Alena yang tengah mengunyah makanan, sedari tadi tidak lepas untuk memikirkan perkataan dari kakak tirinya itu.
'Maksudnya Kak Genan itu apa? kenapa bicara kalau besok aku sudah tidak akan tinggal di rumah ini? mungkin kah kalau aku akan diusir? semoga saja, aku pun sudah lama ingin kabur dan pergi jauh dari rumah terku_tuk ini.' Batin Alena sambil memperhatikan kakak tirinya, juga tengah mengunyah makanannya.
"Dihabiskan makanannya, jangan banyak melamun." Ucap Genan juga sambil mengunyah.
"I-i-iya Kak," jawab Alena dengan anggukan.
Tidak ingin membuat kakak tirinya murka dan marah hanya karena hal sepele, Alena segera menghabiskan makanannya. Setelah itu, ia membersihkan meja makan dan mencuci piring kotor.
Sedangkan Genan kembali ke ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya hingga tidak terasa sudah sore.
Ponsel pun berdering, Genan langsung meraihnya dan melihat siapa yang tengah menelpon.
"Ada apa, Bu?" tanya Genan dalam sambungan teleponnya dan mendengar dengan serius.
"Oh, jadi Ibu gak pulang cepat? baik lah, gak apa-apa. Biarin aja perempuan si_alan itu di rumah sendirian." Kata Genan saat mendapat telpon dari ibunya.
Setelah itu, sambungan telpon diputus dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Baru beberapa menit, akhirnya Genan menyudahinya dan bergegas keluar dari ruang kerjanya.
Baru saja menuruni anak tangga, rupanya aroma masakan dari dapur tengah menggugah selera makannya.
Genan yang takut si Alena masak banyak, segera menghampiri.
"Jangan masak banyak banyak, malam ini ibu pulangnya agak larut malam. Jadi, kamu masak secukupnya saja." perintah Genan dan langsung pergi.
"Ya, Kak." Jawab Alena dan melanjutkan tugasnya.
Sambil memasak, Alena masih terus kepikiran dengan ucapan tadi siang dari kakaknya.
"Semoga saja tidak ada sesuatu yang membahayakan untukku." Ucap Alena dengan lirih dan cepat-cepat menyelesaikan masaknya.
Alena yang memang kerjanya cekatan, akhirnya semua sudah siap saji di meja makan. Kemudian memanggil kakak tirinya dan mempersilakan untuk makan malam. Lagi-lagi Alena diajak makan malam berdua saja, keduanya benar-benar terlihat sama dinginnya. Apalagi Genan, sosok yang keras kepala, kejam, dan mudah menindas.
"Malam ini aku pulangnya juga larut malam, aku akan mengunci pintunya dari luar. Jika kamu ada perlu apa-apa, hubungi nomorku atau nomor ibu, paham." Ucap Genan dan bergegas pergi.
"Kak Genan! tunggu."
"Apa?" tanya Genan menoleh.
"Hati-hati," jawab Alena.
Genan mengangguk dengan ekspresi dingin dan sama sekali tidak menjawab.
Setelah pintu dikunci dari luar, Alena bagai tahanan yang berada penjara. Dirumah sendiri seperti berada di dalam gudang penyekapan.
Lain lagi dalam perjalanan menuju suatu tempat, Genan melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli baginya dengan banyaknya kendaraan yang lalu lalang dari arah yang berlawanan.
Cukup lama menempuh perjalanan jauh, akhirnya sampai juga di halaman rumahnya sang pemilik rumah. Siapa lagi kalau bukan Devan Andirjaya.
"Silakan masuk." Ucap seorang penjaga rumah yang mempersilakan Genan untuk masuk kedalam.
Genan mengangguk dan segera masuk untuk menemui seseorang yang sudah melakukan pertemuan sebelumnya.
"Akhirnya kamu datang juga malam ini, aku kira kamu hanya akan mengerjai ku saja. Silakan duduk, katakan apa yang ingin kamu sampaikan."
"Kalaupun bukan hal penting, serasa malas datang kemari tanpa tujuan seperti biasa untuk melakukan pekerjaan."
"Lalu, apa tujuan kamu datang kemari, Genan?"
"Aku akan menjual perempuan yang masih bersegel padamu, bagaimana?"
Devan tertawa.
"Kamu sedang tidak jatuh miskin lagi kan, Genan? sampai-sampai kamu datang kemari hanya akan menjual perempuan padaku. Aku memang membutuhkan seorang perempuan, tapi yang bo_doh dan penurut. Bukan wanita yang berani melawan padaku, apalagi perempuan itu sudah kotor."
"Tenang saja, perempuan yang akan aku jual ini masih bersegel. Dia adalah anak dari suami kedua ibuku."
"Apa kamu bilang? saudara tiri kamu?"
Genan mengangguk.
"Benar, namanya Alena."
"Boleh juga, asalkan dia bo_doh dan penurut, dan juga cantik pastinya. Karena aku tidak mau rugi, pastikan jika perempuan yang akan kamu jual itu adalah seleraku." Ucap Devan.
"Tenang saja, gadis itu selain bo_doh dan penurut, dia juga cantik." Jawab Genan meyakinkan.
Setelah itu, Genan menawarkan harga bulanan dan juga uang muka sebagai tanda jual beli. Sungguh, kakak tiri yang tidak berpikir panjang dengan apa yang dilakukannya. Yang ada dalam benak pikirannya hanyalah balas dendam dan meraup keuntungan yang besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Yusria Mumba
saudara kurang ajar,
2023-01-31
0