"Apa yang akan kamu lakukan kepada dia?" tanya Vanes, sambil menatap kekasihnya.
"Emang kenapa? Sudahlah kamu jangan pedulikan dia yang telah membuatmu cemburu," lirih Brian, sambil menatap wanita yang kini ada di depannya.
"Si-siapa bilang aku cemburu? Jadi orang sok tau banget ya," gerutu Vanes, menatap sebal Brian.
"Sudahlah sayang, apa salahnya sih berkata jujur kalau kamu cemburukan kalau lelaki tampannya berdekatan dengan wanita lain?" Brian sambil mengusap-ngusap rambut bagian depan dengan tangannya.
"Enggak! Jadi orang sok pede banget ya. Lagian aku merasa sakit saja dan merasa tidak dihargai dan seperti cuma pelampiasan aja," lirih Vanes, pandanganyya kedepan menatap bukit-bukit yang ada ditebing
"Mungkin kamu lihatnya cuma sekilas saja 'kan? Kamu belum tau apa yang terjadinya selanjutnya? Lagian aku sudah memperingatkan Bella untuk menjaga sikapnya agar tidak seenakmya melakukan itu dan aku minta Bella agar menjauhiku tapi dia kekeuh tidak mau dan akan terus mengejarku. Mungkin aku terlalu cakep kali ya sehingga dia ngejar terus," ucap Brian dengan pedenya.
"Ck, ini orang merasa dirinya paling cakep lagi," Vanes mengelengkan kepalanya.
"Tapi emang kenyataan begitu. Lagian mana mungkinkan kalau aku tidak cakep dia ngejar-ngejar 'kan?" jelas Brian.
"Iya terserah kamu aja deh. Oya sini aku bersihin masih ada darah di bibirmu," ucap Vanes, sambil mengambil tisu di dalam tasnya lalu mulai mengusap darah dan luka lembab di bibirnya.
"Sakit, pelan Sayang," pekik Brian, sambil menatap gemes kekasihnya.
"Iss cengeng lagian ini pelan kok. Makannya jangan so jagoan nantang dia. Lagian kamu belum tau sih dia itu jago bela diri," lirih Vanes.
"Lagian kamu ngapain pakai ketemuan dengan pria brengsek seperti dia? Terus ngapain dia sentuh kamu segala dan so perhatian lagi," Brian sambil menatap kesal Vanes.
"Siapa juga yang ketemuan dengan dia? Aku juga enggak tau tiba-tiba dia datang begitu saja dan memberikan tisu. Ya wajarlah dia perhatian sama aku, lagian mana ada sih orang yang tega melihat sahabaynya menangis karena di khianati sama tunangannya apalagi dia peluk-pelukan terus saling berciuman tepat di depanku pasti emosi lah buat dia," jelas Vanes, sambil menatap sebal Brian kemudian mengusap bibirnya yang luka dengan menekannya sehingga membuat Brian kesakitan.
"Vanes ... sakitt, pelan pelan kenapa sih? Lagian tadi aku sudah jelasin kalau semuanya itu karena ulah dia bukan karena aku yang memulai," ucap Brian, sambil menarik pinggang Vanes sehingga membuat mereka kini semakin dekat.
"Tapi sama sa-" ucapan Vanes tergantung di udara saat Brian dengan cepat menyentuh bibir mungil miliknya.
Vanes pun hanya diam saja tanpa melakukan pemberontakan. Dengan perlahan Brian terus mencium dan menikmati bibir mungil kekasihnya yang baginya begitu manis. Lalu Vanes pun membalas semua ciuman yang Brian lakukan sehingga kini mereka saling menikmati. Dengan tiba-tiba Vanes segera melepaskan ciuman tersebut dan mendorong kasar dada bidang Brian.
"Lho kenapa kamu melepaskannya? Bukannya kamu juga menikmati?" tanya Brian merasa kesal karena Vanes melepaskannya.
"Lagian belum waktunya kita harus melakukan hal itu. Lagian aku barusan khilap," ucap Vanes merasa malu lalu berjalan menuju mobil.
"Tidak apa apa belum waktunya juga. Lagian nanti juga kita bakal merasakannya kok," Brian sambil berjalan mengikuti langkah Vanes.
"No! Lagian ngapain ngikutin aku lagi? Yang mau mengemudi mobil siapa dong?" Vanes, sambil melihat Brian yang ikut masuk ke dalam mobil tepat disebelah dirinya.
"Eh iya aku lupa, Sayang," ucap Brian cengengesan lalu keluar dari mobil.
Brian kemudian masuk dan duduk di depan.
"Kamu ngapain sih bawa aku ke tempat kayak ginian aneh sekali," omel Vanes, sambil menatap kesal Brian.
"Aku sengaja ngajak kamu kesini biar bisa meluapkan semua emosi yang selama ini kamu pendam karena ulahku. Kamu juga enggak akan malu meluapkan kekesalan karena tidak ada orang disini yang melihatmu," ucap Brian sambil menatap wanita yang kini ada di sampingnya.
"Oh jadi itu alasannya kenapa kamu membawaku kesini? Kirain, kamu akan membunuhku," celetuk Vanes.
"Ya ampun, Sayang. Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu sama orang yang sangat aku cintai dan sayangi," ucap Brian memegang tangan Vanes lalu mencium punggung tangan tersebut.
"Ih gombal ya. Bukannya orang yang sangat kamu cintai dan sayangi itu mantanmu," sindir Vanes.
"Siapa bilang? Sudahlah sayang ngapain sih harus bahas dia lagi. Lagian dia masa laluku jadi yang lalu biarlah berlalu dan masa depan harus tetap kita perjuangkan terutama kamu," Brian menatap Vanes lalu tersenyum.
"Aku? Yang benar saja," Vanes merasa tidak percaya.
"Tentu sajalah kamu. Lagian kamu 'kan calon Istriku, orang yang sangat aku cintai dan sayangi selamanya," lirih Brian.
"Terima kasih jika memang diriku berarti buat kamu," Vanes kemudian tersenyum.
"Tentu saja, Sayang. Kamu sangat berarti di dalam hidupku. Terima kasih sayang, kamu sudah hadir didalam kehidupanku yang berwarna," ucap Brian kemudian membalas senyuman Vanes.
"Emangnya pelangi? Warna-warni gitu," sindir Vanes.
"Emang iya kamu itu bagaikan pelangi yang begitu indah dan selalu mengisi di kehidupanku dan enggak pernah bosan setiap hari aku bertemu kamu. Malah kamu orang yang selalu membuatku lebih semangat menjalani hari-hariku." jelas Brian.
"Ih dasar gombal," Vanes, sambil memonyongkan bibirnya.
"Ya ampun ini orang ya malah dibilang saya gombal lagi. Lagian aku serius sayang. Apa yang saya ucapkan Dan satu kata buat kamu, Sayang. I love you Vanesa Angeline ...." teriak Brian di dalam mobil.
"Ih apaan sih pakai teriak-teriak segala. Nanti orang pada tahu gimana kan malu," Vanes sambil menatap Brian.
"Lagian ngapain harus malu, Sayang? Tidak apa-apa orang lain pada tau juga -'
'kan sebentar lagi kamu akan menjadi Istri Wijaya," lirih Brian.
"Iya terserah kamu saja deh yang penting bahagia!"
"Ya tentu saja bahagia. Sayang, mana kok tidak sahut sih jawabanku yang tadi," protes Brian.
"Ucapan yang mana?" tanya Vanes.
"Ini orang malah pura pura lupa lagi ya. Aku ci-"
"I love you too Brian Wijaya," jawab Vanes dengan segera memotong pembicaraan Brian.
"Thanks you, Sayang," ucap Brian sambil mencium punggung tangan kekasihnya.
"Oya tadi Ibu mengirimkan pesan agar kita cepat-cepat pulang katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan," ucap Vanes.
"Oke baiklah kalau begitu. Kita pulang sekarang juga karena aku juga tidak sabar ingin segera mempercepat pernikahan kita," lirih Brian.
"Ih dasar orang tidak sabaran banget," celetuk Vanes.
"Emang iya, karena aku sudah-"
"Sudahlah jangan berpikir mesum. Sekarang fokus tuh mengemudi mobilnya," Vanes memotong pembicaraan Brian.
"Ck, ini orang main nyela pembicaraan mulu. Baiklah sayangku yang bawel," gerutu Brian.
Kemudian Brian pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan standar dan pergi meninggalkan tebing tersebut dan berjalan untuk pulang ke rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments