Bab 3 - PCM

Aiden hendak menemui Papahnya, berjalan melewati meja Ayu.

“Eh, mau kemana?” tanya Ayu melihat Aiden ingin membuka pintu ruangan CEO.

“Ketemu Papah.”

“Aduh, jangan sembarangan masuk. Ini bukan tempat bermain, kamu ke sini sama siapa?”

Aiden menatap aneh pada Ayu, “Tante pasti karyawan baru.”

“Iya, aku baru dua hari kerja disini dan kamu jangan tambah masalah aku. Seharusnya kamu sekolah, bukan bermain di sini. Kenapa kamu tidak sekolah?”

“Hm, Ibu guru bilang aku tidak boleh sekolah karena dihukum.”

“Maksudnya di skors?” Aiden menganggukan kepalanya.

“Mama kamu kemana? Ayo Tante antar,” ajak Ayu yang ditolak oleh Aiden.

“Mamaku sudah pergi Tante,” jawab Aiden.

Ayu pun berjongkok dihadapan Aiden. “Aku kalau punya anak seperti kamu juga sudah pergi.” Aiden tidak suka dengan ucapan Ayu yang berkesan semua orang akan meninggalkannya karena nakal. Tubuh Ayu di dorong oleh Aiden hingga jatuh terjungkal, kemudian Aiden berlari dan membuka pintu ruangan Edwin.

“Hei, jangan,” teriak Ayu sambil beranjak bangun dan mengejar Aiden.

“Papaaaa,” teriak Aiden.

“Ayo keluar,” ajak Ayu.

“Ada apa ini?” tanya Edwin.

“Maaf Pak, anak ini … hahh, Papa?”

Aiden menatap sinis Ayu, bahkan saat ini kedua tangannya dia lipat di dada bersikap layaknya orang dewasa. Ayu menatap gantian Aiden dan Edwin.

“Kamu anaknya Pak Edwin?” lirih Ayu.

“Papah, dia bilang kalau punya anak seperti aku dia akan pergi seperti Mama. Apa aku semenyebalkan itu, Pah?”

Ayu menggelengkan kepala dan menggoyangkan kedua telapak tangannya, “Bukan begitu maksudnya Pak.”

Edwin menghela nafasnya, ternyata bukan hanya ulah Aiden yang menyita pikirannya tapi ulah dari Ayu pun cukup mengganggu.

“Kamu lanjutkan pekerjaanmu,” titah Edwin pada Ayu. “Aiden, tunggu di sana dan jangan berulah,” ujar Edwin sambil menunjuk sofa.

Tidak lama Aiden pun terlihat bosan, apalagi saat Ayu kembali ke ruangan itu untuk menyerahkan dokumen sempat mengejek Aiden dengan menjulurkan lidahnya.

“Gandakan berkas yang ini, pisahkan yang asli dan copyan.”

“Baik, Pak.”

Lagi-lagi, Ayu melewati Aiden sambil mengejeknya.

Huft, kesal Aiden.

“Papah, aku boleh keluar?”

Edwin yang sedang fokus menatap layar komputer menoleh. “Mau kemana? Jangan mengganggu orang yang sedang bekerja.”

“Nggak, aku hanya ingin keluar. Bosan di ruangan ini.”

Edwin menganggukkan kepalanya dan kembali fokus pada layar komputer. Aiden menyeringai, semangat untuk membalas Ayu.

“Tante, toilet dimana?”

“Di … bukannya di dalam ada toilet.”

“Benarkah? Aku tidak tahu,” sahut Aiden.

“Disana, hati-hati saat memutar kran dan jangan lupa cuci tangan,” nasihat Ayu lalu kembali mengerjakan perintah Edwin untuk menggandakan naskah. Setelah kembali dari toilet Aiden menghampiri Ayu dan menyentuh semua barang yang ada di atas meja.

“Hei, letakan itu. Jangan dimainkan nanti tanganmu terjepit,” ujar Ayu saat Aiden memainkan steples.

Aiden tertarik dengan mesin penghancur kertas, karena menghasilkan bentuk kertas seperti mie. “Ini untuk apa?”

“Menghancurkan dokumen,” jawab Ayu.

“Bagaimana cara kerjanya?”

Ayu mengajarkan Aiden menggunakan mesin itu. “Hati-hati, aku ke pantry dulu. Sudah waktunya mengantarkan kopi untuk Papahmu.”

Aiden kembali menghancurkan kertas yang belum terpakai. Tatapannya mencari sesuatu selain kertas kosong yang bisa dihancurkan. Senyum terbit di wajah Aiden melihat dokumen yang tadi sudah digandakan oleh Ayu. Mengambil lembaran yang paling atas dimana diberi tanda dengan menggunakan stick note, tertera kalimat berkas asli. Mengarahkan pada mesin penghancur kertas dan perlahan kertas itu berubah menjadi potongan seperti mie.

Saat Ayu mengantarkan kopi, Edwin menanyakan dokumen yang tadi digandakan oleh Ayu. “Sebentar, saya ambilkan dulu,” jawab Ayu. Sedangkan Aiden kembali asyik dengan game di ponselnya sambil duduk di hadapan meja Ayu.

“Loh, kemana yang aslinya ya?” gumam Ayu sambil meneliti meja dan area kerjanya. Benar-benar tidak menemukan dokumen yang dimaksud. Ayu bahkan sampai berjongkok memeriksa kolong meja, khawatir jika dokumennya terjauh atau tercecer. Sekilas pandangannya melihat ke arah mesin penghancur kertas lalu meraih kertas-kertas yang masih menyangkut pada mesin.

“Ini ‘kan dokumen ....” Ayu mendengus kesal. “Aiden,” teriaknya membuat Aiden terkejut, bahkan Edwin pun keluar dari ruangan karena khawatir jika terjadi sesuatu dengan putranya.

“Ada apa dengan Aiden?” tanya Edwin lalu memandang kertas yang sudah terpotong-potong di tangan Ayu. “Jangan bilang kalau itu ….”

“Ini ulah Aiden Pak.”

“Maksud kamu ini salah Aiden? Bagaimana kalau dia terluka saat menggunakan mesin itu, kamu ceroboh sekali. Lagi pula dokumen itu sangat penting, bukankah aku sudah sampaikan padamu untuk hati-hati.”

Aiden terkekeh melihat Ayu yang dimarahi oleh Papahnya.

“Ada apa, Pak?” tanya Indra yang datang karena mendengar keributan yang terjadi.

“Urus dia, baru bekerja dua hari sudah berhasil mengacau. Kalau perlu pecat saja,” titah Edwin. 

Terpopuler

Comments

Lilis Wn

Lilis Wn

kuat ga ya baca klau baca ada anak nakalnya 🙄

2024-02-25

1

Hearty 💕

Hearty 💕

Beneran bikin kesel ini mah

2024-01-25

0

Qilla

Qilla

waktu seleksi gimana tuh ceroboh bin gimana itu ayu bisa diterima,,kerja kantoran dgan jabatan sekertaris kayak angon pitik

2023-08-18

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!