Hujan pun turun seakan mewakili hatiku yang sedang sedih saat ini, pilu dan marah semua menjadi satu dalam hatiku ingin ku hentikan waktu saat ini. Karena sebagian dari hidupku hancur ketika kakakku meninggal.
Sudah tidak ada lagi canda tawanya, sudah tidak ada orang yang mengerti akan diriku. Sosok yang baik yang selalu menenangkan aku ketika marah dan sedih, aku benar-benar belum bisa menerima kepergian sang kakak saat ini.
Semua prosedur rumah sakit sudah lakukan sekarang tinggal membawa jenazah sang kakak ke rumah kami untuk di sholatkan dan di kebumikan. Tak lama kemudian Aku dan ibu membawa jenazah sang kakak kedalam mobil ambulance.
Ibu masih dengan air matanya yang mengalir sedangkan aku hanya bisa menangis dalam hati ku saja, mencoba tegar agar sang ibu bisa lebih kuat walau dalam hati kecilku aku rapuh dan aku belum mengiklaskan kepergian kakakku.
Ambulance sudah sampai di halaman rumah kami, sudah banyak saudara dan beberapa teman sudah berkumpul disana. kami turun dari ambulance dan petugas ambulance segera mengeluarkan jenazah dari mobil lalu di bawa ke dalam rumah.
Terlihat ayahku dan istri keduanya segera menghampiri kami, Ayah ku memang mempunyai dua istri sudah lama. ha itu yang membuat aku selalu bertengkar dengan ayah karena Ibu selalu menangis setiap malam karena ayahku tidak pernah adil dalam masalah waktu, ia lebih senang menghabiskan waktu bersama dengan istri keduanya di bandingkan bersama dengan aku dan ibu.
Rasanya amarahku mulai terpancing ketika melihat kedua orang yang aku benci di dunia ini kini tepat di hadapanku, tapi keadaanya tidak memungkinkan aku untuk marah-marah saat ini, semuanya hanya bisa aku tahan dalam hati.
Ayahku langsung memeluk ibu yang masih menangis, mencoba menenangkan jiwa ibu yang masih belum menerima kepergian kakak.
" Kamu yang sabar ya mba, kamu juga yang kuat ya Bela " ucap istri kedua ayahku sambil menangis
Dia orang paling munafik yang penah aku temui, bagaimana tidak sikapnya bisa berubah-ubah, jika di depan ayahku sikapnya mereka terlihat baik sedangkan jika ayahku tidak ada mereka berani mengejek, memaki bahkan menghina kami.
" Terima kasih.. " ucap ibuku masih memeluk ayah
" Kamu sudah jangan menangis, ikhlaskan Sintia biar dia tenang disana, aku minta maaf pada kalian karena aku tidak ada disaat terakhir Sintia " ucap sang ayah dengan rasa bersalah sambil menangis entah itu pura-pura atau memang ia merasa bersalah pada kami karena kemarin saat ibu menelepon ia malah bilang sibuk, mungkin sibuk dengan istri keduanya.
" Tidak apa-apa mas, aku mengerti jika kamu memang sibuk " ucap ibu masih menangis
" Kenapa baru sekarang ayah menyesali kepergian ka sintia, sedangkan waktu di rumah sakit, aku dan ibu telepon ayah beberapa kali kenapa tidak di angkat " ucap ku sinis
" Bela kamu harus mengerti jika kami sekeluarga sedang berada di luar kota, ini juga kami buru-buru kesini setelah mendengar kabar jika Sintia meninggal " ucap Teti
" Sepeting apa pergi keluar kota di bandingkan pergi kerumah sakit untuk melihat keadaan kak Sinta untuk terakhir kalinya " ucapku dengan nada marah
" Bela sudah " ucap ibu mencoba menenangkan ku
" Ayah minta maaf Bela "
" Wisuda Tedi juga penting" ucap Teti dengan nada marah
" Cukup Teti, kita salah bukannya minta maaf kamu malah berkata seperti itu " bentak ayah pada istri mudanya itu
" Sial aku kepancing emosi lagi gara-gara Bela.. lihat saja nanti akan ku balas, sebaiknya aku harus bersikap baik lagi pada Bela " batin Teti
" Ibu minta maaf nak, bukan maksud begitu.. ibu minta maaf sekali lagi ya nak " ucap Teti sambil menangis
Begitulah sikap ibu tiriku, aku benar-benar muak di buatnya pekerjaannya adalah mencari simpati ayah dengan pura-pura menangis didepannya.
Kami menyadari pertengkaran yang terjadi barusan adalah sikap yang tidak baik di depan banyak orang, kami pun segera pergi menuju masjid yang tak jauh dari rumah untuk segera mengsholatkan jenazah sang kakak.
Setelah sang kakak disholatkan, kami langsung menuju pemakaman yang tak jauh dari mesjid itu. Semua sudah di persiapkan tinggal jenazah kakak masuk ke liar lahat.
Aku mencoba untuk tidak menangis kala itu menahan sekuat tenaga hingga sang kakak selesai di kebumikan.
Setelah selesai proses pemakaman sang kakak kini tinggal ada ayah, ibu tiriku, ibuku dan aku yang ada di pemakaman. Aku sangat sedih sekarang ketika melihat ibu yang tidak mau meninggalkan tempat ini.
" Mina sudah, kita pulang " bujuk ayah
" Mas, aku mau disini.. " ucapnya
" Ka, aku berjanji akan membalaskan dendam dan sakit hatiku pada Bram, aku akan buat hidupnya hancur karena dia kakak jadi meninggalkanku " ucapku dalam hati
" Sudahlah mas kita pulang saja, toh mba Mina ga mau di ajak pulang juga" ucap Teti
" Teti, dalam keadaan seperti ini Mina butuh aku.. kamu jika ingin pulang duluan silahkan saja " ucap ayah dengan nada marahnya
Sang ayah mencoba membujuk ibu supaya pergi dari pemakaman biar bagaimanapun ini sudah sore langit pun sangat gelap pertanda akan turun hujan kembali.
Namun ketika sang ibu mencoba berdiri tiba-tiba tubuhnya tidak seimbang dan pingsan di pelukan sang ayah.
" Bu.. ibu kenapa " ucap panik ku
" Mina bangun "
" Ah, palingan mba Mina ini pura-pura.. memalukan ingin mendapatkan perhatian ko segitunya " batin Teti
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Teti aku kutuk kau jd kurcaci ....bikin sebeeel ajah tuh orang ....haah....
2022-12-20
1
nuna jimin🧸🧸
lanjut thor
2022-12-20
0