Pamit

Cukup lama Kai berpikir, dia tidak tidur semalaman memikirkan perkataan ayah nya.

Percakapan mereka semalam masih terngiang jelas di telinga nya.

Huff Hah..

Apa yang harus aku lakukan? aku tidak ingin kembali, sedangkan ayah dan bunda memaksa ku.

Huff haa...

Lagi lagi terdengar suara helaan nafas berat Kai. Ini sungguh sulit bagi nya.

Setelah sarapan, Kai biasanya akan pergi berkeliling di desa. Atau pergi ke perpustakaan pusat desa untuk mencari buku yang belum pernah dia baca.

Namun, kali ini Kai memilih untuk kembali ke dalam kamar nya. Otak nya tidak bisa bekerja dengan baik saat ini. Mood nya untuk membaca buku sama sekali tidak ada.

"Ada apa dengan Kai?" tanya ibu Haico. Dia menatap kepergian Keponakan penuh tanya.

"Tumben banget kembali ke kamar" gumam nya lagi.

"Kai pasti bingung Bu, dia di paksa sama paman untuk kembali ke kota. Tapi, Kai tidak mau" tutur Haico menjelaskan.

Mimik wajah ibu Haico tampak terkejut. Dia tidak tahu apa permasalahan nya, tapi dia tidak suka kakak nya melakukan hal ini kepada keponakan nya.

Haico melihat ibu nya hendak menghubungi paman nya. Dengan gerakan cepat Haico menahan tangan ibu nya yang sudah memegangi ponsel nya.

Ibu Haico menatap penuh tanya pada putranya, atas apa yang saat ini sedang dia lakukan.

Namun, Haico menggeleng pelan.

"Bu, jangan. Biarkan Kai memutuskan semua nya. Ini menyangkut masa depan nya" ujar Haico.

Faidah yang mendengar ucapan cucu nya tersenyum bangga. Haico sudah mengerti apa yang dia katakan kemarin.

"Anak yang cerdas" gumam Faida menatap Haico.

Di dalam kamar.

Drrrttt....Drrrtt...

Kai melirik ponsel nya, dia melihat ada sebuah pesan dari Kak Viona.

From Viona

Lo jadi balik gak? ayah sama bunda sudah dua hari gak makan.

Syok, tentu saja Kai terkejut membaca pesan singkat yang kakak nya kirim.

Jari lentik nya langsung menari di atas layar ponsel untuk membalas pesan kakak nya.

To Kak Viona

Kenapa gitu? suruh makan lah. Nanti ayah bunda sakit.

Drrrttt...

Kai langsung membuka pesan dari kakak nya, dia sangat khawatir dengan kesehatan kedua orang tua nya.

From Kak Vion.

Mereka gak mau makan, sebelum Lo pulang.

Deg.

Kai kembali terdiam, ayah dan bunda nya benar benar nekat.

Apa yang harus aku lakukan? apa aku harus pulang dan kembali di kota itu?

Tidak, aku tidak bisa bertemu dengan pria itu lagi. Aku tidak Sudi.

Tapi aku harus apa? Ayah sama bunda gak akan makan jika aku tidak pulang

Arrggg.... Kai mengerang sendiri, dia geram dan bermonolog sendiri seperti orang gila.

Ini benar-benar keputusan yang sulit bagi Kai.

Huh..

Dengan hembusan frustasi, Kai akhirnya memutuskan untuk kembali. Dia lebih mementingkan kedua orang tuanya di bandingkan dengan masa lalu nya.

Kai mengemasi barang barang nya, dia akan berangkat hari ini juga ke kota X. Di mana kedua orang tuanya dan kedua saudara nya tinggal.

Sementara di lain tempat, Fahmi, Tari dan kedua anak mereka duduk di meja makan. Mereka sedang menikmati makan siang mereka dengan hati penasaran.

Apakah Kai akan kembali? atau dia tahu jika mereka sedang bersandiwara.

"Apa ayah yakin, dengan mengancam seperti itu Kai akan pulang?" tanya Ferdian harap harap cemas.

"Tentu saja, ayah yakin putri ayah akan segera kembali"

"Kalau gak gimana?" seru Viona sendu.

"Tenang saja, kita akan menggunakan cara kedua." jawab Tari tersenyum menghibur anak anak nya.

"Apa?" tanya Viona penasaran.

"Nanti kamu akan tahu sendiri " jawab Tari melirik suaminya. Karena semalam Tari dan Fahmi sudah merencanakan segalanya.

"Hum..." gumam Viona mengangguk pasrah.

Mereka akhirnya kembali melanjutkan makan siang yang sempat tertunda.

...----------------...

Haico berdiri di depan pintu rumah, menatap Kai yang sedang memegang koper nya. Dia masih belum percaya, Kai akhirnya memutuskan untuk kembali.

Antara senang dan sedih, Haico hanya bisa tersenyum pada sepupunya itu.

"Semoga ini keputusan mu yang terbaik dek" seru Haico menepuk bahu Kai.

Kai membalas nya dengan senyum tipis, di pelupuk mata nya, sudah bertumpuk air mata yang siap terjun andai Dia mengedipkan matanya sekali saja.

Namun, Kai berusaha untuk menahan nya. Dia tidak boleh sedih, apapun yang akan dia tempuh nantinya, dia akan siap menerima.

"Jangan sedih, aku akan sering ke sini. Bagi ku, jarak rumah dengan desa tidak lah jauh" hibur Kai.

Haico mengangguk, dia memeluk sepupunya. Wanita yang selama ini menemani keseharian nya di perkebunan dan peternakan. Kai adalah teman curhat Haico. Begitu pula sebaliknya.

Kai beralih menatap sang nenek. Wanita tua yang sering menjadi kawan pertengkaran Kai.

"Sering sering lah ke sini, aku akan merindukan pertengkaran kita" ujar Faidah.

Kai mengangguk, dia memeluk neneknya erat.

"Aku pergi memenuhi ucapan nenek, mencoba untuk mengalah dengan masa lalu. " balas Kai lagi.

Faidah mengangguk pelan, dia mengusap kedua pipi cucu nya, kemudian mengecup kening nya.

"Belajar lah yang rajin, di sekolah baru mu nanti, bawakan aku nilai mu yang bagus ketika libur sekolah nanti" seru Faidah berusaha menahan air mata agar tidak menetes.

Kai mengangguk pelan, air mata berhasil lolos dari sudut matanya. Dia tidak bisa menahan nya lagi, Kai langsung memeluk neneknya.

"Kai akan merindukan nenek" tangisnya.

"Yah, aku juga akan merindukan mu cucu ku"

Kai menangis di dalam pelukan nenek nya, kemudian beralih pada bibi cantik nya.

"Bi, Kai pamit yah."

"Iya sayang, semoga selamat sampai di kota. Nanti sering sering ke sini" ucap ibu Haico.

Kai mengangguk pelan, bibir nya bergetar menatap nenek, Haico dan juga bibi nya. Rasa nya Kai tidak mau pergi dari tempat ini. Tapi, dia juga tidak bisa tetap tinggal. Mungkin, sudah saat nya dia kembali bersama ayah dan bunda nya. 8 tahun bukan lah waktu yang singkat.

"Ayo non, kita ke bandara sekarang. Nanti keburu telat " peringat supir yang Faidah tugaskan untuk mengatur kepulangan Kai.

Kai mengangguk, dia menatap nenek nya. Mereka kembali berpelukan. Haico juga, dia memeluk Kai sebelum gadis itu masuk ke dalam mobil.

"Hati hati sayang" ibu Haico.

"Hubungi nenek setelah tiba nanti" Faidah.

"Setelah lulus SMA, Aku akan ke sana" Haico.

Kai tersenyum getir, dia masuk ke dalam mobil. Menatap nenek, Haico, dan ibu Haico sedih.

"Aku pergi" seru Kai. Mereka mengangguk, melambaikan tangan melihat mobil yang menumpangi Kai berjalan melaju meninggalkan pekarangan besar rumah Faidah.

Huff..

Kai menghela nafas dalam, menghapus air mata nya kasar.

Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat. Jarak bukan lah apa apa.

Kai berusaha menyemangati dirinya sendiri. Dia tidak mau terlihat lemah di mata orang lain. Dia harus kuat dan tidak bisa di tebak oleh mereka mereka yang tidak Kai sukai.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!