuat Mami Jesi super hati-hati. Melihat tidak adanya ambisi keluarga itu terhadap kekayaan yang membuat Jesi memilih keluarga Lea menjadi calon besannya.
Sampai adzan subuh berkumandang barulah Ridwan mengakhiri permainan game onlinenya. Ia lantas shalat kemudian memejamkan matanya sebentar. Kurang tidur setiap hari bukan hal baru untuknya, sejak SMP dirinya memang sudah kecanduan game online. Bahkan piala dan sertifikat penghargaan atas kemenangan game nya lebih banyak dibandingkan prestasinya di bidang akademik.
Pagi harinya Ridwan bergabung ke meja makan tepat waktu, meski tidur pagi tapi tak ada sejarahnya seorang Ridwan bangun kesiangan. Rahasianya tentu saja dengan tidur siang yang teratur.
“Udah bangun kamu?” sapa Papi Rama begitu putranya datang.
“Mami kan udah bangun dari tadi, Pi. Kok pake nanya sih. Ini kopinya.” Mami Jesi meletakan kopi hitam tanpa diaduk pesanan suaminya.
“Makasih, Mi. Papi ngomong sama Ridwan bukan sama Mami.”
“Ridwan? Siapa Ridwan? Mami nggak kenal tuh.” Ketus Jesi sambil mengisi piring Papi Rama dengan lauk pauk. Meski matanya jelas-jelas menatap Ridwan dengan kesal tapi ia berlaku seolah anaknya tak ada disana.
“Ya ampun Mami… Ridwan anak kita lah.” Jawab Papi Rama. “Kasihan banget kamu nggak dianggap, Rid. Makanya nurut sama Mami lah. Pusing papi tuh ngimbangin kalian berdua.”
“Hm.” Ridwan hanya mengangguk sambil menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
“Hm Hm Hm aja terus.” Sela Mami Jesi. “Sebentar lagi Lea sampe sini, kamu harus minta maaf karena nggak datang semalem.”
“Bisa-bisanya kamu bohongin Mami, bilang kalo semalem kesana. Pasti semalem mentingin game kan makanya nggak peduli sama tunangan sendiri yang ulang tahun?”
“Kamu tuh nyari perempuan yang kayak gimana lagi, Ririd?” saking kesalnya Mami Jesi jadi menggunakan nama panggilan kecil yang biasa dilontarkan anak pertamanya saat ribut dulu.
“Bukannya bersyukur udah Mami pilihin calon istri seperti Lea. Kurang apa coba dia? Kamu cuekin abis-abisan aja tetep sabar, nggak minta putus. Kalo Mami di posisi Lea pasti nggak mau deh tunangan sama laki-laki yang menomor satukan HP. Lama-lama HP nya Mami buang deh, kalo nggak Mami bilang ke Kak Ardi supaya kamu tuh nggak dibolehin gabung di perusahaan game nya! Biar tobat nggak main game mulu! mau kayak gitu?” ancam Mami Jesi.
“Kamu itu sebenernya mau sampe kapan main game terus? Kamu nggak mikir apa perusahaan Papi ke depannya gimana?”
“Kamu itu! Huh bisa darah tinggi Mami kalo kayak gini terus.”
“Sabar-sabar, Mi. Minum dulu.” Papi Rama yang sudah terlatih menahan emosi semenjak menikahi istrinya dulu merasa menghadapi Ridwan yang sulit diatur belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dirinya dulu saat menghadapi Mami Jesi. Meski putranya irit bicara tapi ia yakin keinginan Ridwan untuk membatalkan pertunangan karena memiliki alasan tersendiri.
“Pokoknya Mami nggak mau tau, nanti kamu harus minta maaf sama Lea. Bisa-bisanya tunangan ulang tahun nggak datang.” Tegas Mami Jesi. “Mau taruh dimana muka Mami nanti? Malu sama calon besan.” Lanjutnya.
Ridwan meletakan sendoknya, meski Mami nya sejak tadi ngoceh-ngoceh Panjang lebar tapi ia dan Papi nya tetap melahap sarapan dengan santai hingga habis. Ridwan meneguk habis air putih di gelasnya kemudian mengelap bibirnya dengan tisu.
“Mami nggak perlu malu, yang harus malu justru keluarga Lea. Bukannya nggak mau nurut sama Mami, aku tau semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, termasuk Mami.” Ucap Ridwan.
“Nah itu kamu tau! Mami cuma mau yang terbaik buat kamu. Makanya nurut jangan bikin Mami pusing.” Ucap Jesi.
“Tapi Lea bukan yang terbaik, Mi. Dia itu…. Huh!” Ridwan menghembuskan nafasnya kasar. Rasanya hanya akan buang-buang tenaga jika menjelaskan pada Mami Jesi tanpa bukti. Mami nya sudah sangat menyayangi Lea.
“Dia kenapa?” tanya Mami Jesi. “Nggak usah alesan aneh-aneh. Lea udah datang tuh.” Lanjutnya menunjuk gadis bergaun navy yang baru saja masuk ke ruang makan.
Seperti biasa Lea menyapa kedua orang tua Ridwan dengan ramah dan penuh sopan santun. Ketika gadis itu duduk di sampingnya, Ridwan langsung beranjak pergi tanpa menoleh. Rasanya jijik sekali melihat kelakuan bejad Lea yang tersembunyi dibalik wajah lugunya.
“Ridwan! Duduk!” panggil Mami Jesi.
“Aku udah selesai sarapan, Mi. Aku ada urusan.” Pamit Ridwan.
Mami Jesi makin geram, ia segera menyusul putranya. “Mami tinggal dulu sebentar.” Ucapnya pada Lea.
Takut putra dan istrinya kembali ribut, Rama ikut menyusul ke depan. Dan benar saja ibu dan anak itu kembali cek cok. Mami Jesi dengan ocehan non stopnya dan Ridwan yang santai bersandar di mobil sambil melihat kedua tangannya di dada.
“Karam, bilangin deh ini anaknya susah banget diatur!” kesal Mami Jesi.
“Pi, aku punya alasan.”
“Iya punya alasan tapi nggak masuk akal. Masa Lea dibilang selingkuh? Nggak mungkin kan, Pi? Anak polos kayak gitu. Tiap hari cuma di rumah jarang keluar.” Ucap Mami Jesi yang tak terima.
“Wajahnya doang yang polos, Mi. Aslinya…”
“Aslinya apa? Mami nggak percaya kalo nggak ada bukti. Paling cuma akal-akal kamu aja biar nggak jadi nikah kan?” sela Mami Jesi.
Ridwan memutar bola matanya, jengah. Dia benar-benar menyesal kenapa tak merekam kelakuan be jad Lea semalam.
.
.
.
jangan lupa like sama komen nya sebelum lanjut gaes😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
irma hidayat
masih bodoh ririd harusnya direkam biar Lea gabisa mengelak
2025-02-22
0
Jeissi
harusnya si ridwan rekam aja biar ada bukti
2024-11-09
0
sherly
kirain direkam
2023-07-12
0