Itulah awal kisah kehidupanku. Kehidupan panjang yang baru akan ku mulai. Aku anak bungsu dari Handoyo dan Risma. Namaku Cista Putri Handoyo.
****************
Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara ayah yang tidak berhenti untuk meminta maaf pada kak clara yang masih saja dipenuhi amarah.
"Maafkan ayah nak, ayah khilaf. Ayah tak sangka kalau ibumu akan senekat ini."
"Itu karena kesabaran ibu sudah habis, ayah jahat." Jawab kak clara.
"Maafkan ayah." Kata ayah lagi sambil menangis tersedu.
Ayah menangis, Baru pertama kalinya aku melihat ayahku menangis. Tapi sesalpun tak berguna, sesal yang ayah tunjukan tak bisa membuat ibu sembuh.
"Aku benci ayah" Batinku.
Satu jam kemudian.
Seorang dokter berjalan mendekat kearah kami. Ia mengatakan kalau ibu sudah meninggal. Ia juga tak lupa memberi ucapan bela sungkawa, menyuruh kami untuk bersabar atas kepergian ibu. Semua orang histeris, menangis sejadi-jadinya. Om Herman langsung menggendongku.
Waktu seakan berhenti seketika. Aku paham dengan semua yang dokter katakan. Aku menangis dalam diam. Air mataku begitu deras hingga membasahi baju om herman yang masih setia menggendongku. Andai saja aku tau apa yang ibu minum pagi tadi, andai saja aku bisa mencegah ibu meminum cairan laknat itu. Andai... andai saja... . Semua andai itu hanya angan yang tak mungkin akan terjadi, semua telah terlambat, ibuku sudah tiada. Ibu telah meninggalkanku untuk selamanya.
"Kenapa ibu tega meninggalkan cista. Kenapa bu?" Batinku.
(Sabar manusia memang berbatas, mungkin inilah batas sabar yang ibu miliki untuk mendampingi ayah sebagai istri. Satu hal yang ku petik dari kisah orang tuaku, setiap kehidupan rumah tangga harus di dasari dengan kesetiaan dan kejujuran. Itu hanya salah satunya, masih banyak hal yang lain yang harus kita lakukan untuk melanggengkan suatu hubungan berumah tangga.)
Setelah seluruh administrasi dan prosesi pemandian jenazah ibu selesai kamipun pulang.
Sesampainya kami di rumah,rumah tampak sudah dipenuhi para pelayat. Tangispun tak henti mengiringi kepergian ibu. Banyak sekali orang yang ikut berduka atas kepergiannya.
Tak menunggu lama ibupun langsung di bawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Sebuah pemakaman keluarga yang berjarak 100 meter dari rumah. Kakek membeli kebun itu khusus untuk di jadikan pemakaman keluarga kami.
Kak Clara masih tak mau beranjak dari pusara yang masih sangat basah itu, ia benar-benar terpuruk, mungkin karena dia merasa bertanggung jawab atas masa depan aku dan kak citra, karena dialah sekarang yang menjadi sosok ibu bagi kami. Sedangkan ayah, kami tidak terlalu berharap. Rasa marah dan kecewa yang menggunung membuat mata hati kami buta bahwa kami masih memiliki ayah.
"Ibu, kenapa ibu tega meninggalkan aku secepat ini, bagaimana aku bisa hidup tanpa ibu. Ibu aku berjanji akan jadi anak yang pintar ,baik dan membuat ibu bangga karena memiliki aku."Kataku dalam hati sembari terus menatap kak Clara yang masih terus memeluk pusara ibu.
Aku masih dalam gendongan Om Herman, tanpa lelah ia terus menggendongku,menciumku, memelukku dengan erat. Bahkan ayahku saja tak peduli keberadaanku sejak di rumah sakit, hingga uapacara pemakaman selesaipun ia hanya peduli akan dirinya sendiri. Jadi untuk siapa ia menyesal?
Atau mungkin sebenarnya dia senang atas kepergian ibu karena dengan itu ia bisa bersama selingkuhannya.
*****
Bulan terganti dengan tahun,sedikit demi sedikit kami mulai bisa mengikhlaskan kepergian ibu, sedikit demi sedikit pula kami mulai berbaikkan dan berdamai dengan ayah.
Kak Clara menggembleng aku dan kak citra untuk bisa lebih mandiri sebelum ia menyusul Kak Yahya ke Bandung,karena kak Yahya sudah membeli sebuah rumah sederhana di sana untuk keluarga kecilnya. Ia menyuruh kak Clara untuk segera menyusul setelah aku dan kak citra di rasa sanggup untuk lebih mandiri dalam segala hal.
Kepergian kak clara tentu menjadi kesedihan baru untukku, karena kita akan jarang bertemu. Hanya bisa komunikasi lewat ponsel saja. Tetap saja pasti rindu itu akan menyiksa.
Baru beberapa bulan kak clara di Bandung kami harus menerima keadaan baru lagi. Ayah pergi tanpa pamit bersama tante mira yang notabennya masih istri orang itu. Tante mira pulalah yang selama ini menjadi selingkuhan ayah, ialah penyebab ibu kehabisan kesabaran dan nekat mengakhiri hidupnya begitu saja, meninggalkanku yang masih kecil ,masih sangat butuh sosok ibu .
Kebencian pada ayah yang dulupun belum sirna tapi harus ditambah berkali kali lipat sekarang, aku yakin akan lebih sulit untuk memaafkan ayah. Ku harap dia akan terluka karena telah tega meninggalkan anaknya demi bersama wanita itu. Dia akan merasa terbuang suatu hati nanti.
Entah kenapa aku sangat tidak menyukai tante mira, aku merasa dia hanya menginginkan sesuatu dari ayah. Ku rasa suatu hari nanti Tuhan akan menyadarkan ayah, semoga saat itu tiba kami sudah mampu untuk memaafkan segalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Renny Agryani
amin ya dan sabar cista
2021-01-24
1